Pulau Sumatera (Svarnabhumi) memiliki beberapa peninggalan dari masa klasik (masa pengaruh Hindu/Budha) antara lain berupa candi. Beberapa candi yang sudah cukup dikenal antara lain Candi Muara Takus di Riau dan Candi Bahal di Sumatera Utara, sedangkan candi-candi yang ada di Sumatera Barat belum banyak diketahui, kecuali kalangan tertentu yang berkepentingan dengan penelitian.
Gambaran orang terhadap Sumatera Barat atau lebih dikenal sebagai Ranah Minangkabau masih berupa rumah gadang, tari piring, ataupun tentang kehidupan kebudayaan dan keagamaan yang kental. Padahal Ranah Minangkabau sebenarnya mempunyai cukup banyak peninggalan budaya masa lalu akibat dari persentuhannya dengan agama dan kebudayaan Hindu-Budha.
Pengaruh budaya Hindu-Budha di Sumatera Barat berdasarkan bukti-bukti yang ada dimulai pada tahun 1208 Saka atau 1286 M, yaitu sejak peristiwa Ekspedisi Pamalayu. Dari sumber sejarah Indonesia Kuno, khususnya berupa naskah Jawa Kuno seperti Kitab Pararaton dan Kitab Negarakrtagama, disebutkan bahwa tahun 1275 M Raja Krta-nagara mengirimkan tentaranya ke Malayu. Pengiriman tentara yang dikenal dengan sebutan Ekspedisi Pamalayu ini dimaksudkan untuk menjalin persahabatan antara Singhasari (Jawa) dengan Malayu Dhar-masraya (Sumatera) untuk bersama-sama menahan ekspansi Kaisar Khubilai Khan dari Cina.

amoghapasa

Arca Amoghapasa

Untuk mempererat persahabatan kedua kerajaan tersebut, Krtanegara kemudian mengirimkan Arca Amoghapasa pada tahun 1286 M kepada Raja Srimat Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa yang berkuasa di Malayu Svarnabhumi. Amoghapasa merupakan pahatan kelompok arca yang terdiri dari dewa Amoghapasa, sejenis penjelmaan Boddhisattwa Awalokiteswara (salah satu dewa dalam agama Budha) yang bersifat demonis (menakutkan), diiringi dengan 13 dewa-dewa lainnya. Arca tersebut kemudian ditempatkan di Dharmasraya (Marwati Djoened, 1990:83–85), sebuah….selengkapnya klik: Peninggalan Masa Klasik di Sumatera Barat.pdf