Meriam adalah Senjata berbentuk silindrik berukuran besar terbuat dari logam. Meriam kuno hanya memiliki satu lubang untuk keluar masuknya peluru,. Satu lubang lainnya yang berada di moncong dibuat sebagai jalan keluarnya peluru. Berdasarkan jenis peluru yang digunakan, meriam dapat dibedakan atas meriam sulut dan meriam dengan peluru berselongsong. sedangkan  meriam modern memiliki dua lubang yang salah satu di antaranya digunakan sebagai tempat untuk memasukkan peluru, yaitu yang berada di belakang

Meriam sulut ialah jenis meriam kuno yang mesiu dan pelurunya dimasukkan melalui ujung laras. Peledakan mesiu dilakukan dengan cara membakar sumbu melalui sebuah lubang kecil di bagian pangkal meriam. Meriam sulut disebut juga meriam sundut. Adapun meriam dengan peluru berselongsong ialah meriam yang peluru dan mesiunya telah disatukan dalam sebuah wadah sehingga memudahkan penggantiannya. Selongsong berpeluru itu dimasukkan lewat sebuah lubang di bagian pangkal (belakang) meriam dan diledakkan melalui pemicu. Meriam-meriam modern termasuk jenis ini. (Vademekum)

Meriam pertama kali digunakan di Tiongkok, sebagai artileri mesiu paling tua, yang menggantikan persenjataan seperti mesin serbu. Meriam genggam pertama kali muncul pada pertempuran Ain Jalut, antara Mesir dengan Mongol di Timur Tengah. Penggunaan pertama meriam di Eropa diperkirakan terjadi di Iberia, pada saat Reconquista antara Kristen dengan Islam pada abad ke-13. Di Inggris, meriam pertama kali digunakan dalam Perang Seratus Tahun, pada pertempuran Crecy tahun 1346. Pada Abad Pertengahan inilah meriam menjadi senjata standar perang, yang efektif terhadap infanteri dan bangunan. Setelah masa Abad Pertengahan, meriam-meriam berukuran besar mulai ditinggalkan, digantikan dengan meriam ringan yang lebih banyak dan mudah digerakkan. Selain itu, teknologi dan taktik-taktik baru juga dikembangkan, dan membuat benteng-benteng pertahanan menjadi tidak berguna. Akibatnya, dikembangkan juga teknologi benteng bintang, yang khusus dibuat untuk menahan serangan dari meriam.

Teknologi meriam juga mengubah peperangan laut. Angkatan Laut Britania Raya pada masa itu termasuk pihak yang mulai menggunakan kekuatan meriam. Dengan kembangkannya laras melingkar, tingkat keakuratan meriam menjadi semakin tinggi, membuatnya semakin mematikan, khususnya terhadap infanteri. Pada Perang Dunia I, mayoritas kematian disebabkan oleh meriam. Meriam juga banyak digunakan pada Perang Dunia II.[i]

SELINTAS SEJARAH KERAJAAN PELALAWAN

Kerajaan Pelalawan berawal dari Kerajaan Pekantua yang didirikan oleh Maharaja Indera (sekitar tahun 1380 M). Beliau adalah bekas Orang Besar Kerajaan Temasik (Singapura), mendirikan kerajaan ini setelah Temasik dikalahkan Majapahit dipenghujung abad XIV. Sedangkan Raja Temasik terakhir yang bernama Permaisura (Prameswara) mengundurkan dirinya ke Tanah Semenanjung, kemudian men-dirikan Kerajaan Melaka (Tenas Effendy, tt, hal:1).

Lambang Kerajaan Pelalawan

Lambang Kerajaan Pelalawan

Kerajaan Pekan-tua terletak di Sungai Pekantua yang merupakan anak Sungai Kampar. Secara administratif lokasi Pekantua saat ini berada di Desa Kuala Tolam, Kecamatan Pelalawan, Kabupaten Pelalawan. Pada masa pemerintahan Maharaja Jaya (1480-1505M), Pekantua semakin berkembang dan dikenal sebagai Bandar yang menghasilkan barang-barang dagang pada masa itu. Berita ini terdengar hingga ke Melaka sehingga mereka berkeinginan untuk menguasai Pekantua sekaligus mengokohkan kekuasaannya di Pesisir Timur Sumatera.

Sultan Mansyur Syah yang pada saat itu memimpin Kerajaan Melaka melakukan penyerangan terhadap Pekantua, penyerangan tersebut dipimpin oleh Sri Nara Diraja. Pekantua dapat ditaklukkan namun tidak diketahui nasib dari Maharaja Jaya, ada yang mengatakan beliau dibawa ke Melaka dan sebagian ada yang menyebutkan bahwa beliau gugur dalam peperangan. Setelah Melaka berhasil menguasai Pekantua, selanjutnya Sultan Masyur Syah mengangkat Munawar Syah (1505-1511 M) menjadi raja Pekantua, dan saat itu juga nama Kerajaan Pekantua diganti menjadi Kerajaan Pekantua Kampar dan sepenuhnya berada di bawah kekuasaan Kerajaan Melaka.

Kerajaan Pekantua mengalami beberapakali perpindahan pusat kerajaan, yang pertama dilakukan oleh Raja Abdurrahman bergelar Maharaja Dinda (1590-1630 M), pusat kerajaan dipindahkan dari Pekantua (Pematang Tuo) Ke Bandar Tolam yang saat ini dikenal dengan Kuala Tolam. Kemudian kepindahan yang kedua dilakukan oleh Maharaja Lela Utama (1675-1686 M), beliau adalah cucu dari Maharaja Dinda, pusat kerajaan dipindahkan ke Tanjung Negeri di kawasan Sungai Nilo (salah satu anak Sungai Kampar di Desa Kuala Terusan Kecamatan Pangkalan Kerinci).

Setelah Maharaja Lela Utama Mangkat beliau digantikan oleh Maharaja Wangsa Jaya (1686-1691 M), pada masa pemerintahannya Tanjung Negeri diserang oleh wabah penyakit dan banyak yang meninggal karenanya. Putra beliau yaitu Maharaja Muda Lela (1691-1720 M) bermaksud memindahkan pusat kerajaan karena Tanjung Negeri dianggap “sial” yang menyebabkan jatuhnya korban termasuk ayahandanya, namum upayanya gagal karena tidak ada kata sepakat dari para pembesar kerajaan. Maharaja Muda Lela mangkat kemudian digantikan oleh putranya yaitu Maharaja Dinda II (1720-1750).

Pada masa pemerintahan Maharaja Dinda II inilah dapat disepakati pemindahakan pusat kerajaan. Lokasi pusat kerajaan yang baru merupakan tempat yang memang sudah direncanakan atau dicadangkan oleh Maharaja Lela Utama sebagai pusat kerajaan yang baru, disebut dengan “dilalaukan” atau dicadangkan yaitu di Sungai Rasau salah satu anak Sungai Kampar.

Pada kisaran tahun 1725 Masehi dilakukanlah upacara pemindahan pusat kerajaan dari Tanjung Negeri ke Sungai Rasau, pada saat itu pulalah nama Kerajaan Pekantua Kampar diganti menjadi Kerajaan Pelalawan yang artinya tempat lalauan atau tempat yang sudah dicadangkan.

MERIAM-MERIAM PENINGGALAN KERAJAAN PELALAWAN

Kerajaan Pelalawan banyak meninggalkan peninggalan berupa meriam. Beberapa diantaranya saat ini telah dikumpulkan di satu tempat dan telah diberikan cungkup sebagai pelindungnya. Meriam-meriam tersebut berasal di Kecamatan Pelalawan dimana Istana Sayap serta makam Raja-Raja Pelalawan berada. Menurut informasi masyarakat masih banyak lagi meriam-meriam yang terpendam di dalam rawa.

Tempat Penyimpanan Meriam Pelalawan

Tempat Penyimpanan Meriam Pelalawan

Jumlah meriam yang berada di dalam cungkup adalah 12 buah, meriam-meriam tersebut digunakan pada saat perang melawan Kerajaan Siak dan pada saat melawan penjajah Belanda. Ukuran meriam ini bermacam-macam yang terkecil memiliki panjang 1,3 m dan yang terpanjang memiliki panjang 2,25 m .

Meriam Pelalawan

Meriam Pelalawan

Kondisi meriam-meriam ini cukup terawat, dengan adanya cungkup menjadikan meriam ini terhindar dari kerusakan yang disebabkan oleh cuaca, selain itu dengan cat yang melapisi meriam tersebut dapat mengurangi korosi yang terjadi pada meriam tersebut.

Meriam dicat untuk mengurangi kerusakan

Meriam dicat untuk mengurangi kerusakan

Keberadaan meriam ini erat pula kaitannya dengan tinggalan-tinggalan Kerajaan Pelalawan lainnya, antara lain Makam Raja-Raja Pelalawan I, Makam Raja-Raja Pelalawan II, Makam Raja-Raja Pelalawan III, Istana Sayap, dan Masjid Hibbah yang berada dekat dengan Makam Raja-Raja Pelalawan III.

Tinggalan-tinggalan berupa meriam ini merupakan aset sejarah yang sangat berharga. Banyak hal yang dapat dipelajarai melalaui tinggalan berupa meriam diantaranya adalah teknologi pertahanan masa lalu baik dari segi materialnya maupun dari strategi pertahanan dengan menganalisis keletakan dari meriam-meriam tersebut. Walaupun keletakan meriam tersebut sudah tidak in situ lagi tetapi informasi mengenai sumbernya dapat membantu dalam melakukan analisisnya. (Fauzan Amril)

 

[i] http://id.wikipedia.org/wiki/Meriam, Akses 11 Januari 2012, 10.17