Merlina Agustina Orllanda
Revolusi Industri di Inggris memberi pengaruh besar pada setiap aspek kehidupan umat manusia. Akhir abad ke-18 dan ke-19 menjadi titik balik penggunaan tenaga manusia yang digantikan oleh mesin-mesin. Di waktu itu terjadi perubahan teknologi, sosial-ekonomi dan budaya yang menyebabkan meningkatnyapertumbuhan penduduk serta pendapatan rata-rata di tiap negara.
Berkat peristiwa yang terjadi di Inggris, maka Eropa tumbuh dan berkembang menjadi pusat perdagangan dunia. Untuk memenuhi kebutuhan pasar internasional, bangsa penjelajah mulai melakukan ekspansi ke seluruh dunia hingga sampailah di Nusantara. Aktivitas para kolonialis itu didukung pula oleh adanya penemuan berbagai sarana dan prasarana transportasi yang memuluskan langkahnya
Diantara bangsa pelancong, yang paling fenomenal di tanah air adalah Belanda. Tidak dipungkiri luapan hasil bumi dan laut Indonesia menjadi pemicu terjadinya imperialisme. Pulau Sumatera adalah salah satu pulau yang memiliki kekayaan alam potensial, tidak terkecuali Sumatera Barat yang menghasilkan emas, lada, kopi dan sumber daya lainnya. Awal abad ke-18 kopi merupakan hasil komoditas ekspor yang paling berharga sehingga sekitar tahun 1847 Belanda memberlakukan tanam paksa kopi di Sumatera Barat (Amran : 1981) (Kahin :1979).
Sumatera Barat yang begitu strategis semakin terbukti dengan penunjukkan Kota Padang sebagai Ibukota pada tahun 1668. Padang Merupakan salah satu kota yang menjadi sentral perdagangan Pantai Barat Sumatera sehingga Kota Padang begitu berarti bagi Belanda dalam menjalankan roda pemerintahan di Sumatera bagian tengah. Kemudian itu, sejak berpindahnya pusat perdagangan dari Pulau Cingkuak yang terletak di Selatan Kota Padang ke Pelabuhan Teluk Bayur, maka Kota Padang menjadi sangat esensial dari segi perkembangan jaringan perdagangan (Rahman, 2018:35).
Dari pada itu, Sumatera Barat juga mengantongi hasil tambang berupa batubara yang menjadi produk primadona.Sumber energi inimenunjang industri dan transportasi Belanda. Faktor penyebab emas hitam ini berasal dari Bumi Sawahlunto karenaletak geografisnyadi Timur Laut Padang, Sumatera Barat tepatnya pada dataran tinggi di bagian tengah Bukit Barisan, pegunungan yang membujur sepanjang Pulau Sumatra (Asoka, dkk, 2016:6).
Terdesaknya kebutuhan bahan bakar kapal-kapal uap milik pemerintah Belanda dan swasta mendorong dibukanya kegiatan penambangan di Sawahlunto.Di waktu itu angkatan laut Belanda sangat membutuhkan pasokan batubara agar kapal-kapal uapnya dapat mengontrol daerah koloni. Keberadaan batubara juga sangat penting untuk dieksporke perusahaan-perusahaan global seperti industri perkapalan (kapal-kapal uap) dan kereta api (Husnita, 2011: 2).
Berkembangnya perdagangan memberikan dampak positif terhadap kegiatan ekspor dan impor batubara. Periode itu menandakan bahwa Masyarakat Minangkabau telah memasuki masa industri berkat penemuan batubara di Sawahlunto, kereta api, Pelabuhan Teluk Bayur dan Industri Semen. Dengan demikian Bukitinggi, Sawahlunto dan Kota Padang merupakan tiga wilayah penting di Masa Hindia Belanda. Ditambah lagi dengan adanya alat transportasi masal yang mendukung perdagangan dalam dan luar negeri yaitu kereta api. Dari situdirancanglah sebuah stasiun induk sekaligus pusat yang menjangkau dan membawahi seluruh stasiun di Sumbar. Adapun stasiun yang dimaksud adalah Stasiun Simpang Haru di Kota Padang (Rahman, 2018:37). Fenomena itu menandai terjadinya dinamika dalam dunia transportasi. Pemerintah kolonial di Sumatera mulai membangun sarana agar mempermudah pengangkutan hasil alam untuk dikirim ke Eropa sehingga dibangunlah beberapa stasiun kereta api di Sumatera Barat. Adapun pembuatan jalur kereta api di Tanah Minang disesuaikan dengan keadaan alam yang berbukit bukit.
Pada 6 Juli 1889 dibangunStasiun Simpang Haru yang letaknya di Padang Timur. Pembuatan stasiun ini sejalan dengan pembangunan jalur keretaapi sepanjang Padang sampai Sawahlunto. Fungsi berdirinya stasiun ini untuk memperlancar distribusi batu bara dari Sawahlunto ke pelabuhan Emhaven (kini Teluk Bayur). Adapun jalur kereta apiyang dibangun melintasi Pulau Aie (Muaro Padang) – Padang Panjang,diteruskan ke jalur Padang Panjang – Bukittinggi (selesai 1891), Padang Panjang- Solok (selesai 1892), kemudian jalur Solok – Muaro Kalaban dan Padang – TelukBayur yang juga selesai pada tahun 1892 2017 (Daftar Pemutakhiran Cagar Budaya Kota Padang : 2018),
Setelah Stasiun Kereta Api Simpang Haru dibangun, maka Jalur kereta api diresmikan tahun 1892. Dari situ semakin meningkat aktivitas perindustrian danpertambangan di Sumatera Barat. Imbasnya daerah-daerah yang dilalui kereta apimenjadi daerah penyanggah perekonomian. Khusus untuk kota Bukittinggi,dijadikan sebagai daerah penghubung dari Pantai Barat ke Kota Sawahlunto, Payakumbuh, Agam, Tanah Datar. Sedangkan kota Padang hanya sebagai Pusat Pemerintahan dan Kota Pelabuhan Pantai Barat Sumatera (Rahman :2018).
Dewasa ini Stasiun Kereta Api Simpang Haru hanya sekedar fasilitas yang melayani penumpang dari Stasiun Simpang Haru ke BIM (Bandara Internasional Minangkabau), pelayanan Padang-Pariaman dan pelayanan Padang-Kayutanam, padahal peranan Stasiun Kereta Api Simpang Haru tempo dulu sangat esensial untuk mengoperasikan penumpang dan barang dengan rute Padang Panjang, Bukittingi, Payakumbuh bahkan Simalanggang,Dangung-dangung dan Limbanang (Suliki). Dari Padang Panjang disediakan pelayananmenuju Solok, Muaro Kalaban dan Sawahlunto. Informasi yang ada menggambarkan eksistensi kereta apidalam mobilitas orang dan barang di Sumatera Barat. Hampir semua daerah di Sumatera Barat memiliki akses saranatransportasi kereta api (Asnan:2018).

Stasiun Kereta Api Simpang Haru
Sumber : Dokumentasi BPCB Sumatera Barat Pada Tahun 2018

Stasiun Kereta Api Simpang Haru Kota Padang merupakan pusat yang menjangkau dan membawahi seluruh stasiun di Sumatera Barat. Berkat nilai sejarah yang terkandung di dalamnya, makastasiun yang terletak di Jalan Stasiun Kelurahan Simpang Haru Kota Padang ini dikategorikan sebagai peninggalan cagar budaya dengan nomor inventaris 58/BCB-TB/A/01/2007. Pemerintah Hindia Belanda menghadirkan stasiun ini demi kelancaran aktivitas perkeretaapian (khususnya proses pengangkutan batubara) (Rahman :2018).
Demi memudahkan pengiriman batu bara dari Sawahlunto ke Pelabuhan Emmaheven (Teluk Bayur sekarang), maka dibangunlah Stasiun Kereta Api Simpang Haru pada 6 Juli 1889. Agar Sumatera Barat tidak bergantung terhadap Jawa, maka pemerintah kolonial mendirikan bengkel kereta api berupa 4 los besar dengan kontruksi besi di JalanSawahan. Pendirian bengkel ini agar perkeretaapian diSumbar tidak bergantung pada Jawa. Di dekat bengkel ini terdapatgedung penyimpanan lokomotif. Bengkel ini juga disertai bangsal khusus yang terbuat dari kayu untuk membuat segala keperluan kereta api arah KayuTanam, arah ke Teluk Bayur dan pembanguan jembatan Seberang Padang (Daftar Pemutakhiran Cagar Budaya Kota Padang : 2018).
Sebagaiwarisan kolonial, stasiun ini memiliki arsitektur“Indische Empire”, dengan keunikan teras depan yang luas, gevel depan yang menjendul, pias–pias menjulang bernuansaYunani.Pola, bentuk, lantai dan plint didominasi oleh warna putih yang menjadi kecenderungan saat itu.Struktur kontruksi cagar budaya ini membentang lebar dengan atap yang bercorak pelana. Pada atap tampak bukaan ventilasi maupun “double gevel” sehingga seperti atap bertingkat yang memungkinkan kestabilan sirkulasi udara. Umumnya stasiun yang menampung banyak orang, maka bangunan ini disertai lubang sirkulasi udara dan plafon dari kayu yang memberi kesejukan. Pada pola pintu dan jendela stasiun memiliki ciri khasIndies, dengan menggunakan rangka tinggi dan besar, serta dihiasi ornamen pada keliling kusen pintu berupa tempelan keramik yang mengatur pencahayaan (Daftar Pemutakhiran Cagar Budaya Kota Padang : 2018).
Corak barat lainnya pada Stasiun Simpang Haru terlihat dari penggunaan marmer kasar sebagai pembatas antara selasar dan jalur rel kereta api. Secara keseluruhan bangunan menggunakan struktur baja supaya mendapatkanbentangan yang lebar, mulai dari struktur kolom, kuda-kuda, balok maupun konsol. Selasar sengaja dibuat lebar agar percikan air hujan dan sinar matahari langsung turun ke bawah. Kemudian pada drainase dibuat vertikal agar air dari pembuangan atap dapat mengalir lancar ke pembuangan (Daftar Pemutakhiran Cagar Budaya Kota Padang : 2018).
Kehadiran Stasiun Kereta Api Simpang Haru sebagai bagian dari Sejarah Kolonial di Tanah Minang menyisakan unsur budaya dan pengetahuan, khususnya warisan terkait teknik membuat bangunan stasiun. Lihat saja pada pembangunan rel yang ada di Sumatera Barat tampak bergerigi. Kemudian terdapat konstruksi bangunan jembatan danterowongan. Terkait itu, dapat disimpulkan bahwa teknologi kereta api di Sumatera Barat yang dibangun oleh Belanda menyesuaikan dengan kondisi geografis alam Sumatera Barat yang padat tanjakan dan kelokan.
Menilik Sejarah Stasiun Kereta Api Simpang Haru akan membawa fantasi kita untuk membaca situasi yang terjadi di Sumatera Barat saat itu, seolah menggiring kita ke zaman kolonial yang penuh eksploitasi, namun sedikit menyadarkan kita bahwa Sumatera Barat tidak hanya kaya sumber daya alam, namun berlimpah histori yang memberikan berjuta wawasan kepada generasi penerusnya. Di akhir kata, tulisan ini mengajak pembaca untuk bersyukur atas alam yang dilimpahkan Pencipta, mempertahankan apa yang dimiliki dan tidak pernah berhenti belajar dari masa lalu demi menyongsong sebuah perkembangan.

REFERENSI

Rahman, Aulia. 2018. Menikam Jejak Kereta Api di Sumatera Barat. Batusangkar: Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat,Kemendikbud.
Kahin, Audrey. 1979. Perjuangan Kemerdekaan Sumatera Barat Dalam Revolusi Nasional
Indonesia 1945-1950. Sumatera Barat : Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI)
Cabang Sumatera Barat bekerja sama dengan ex. Tentara Pelajar Sumatera Tengah (CTP)/ Pelajar Pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia.
Asoka, Andi dkk. 2016. Sawahlunto Dulu, Kini, dan Esok : Menjadi Kota Tambang yang Berbudaya. Padang: LPTIK Unand.
Husnita, Liza. 2011.“Tambang Batubara Rakyat di Sawahlunto Pasca Orde Baru: Studi Pengelolaan dan Kebijakan Otonomi Daerah tentang Pertambangan Rakyat”,TesisMagister Konsentrasi Pendidikan Sejarah.Padang: Universitas Negeri Padang.
Tim Pelestari BPCB Sumatera Barat. 2018. Daftar Pemutakhiran Cagar Budaya Kota
Padang.Batusangkar. Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat.