Kebutuhan akan sebuah data cagar budaya sudah menjadi konsumsi rutin dari BPCB Sumatera Barat dalam melakukan tindakan pelestarian. Tidak hanya itu, kebutuhan akan data baru dari cagar budaya juga sangat diperlukan di dalam beberapa tindakan pelestarian khusus seperti, pengembangan, pemanfaatan dan pemeliharaan terhadap sebuah cagar budaya. Kebutuhan terhadap ketersediaan data cagar budaya tidak hanya berasal dari lingkungan BPCB Sumatera Barat, melainkan juga datang dari masyarakat, sebagai pihak yang turut merasakan butuhnya informasi cagar budaya.

Untuk mencapai hal tersebut, BPCB Sumatera Barat bekerjasama dengan masyarakat dan pemerintah daerah guna memperoleh informasi keberadaan cagar budaya maupun yang diduga cagar budaya. Melalui Dinas Kebudayaan Kota Payakumbuh, Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat mendapatkan informasi keberadaan sejumlah benda diduga cagar budaya di salah satu Rumah Gadang tertua yang ada di Nagari Limbukan, Kecamatan Payakumbuh Selatan, Kota Payakumbuh, Sumatera Barat pada kamis 6 Agustus 2020. Rumah Gadang Salo merupakan rumah gadang yang telah berdiri sejak tahun 1617 dengan Datuk Pucuk Rajo Batenang (Dt. Paduko Alam) sebagai pemimpin di Limbukan pada saat itu.

Berdirinya Nagari Limbukan berwal dari titah kerajaan Pagaruyung. Sebelum berdiri Nagari Limbukan terlebih dahulu terbentuk Nagari Aie Tabik dan Nagari Tanjuang Panantian. Kemudian pada tahun 1617, nagari tersebut belum memiliki pemimpin, maka datanglah seorang Rajo Batenang dari Nagari Sungai Patai, Tanah Datar untuk menyebarkan agama Islam di salah satu surau di Limbukan. Selanjutnya dari perintah Kerajaan Pagaruyung kemudian diangkatlah Rajo Batenang dengan gelar Dt. Paduko Alam untuk memimpin Nagari Limbukan sebagai Datuk Pucuk. Selain dipilih karena telah menyebarkan agama Islam, saat itu juga dipilih karena memiliki aksesoris yang paling lengkap yang dibawa dari Sungai Patai. Saat ini foto beliau masih terpajang di dinding Rumah Gadang Salo. (Johanes Gazali, 71 tahun)

Sebagai rumah gadang tertua yang sudah berumur lebih dari 400 tahun, rumah gadang ini memiliki berbagai perlengkapan rumah yang juga sudah berumur. Berbagai peralatan rumah tangga, seperti piring, mangkuk, cawan dan wadah makanan masih banyak tersimpan dalam kondisi baik dan utuh. Tidak hanya itu juga banyak dijumpai perlatan upacara adat seperti dulang, carano serta meriam. Peralatan itu hingga saat ini masih digunakan dalam berbagai acara adat kaum. Dari beberapa koleksi yang ada dapat diamati bahwa jenis perlatan upacara seperti dulang dan carano merupakan barang-barang tradisional Minangkabau, sementara itu, benda-benda yang terbuat dari keramik seperti piring, cawan dan wadah keramik beberapa bersal dari Belanda dan negara Eropa lainnya. tercatat sebanyak 53 koleksi benda cagar budaya berhasil dicatat oleh tim Kelompok Kerja Dokumentasi dan Publikasi BPCB Sumatera Barat.

Rumah Gadang Salo sendiri sudah pernah direnovasi pada tahun 2019, kendati demikian masih menyisakan tiang-tiang asli yang masih kokoh sejak awal rumah didirikan. Apresiasi perlu dihaturkan kepada kaum pemilik benda-benda koleksi ini, sehingga keberadaan benda-benda ini masih utuh dan terjaga.

Pendataan dilakukan sebagai tahap awal upaya pelestarian terhadap benda-benda budaya yang masih tersimpan di masyarakat, dan belum mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah daerah maupun Balai Pelestarian Cagar Budaya selaku Unit Pelaksana Teknis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang bertugas untuk melestarikan cagar budaya. Dengan adanya pendataan cagar budaya, benda-benda ini akan dapat didaftarkan dan diregistrasi, sehingga kemudian bisa dinilai kelayakan dan peringkatnya sebagai cagar budaya, setelah itu barulah dilakukan penetapan cagar budaya mulai dari tingkat Kabupaten/Kota, atau Provinsi, dan atau nasional. Dengan adanya penetapan, benda cagar budaya agar mendapatkan pelindungan secara hukum yang telah diatur dalam Undang-undang nomor 11 tahun 2010. Hingga akhirnya dapat dikembangkan dan dimanfaatkan bagi masyarakat dan menjadi aset pemerintah daerah.