PT Taru Martani secara administrasi terletak di Jalan Kolonel Bambang Suprapto No. 2 Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta, didirikan pada tahun 1918. Pada awalnya pabrik ini terletak di daerah Bulu,  Jalan Magelang dengan nama N.V. Negresco. Pada tahun 1921 pabrik ini dipindahkan ke lokasi yang sekarang (Jalan Kolonel Bambang Suprapto No. 2 Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta) Pada masa pendudukan Jepang di Yogyakarta, pabrik ini pun berganti nama menjadi Java Tobacco Kojo. Setelah Jepang menyerah tahun 1945 pabrik diambil oleh pemerintah Republik Indonesia. Pada tanggal 23 September 1972 namanya diubah menjadi PT. Taru Martani dan diresmikan oleh Menteri Ekuin yang pada masa itu dijabat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Taru Martani yang artinya “daun yang menghidupi.” Bangunan ini sudah ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya dengan Surat Keputusan  Permenbudpar No. PM.25/PW.007/MKP/2007 tertanggal 26 Maret 2007. Bangunan bergaya indis dengan bentuk atap limasan. Jendela atas dan bouven licht masih asli, tetapi jendela bawah dan pintu sudah diganti. Bangunan terdiri dari dua blok dalam komplek, dibangun secara bertahap. Bangunan A digunakan sebagai bangunan administrasi dan produksi didirikan tahun 1920. Bangunan B digunakan sebagai bangunan produksi dan gudang yang didirikan tahun 1921. Perlu diketahui bahwa mesin-mesin yang digunakan untuk produksi sampai sekarang, sudah ada sejak pabrik tersebut masih milik perusahaan Belanda.

Bangunan PT Taruna Martani tampak depan (Foto dok. BPCB DIY)
Bangunan PT Taruna Martani tampak depan (Foto dok. BPCB DIY)

 

Ruang produksi PT Taruna Martani (Foto dok. BPCB DIY)
Ruang produksi PT Taruna Martani (Foto dok. BPCB DIY)

    Pemilik/pengelola PT Taruna Martani yang sekarang, termasuk satu dari sepuluh pemilik/pengelola bangunan dan struktur cagar budaya yang mendapat Penghargaan Pelestari Cagar Budaya Tahun 2016 dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemberian Penghargaan Pelestari Cagar Budaya bertujuan untuk mendorong masyarakat agar mempunyai rasa bangga dan menumbuhkan rasa memiliki yang tinggi terhadap cagar budaya, khususnya di kalangan pemilik/pengelola dan paguyuban/lembaga sehingga kelestarian cagar budaya tetap terjaga (Unit Kerja Pengembangan dan Pemanfaatan BPCB DIY).