Menaiki Speedboat dari pantai Cerocok Painan, Pesisir Selatan selama lebih kurang 10 Menit maka akan sampai ke Pulau Cingkuk, Pulau Cingkuk sebuah pulau kecil di Teluk Painan. Benteng, dermaga dan makam Belanda, ada dan berdiri dari sisa reruntuhan kejayaan perdagangan pantai Barat Sumatera Pulau Cingkuk. Kawasan ini telah menjadi bagian dari Cagar Budaya di Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumatera Barat wilayah Kerja Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau dengan Nomor Inventaris 04/BCB-TB/A/14/2007 dan Upaya untuk pemutakhiran Benteng Portugis di Pulau Cingkuk  dilakukan tahun 2017.

Kawasan Pulau Cingkuk merupakan benteng Portugis namun menemui puncak kejayaannya benteng ini sebagai gudang lada masa VOC. Hanya dalam waktu beberapa tahun Pulau Cingkuk mampu menjadi satelit perdagangan di Pesisir Selatan pantai barat Sumatera.

Dalam banyak Literatur sejarah Pulau Cingkuk memiliki nama lain yaitu Chinco, Poulo Chinco, Poulo Chinko (Dalam bahasa Portugis) Poeloe Tjinko, Poelau Tjingkoek, Pulu Tjinkuk (Dalam bahasa Belanda). Nama Pulau Cingkuk mulai tersebut sejak Painansch Traktaat pada tahun 1663. VOC mendirikan loji di Pulau Cingkuk tahun 1669 sebagai Gudang. Di sini Thomas Van Kempen, kepala dari Pantai Barat Sumatera tinggal. Dia sebagai Panglima yang mengendalikan Padang dan pejabat untuk pertukaran lada. Lada diekspor dari Poulo Chinco dalam penamaan Portugis ke India oleh VOC. Pulau Cingkuk juga rumah bagi hamba-hamba dan penjaga rumah tentara bahkan juga terdapat kebun-kebun anggur.

Pantai Barat Sumatera merupakan pemasok utama lada. Awalnya VOC didirikan sebuah pos perdagangan, tetapi kedatangan bangsa Eropa menyebabkan ketegangan dengan penduduk. Untuk mengantisipasi ketegangan tersebut dibangun benteng pertahanan di bukit batu di tengah-tengah pulau dikelilingi oleh Tiang kayu. Pada tahun 1679 gudang batu dibangun dari batu dinding sepanjang 5 meter dan tebal 75 cm. Ada dua gerbang: di utara dan di sisi selatan, pulau ini sangat tidak sehat karena menyebabkan kematian yang tinggi antara penduduk. Pulau Cingkuk benar-benar harus menjadi cabang utama VOC di Pantai Barat Sumatera, Namun pada tahun 1818 dibangun kembali pos perdagangan. Peninggalan-peninggalan arkeologi yang terdapat di Pulau Cingkuk berupa sisa-sisa benteng yang yang tidak utuh hanya berupa tembok pagar sebelah timur, pintu utama di bagian barat, dan dermaga di sebelah timur. Selain itu juga terdapat Kherkof makam dari bahan batu marmer bertuliskan bahasa Portugis dan sebuah lubang (sumuran).

Sebelah selatan sepanjang 37,50 meter dilengkapi pintu berukuran 2,90 meter (berjarak 9,50 meter dari ujung selatan tembok, disebut Gerbang I). Tebal tembok 0,90 meter dengan tinggi 3,60 meter. Pada jarak 7,30 meter dari ujung utara tembok itu ada tembok lain ke arah barat sepanjang 6,5 meter, termasuk pintu 1,50 meter (Gerbang II). Permukaan tanah di bagian barat (dalam) tembok lebih tinggi sekitar 35 cm dibanding permukaan tanah di bagian timur (luar) Gerbang I berhiaskan pelipit yang menegaskan keberadaannya sebagai gerbang.

Selanjutnya di bagian utara pulau. Berjarak 35 meter disebelah barat Gerbang I adalah Gerbang III, pintu masuk ke areal lain Benteng Portugis Pulau Cingkuk. Strukturnya berupa susunan bata berspesi. Batanya putih kecoklatan dan merah. Bata putih untuk bagian kaki sampai badan gerbang, sedangkan bata merah pada bagian kaki, kepala, dan bagian pelipit. Gerbang setinggi 3,45 meter itu berpuncak undakan persegi panjang berambang lengkung setinggi 2,75 meter. Kedua sisi bagian akhir lengkungan dibatasi pelipit. Lebar gerbang 1,60 meter. Ini pintu masuk ke bagian pertapakan berisi reruntuhan bangunan yang dibatasi tembok keliling dan Dinding/dinding penahan tanah. Tembok batu dan bata berspesi membentang barat­timur sepanjang 23,50 meter, menempel di sisi selatan Gerbang III.

Di ujung barat tembok membentang Dinding setinggi 2,50 meter hingga 3,30 meter ke arah utara. Dinding itu adalah susunan/tumpukan batu alam berukuran besar (boulder), yang berbelok ke arah utara sepanjang 15 meter. Keseluruhan Dinding dan tembok yang berawal pada Gerbang III lebih berperan sebagai sarana mendapatkan permukaan datar yang lebih tinggi dari lahan sekitarnya, terlebih bila dibandingkan dengan bagian utara dan timurnya.

Dataran itu membentuk denah dua empat persegi panjang yang digabungkan. Denah pertama di selatan berukuran 30 meter x 23,50 meter, dan denah kedua di utara berukuran 15 meter x 12,50 meter. Di bagian lahan yang berdenah empat persegi panjang di utara dijumpai dua lapis Dinding lain. Masing­masing Dinding yang berukuran lebih rendah dari Dinding utama menempati bagian permukaan tanah yang lebih tinggi.

Selama dipimpin oleh Thomas Van Kempen, benteng Portugis di Pulau Cingkuk sudah semacam rumah tuan Tanah seperti di Eropa. Tata ruang dirangkai sedemikian rupa layaknya pemukiman dikelilingi oleh benteng dengan tiang pancang Kayu dan tembok batu. Tujuannya menakis serangan musuh baik dari penduduk lokal maupun sesama bangsa Eropa. Bahkan dalam benteng ini juga ada perkebunan anggur sehingga Van Kempen membawa keluarganya ke Pulau Cingkuk. Disebutkan bahwa istrinya meninggal dan di makamkan di Pulau Cingkuk bernama Madam Van Kempen dengan nama aslinya Susanna Geertruij Haije, (Amsterdam 1734-Poeloe Tjinko 1767). Kherkof makam berada di sisi sebelah barat dekat pintu gerbang. Kherkof makam tersebut terbuat dari bahan batu marmer putih, berukuran panjang 162 cm, lebar 85 cm, tinggi 45 cm, membujur kearah utara. Kherkof ini baru diberi nama tahun 1911, oleh cucu perempuannya Sabine Hamid van Kempen.

Pintu Masuk Pulau Cingkuk masih meninggalkan sisa-sisa Dermaga. Bekas dermaga berada di sebelah timur Pulau Cingkuk. Dermaga ini berupa susunan dari batu andesit. Kondisinya sudah rusak parah karena terkikis oleh air laut. Sisa-sisa yang masih dapat dilihat berukuran panjang ±20 meter dengan lebar 3 meter. (Aulia Rahman, BPCB Sumatera Barat).