Pendahuluan

Kepulauan Mentawai hari ini adalah sebuah daerah yang familiar dengan keindahan alamnya. Ombak Mentawai, telah menjadi magnet yang menarik banyak pengunjung dari berbagai negara yang ingin merasakan nikmatnya berselancar. Dulu, wilayah tersebut hanyalah sebuah space bagi para antropolog yang ingin mengetahui lebih lanjut tentang kehidupan yang mereka anggap diperagakan oleh sekelompok orang aneh. Dari awal kedatangan hingga berakhirnya masa kolonial, Kepulauan Mentawai tidak begitu tersentuh oleh berbagai macam aktifitas dan administrasi kolonial sehingga persepsi tentang keterasingan masyarakat Mentawai semakin pekat, bahkan berlangsung hingga hari ini. Bertolak belakang dengan narasi keterasingan tersebut, Kepulauan Mentawai selain dengan kebudayaannya yang khas, juga kaya dengan informasi kesejarahan. Selat Pagai, yang merupakan salah satu selat di gugus Kepulauan Mentawai menyimpan banyak bekas bangunan pertahanan. Bukti-bukti fisik bangunan pertahanan yang dapat ditemukan itu menyiratkan bahwa pada masa lalu, Kepulauan Mentawai merupakan salah satu ruang geografis yang sangat strategis sebagai wilayah pertahanan. Bagaimana Mentawai dalam catatan-catatan bangsa asing dan kenapa di wilayah tersebut banyak ditemukan bangunan pertahanan adalah persoalan yang hendak dibahas dalam tulisan ini.

Mentawai salah satu  Kepulauan terluar di pantai barat Sumatera mulai memiliki posisi penting sejak lama. Selama bertahun-tahun sebelum perdagangan ini ada antara masyarakat adat dan daratan Sumatera, Cina dan Melayu. Pola dan perdagangan antara masyarakat di  Kepulauan Induk,  Kepulauan Sumatera telah terjalin sejak mulai abad ke 16. Catatan bangsa Eropa terkait dengan interaksi masyarakat di  Kepulauan Mentawai terdokumentasi oleh perjalanan Inggris tahun 1792. John Crisp yang mendarat di  Kepulauan-Kepulauan pada tahun 1792, telah tiba pada pertengahan 1700 di perjalanan orang Inggris yang membuat upaya gagal dan untuk mendirikan sebuah pemukiman pertanian lada di sebuah  Kepulauan selatan Pagai Selatan.

Belum ada teori yang disetujui bersama mengenai asal-usul nenek moyang orang Mentawai Hal ini disebabkan karena ada begitu banyak versi cerita yang menjelaskan hadirnya pendatang pertama di wilayah ke Kepulauanan itu.  Selain itu, tidak tersedianya sumber peninggalan arkeologis dan literatur-literatur yang memungkinkan penelusuran sejarah nenek moyang suku Mentawai menjadi semakin sulit. Juniator dalam desertasinya mencoba mengumpulkan beragam kisah tersebut. la menggolongkan kisah-kisah berdasarkan periode waktu: tahun 1842 lalu 1930. Seperti yang ditulis para ahli antara tahun 1842 hingga 1930, yang menjelaskan penduduk asli Mentawai adalah orang Melayu yang datang dari wilayah sumatera (padang).  Kisah-kisah yang diceritakan tentang hak cipta dengan laporan-laporan tertulis yang diperlihatkan pada talyun 1900-1991.Sumber-sumber ini memberikan informasi mengenai pendatang kemudian ke Kepulauanan nias yang bemama Aman Tawe (lihat Kornelius Glossanto, 2019:38) Nama ini berasal dari bahasa Nias yang berarti ‘Ayah Tawe’. Seiring pergeseran waktu pembacaan Ametawe menjadi Mentawe dan pada akhirnya dikenal sebagi Mentawai.

Di samping kapal-kapal dagang (membawa orang dan barang), sejak dekade kedua abad ke-20 juga berdatangan ke Indonesia kapal-kapal penangkap ikan Jepang. Jumlahnya ada ratusan setiap tahun. Warga Jepang lainnya yang juga datang ke Indonesia adalah kaum terpelajar dan turis. Kedatangan kaum cendekia Jepang bukan untuk menuntut ilmu, tetapi untuk mempelajari berbagai aspek sosial, budaya, ekonomi, dan politik, serta lingkungan alam Indonesia. Kedatangan wisatawan Jepang tentu saja untuk menikmati pesona alam Nusantara. Dibandingkan dengan kelompok masyarakat kebanyakan dan zaibatsu, jumlah cendekiawan dan wisatawan yang datang relatif sedikit. Namun, walaupun sedikit, pengaruh mereka cukup besar, apalagi bila dilihat dari perspektif politis. Kaum cendekiawan khususnya, mampu mengetahui banyak potensi sosial, budaya, ekonomi, dan politik Indonesia, dan sampai taraf tertentu mampu menghadirkan pandangan tersendiri dari orang Indonesia terhadap Jepang.

Sementara penandatanganan kontrol Sumatera dan Semenanjung Malaya, Belanda kembali pada tahun 1864 untuk mengklaim ke Kepulauanan Mentawai di bawah kedaulatan Hindia Timur posisi dipertahankan sampai Perang Dunia Kedua. Dari sekian banyak perubahan yang dialami oleh orang-orang dari Siberut selama periode ini dan dekade berikutnya – terutama pembentukan koloni pemaksaan di Muara Siberut dan kedatangan dan aturan kekerasan otoritas Jepang selama periode Perang Dunia Kedua.(lihat sukumentawai.org) Namun yang pasti, pada masa perang dunia ke II,  Kepulauan Mentawai memiliki arti penting bagi Jepang sehingga sampai saat ini, peninggalan arkelogi yang dapat ditelurusi yakini peninggalan tradisional dan peninggalan Jepang berupa Pillbok atau bungker-bungker pertahanan.

Salah satu pillbok di Mentawai

Pada sisi tinggalan arkeologis di Kepulauan Mentawai berupa Bunker jepang yang tersebar di tepi pantai di pulau-pulau di Mentawai menunjukkan betapa pentingnya Mentawai pada masa Perang dunia ke II. Setidaknya yang baru ditemukan ada 13 bunker Jepang tersebar di kepulauan Mentawai. Di Muara Siberut Pillbox ini Berada di kaki bukit langsung mengarah ke laut selat Mentawai.

Selain Pesona  Kepulauan mentawai dengan keragaman hayati, kekhasan budaya yang dan tradisi yang masih berlanjut sampai sekarang. Mentawai sudah dijadikan daerah penting dalam percaturan dunia di abad ke 20.  Identifikasi bunker-bungker jepang di kepulauan mentawai ada beberapa kesimpulan bahwa antara lain kepulauan mentawai di jadikan sebagai lokasi pertahanan terdepan oleh pendudukan jepang dalam mengantisipasi serangn sekutu daru Samudera Hindia. secara arah hadap, pillbok ini juga memiliki beberapa kareakter seperti untuk pengintaian. biasanya bunker untuk pengintaian terletak di atas bukit seperti Lubang Jepang berada tepat diatas bukit pastoran meghadap ke sungai dan laut selat mentawai. bungker untuk penyerangan secara langsung seperti beberapa pillbok yang menghadap ke laut dan posisi yang diincar oleh Jepang yakni selat-selat yang berkemungkinan dilalau Kapal-kapal sekutu di Muara Siberut Pillbox ini Berada di kaki bukit langsung mengarah ke laut selat mentawai.

Dari segi fungsi, diperkirakan Pillbox ini berfungsi untuk mengamankan selat Pagai, yang indikasinya lubang tempat laras senapan mengarah ke seluruh penjuru selat, sedangkan pintu masuk mengarah ke daratan. salah satu penanda pillbok jepang ini sebagai pertahanan agar kapal-kapal musuh tidak merapat di kepulauan mentawai ditemukannya pilbok Jepang yang sudah mulai terkikis oleh abrasi pantai di dusun pasibuat, Muara Taikako Sikakap. secara umum, pillbok jepang yang ada di Sumatera barat termasuk di mentawai Teknik pengerjaan Pillbox diperkirakan dengan sistem mengecor lapis demi lapis yang terlihat dari garis-garis lapisan pada sisi luar Pillbox. Finishing permukaan Pillbox dibiarkan begitu saja, tanpa penghalusan maupun pemelesteran kembali.

Jepang memberikan perhatian pada daerah-daerah pantai maupun kepulauan di Samudera Hindia bukan tidak ada alasan karena setelah keterlibatan jepang dalam perang dunia dengan diserangnya pangkalan militer Amerika di Pearl Harbor, Hawaii artinya mereka siap berperang juga dengan negara Persemakmuran Inggris (Australia, Selandia Baru, Kanada, dan Persatuan Afrika Selatan), Republik Sosialis Uni Soviet, yang dikenal sebagai “Big Three”, memegang kepemimpinan dari kekuatan pasukan Sekutu.lihat di Kompas.com dengan judul “Serangan Pearl Harbor, Peristiwa yang Mengubah Sejarah Dunia.”,  Akhirnya dapat ditarik benang merah bahwa sudah saatnya mentawai dijadikan sebagai daerah penting dalam proses pelestarian cagar budaya khususnya di Sumatera Barat.  

  • Penutup.

Mentawai sebagai sebuah gugusan pulau terluar di bagian barat Pantai Sumatera merupakan wilayah yang tidak hanya kaya dari sudut pandang antropologis. Di wilayah tersebut banyak ditemukan bangunan pertahanan seperti bungker dan pillbox terutama ditemukan secara teratur di Selat Pagai. Bangunan pertahanan itu memberikan informasi bahwa pada masa penjajahan, Mentawai telah eksis sebagai sebuah wilayah pertahanan yang sangat strategis bagi Belanda maupun Jepang. Fakta yang diterangkan dalam pembahasan di atas merupakan argumentasi bahwa wilayah Mentawai layak untuk dicantumkan dalam narasi-narasi sejarah yang dibuat ke depan.