Seminar daring kali ketiga yang diadakan BPCB Sumbar mengusung tema “Warisan Budaya Pulau Penyengat: Tantangan, Peluang Pelestarian dan Pengelolaanya”. Salah satu narasumbernya Bapak Drs. Marsis Sutopo M.Si) yang merupakan ahli arkeologi yang telah malang melintang dalam berbagai kegiatan pelestarian dengan ilmu dan pengalaman yang mumpuni.   Beliau pernah menjabat sebagai kepala BPCB Sumbar periode 2000-2007 dan Kepala Balai Konservasi Borobudur 2007-2017 dan sekarang sebagai Tim Ahli Cagar Budaya. Beliau memaparkan persentasinya sesuai dengan tema  Seminar Daring“Warisan Budaya Pulau Penyengat: Tantangan, Peluang Pelestarian dan Pengelolaanya”

Pulau penyengat yang merupakan warisan budaya melayu dengan sejuta  pesona, menyimpan tapak tapak sejarah terkait eksistensi dan kejayaan Kerajaan Melayu Riau pada masanya, dari serpihan sejarah yang tertinggal kemegahan Kerajaan Melayu, Lingga masih bisa  dinikmati. Terdapat 46 tinggalan Cagar Budaya yang  ada di pulau penyengat baik berupa bangunan yang masih utuh ataupun sisa pondasi, tapak, mesjid, perigi/sumur,benteng bukit kursi, makam dll, kesemuanya merupakan bukti otentik dengan nilai-nilai luar biasa dan sangat berharga yang menjadi bukti yang tak terbantahkan bahwasanya di pulau kecil ini roda pemerintahan kerajaan melayu dijalankan.

Menjadi salah satu destinasi pariwisata di Kepulauan Riau tentunya tidak bisa dilepaskan dari perjalanan historis pulau penyengat sendiri, tanpa adaya narasi sejarah yang membalut benda-benda peninggalan tersebut, mungkin saja mereka menjadi bisu dan tidak menghantarkan pesan apapun pada pengunjung. Warisan tangible berpilin kuat, bahkan siam dengan sejarahnya, ketika orang-orang paham akan sejarah dari pulau penyengat tinggalan-tingalan tersebut sekan berbisik menarasikan perjalanan pulau ini, makam-makam yang dikunjungi akan kembali menghadirkan si tokoh, dan bisa jadi dari rerutuhan kerjaaan yang tertinggal  pengunjung merekontruksri kembali kerajaan tersebut di dalam otaknya dengan sejarah sebagai puzzle yang mereka susun.

Mari kita membuka kembali pintu masalalu dan menarasikan sejarah kerajaan melayu pulau penyengat berdasarkan pemaparan Bapak Marsis Sutopo. Melayu Riau punya hubungan yang sangat erat dengan Melayu Johor yang berada di Semenajung Malaka sebab dari situlah Melayu Riau bermula. Kolonialisme Belanda dengan hasrat Imprealisme berusaha menaklukan kerajaan ini, untuk menyelamatkan kerajaan dari kebengisan Belanda kerajaan ini berpindah ke Hulu Riau Bintan pada awal abad 18, kurang lebih 60 tahun kemudian kerajaan ini dipindahkan ke Daik Lingga. Pada awal abad 20 kerajaaan melayu ini pindah ke  pulau penyengat dan bertahan selama 11 tahun dari tahun 1900-1911. Serangan yang dilakukan belanda tidak berhenti dan perjuangan dari kerjaaan melayu ini tak mengenal kata meyerah, mungkin ini adalah bentuk  melawan kekufuran. Peristiwa heroik yang tertulis dalam sejarah mengenai penyerangan Belanda ke pulau penyengat menyisakan cerita pilu bagi kita. Denga sisa-sisa kekuatan, raja mengeluarkan titah untuk menghacurkan semua bangunan dan aset kerajaan agar pihak koloial tidak bisa menikmatinya. Bisa dibayangkan kerajaan yang dibangun dengan susah payah dan berpindah-pindah, mereka hancurkan dengan tangannya sendiri. Peta perpindahan kerajaan melayu hingga sampai di pulau penyengat, menurut Bapak Marsis

Selain peninggalan cagar budaya dan sejarahnya, pulau penyengat juga punya potensi kebudayaan yang luar biasa, menurut Bapak Marsis kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan dan tindakan dan hasil karya manusia dengan cara belajar. Ada tiga wujud kebudayaan diantaranya

  • Ide,gagasan, nilai norma (ada ditengah masyarakat tapi tidak terlihat)
  • Aktifitas dan tindakan masyarakat yang bisa kita lihat dalam kehidupan sehari-hari
  • Benda hasil karya manusia (hal ini bisa kita lihat dan kita nikmati yang disebut dengan tinggalan tangible atau bendawi dan tinggalan yang tidak kelihatan intangible)

Wujud kebudayaan ini dapat dilihat di Pulau Penyengat, selanjunya Bapak Marsis juga menjelaskan mengenai unsur kebudayaan dan menjelaskan hubungannya dengan warisan budaya pulau penyengat ada tujuh unsur kebudayaan diantaranya

  • Sistem Religi yang menghasilkan benda-benda purbakala sebagain besar adalah hasl dari manifestasi sistem religi (mesjid, gereja, candi), manifestasi religi yang bisa kita temuai dipulau penyengat adalah mesjid dan makam yang saat ini dijadikan sebagai pusat wisata religi dan ziarah.
  • Sistem pengetahuan, unsur ini juga dapat kita temukan di pulau penyengat diantaranya dari peniggalan gedung tabib yang menjadi bukti bahwasanya sistem pengobatan pada masa itu sudah sangat maju,
  •  Sistem perlatan hidup/teknologi,
  •  oraganisasi sosial yang telah berbetuk kerajaan di pulau penyengat pada masa itu
  • Sistem bahasa, berdasarkan salah satu unsur kebudayaan ini, pulau peyengat tetunya mempunyai tempat istimewa sendiri. Kerajaan Melayu pulau penyengat memiliki konstribusi besar dalam perkembangan bahasa melayu yang merupakan cikal bakal Bahasa Indoensia. Tidak berlebihan kiranya pulau penyengat ini sebagai cikal bakal lahirnya bahasa persatuan Bahasa Indonesia
  • Kesenian, membicarakan seni di pulau penyengat, tidak akan ada habisnya, seni yang juga lekat dengan sastra sangat kental disini salah satunya gurindam XII yang telah tersohor kemana-mana, selain itu tari zapin yang diciptakan oleh ncik Ripin dari kalimantan diciptakan di penyengat 1811  

potensi budaya di pulau penyengat dapat dilihat dari

  • 46 objek tinggalan cagar budaya,
  • Telah ditetapkan sebagai cagar budaya nasional berdasarakan keputusan Mendikbud Nomor 112/M/2018 tentang Kawasan Cagar Budaya Pulau Penyengat Sebagai Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional dan ini menjadi salah satu sarat untuk ditetapkan sebagai warisan dunia world heritage.
  • Pulau penyengat juga merupakan pusat Kerajaan Melayu Riau Lingga 1900-1911 buktinya masih bisa kita lihat
  • Sebagai tempat asal bahasa melayu dan cikal bakal bahasa indonesia
  • Tempat berkembangnya Sastra Indonesia dengan gurindam XII yang diciptakan Raja Ali Haji yang juga ditetapkan sebagai pahlawan nasional, bukan hanya sebagai pencipta gurindam XII beliau juga merupakan pahlawan bangsa yang merelakan jiwanya berpisah dari raga melawan kolonial belanda.  

Bapak Marsis juga menjelaskan mengenai tantangan yang dihadapi dalam pelestarian dan pengelolaanya, diantaranya adalah tekanan pemukiman (munculnya hunian baru yang mendesak bangunan cagar budaya), Pulau Penyengat yang merupakan sebuah pulau kecil yang menciptakan lingkungan pantai yang luas menyebabkan kadar uap garam yang tinggi mengancam kelestarian Cagar Budaya. Hal yang lainnya yang perlu diperhatikan adalah Aksebilitas ke Pulau Penyengat,untuk mencapai Pulau Penyengat pengunjung harus melewati pelabuhan Tanjung Pinang dan transportasi yang dgunakan adalah perahu kecil tentunya sangat rentan kecelakaan karena pada musim musim tertentu ombak agak tnggi, hal  ini harus menjadi pehatian khusus untuk sebuah pusat wisata budaya. Tantangannya tidak hanya sampai disitu, selera kebaruan juga menjadi momok tersendiri bagi warisan budaya ini, yang bisa merusak lanscape yang mengakibatkan ketidak harmonisan dengan cagar budaya, merubah aktifitas baru dan budaya baru, tentunya ini menggerus nilai nlai luar biasa yang dimiliki kawasan Pulau Penyengat.

Selain tantangan Bapak Marsis juga menjelaskan peluang kedepan dipunyai Pulau Peyengat,

  • Sebagai identitas budaya melayu, maka bisa diciptakan aktifitas revitalisasi budaya melayu dalam bentuk kesenian ex: seni, pakaian kuliner untuk kesejahteraan masyarakat pulau penyengat khususnya dan Tanjung Pinang secara umum
  • Sebagai destinasi rumpun melayu maka  bisa diciptakan wisata rumpun melayu lintas negara, paling tidak rumpun melayu yang ada di Indoensia, Malaysia, Thailand, Sehingga akan muncul ikatan yang kuat dimana pulau penyengat menjadi tempat bagi mereka untuk pulang kampung mengunjugi negeri leluhur, jadi narasi sebagai rumpun melayu harus kembali dikuatkan
  • Pulau penyengat sebagai wisata sejarah akan semakin kuat dengan menghubungkan hubungan kekerabatan, kepercayaan yang bisa menjadi modal kuat wisata ziarah antar negara dan daerah.

Untuk menjadi World Heritage bukan pekerjaan mudah namun pulau penyengat punya peluang, bahkan pernah masuk dalam tentatif World Heritage. Untuk itu perlu eksplorasi dan ekplanasi yang masif, yang dilihat dari OUV (outstanding universal value)  atau nilai- nilai luar biasa dan UNESCO punya ketentuan mengenai nilai niai luar biasa ini.  untuk meningkatkan OUV perlu kolaborasi dengan tempat lain, dalam memunculkan narasi sebagai kerajaan melayu yang besar dengan melekatkan kembali hubungan yang kuat antara Pulau Penyengat, Daik dan Hulu Riau Bintan karena ketiganya terikat dalam satu kesatuan sejarah. (Laporan Merry Kurnia)