Pulau Berhala adalah salah satu pulau yang cukup penting dalam sejarah Riau Kepulauan. Pulau Berhala sebelumnya pernah dipersengketakan antara Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dan Pemerintah Provinsi Jambi terkait status kepemilikan. Terjadi “perang dingin”, sengketa kepemilikian pulau antar daerah tidak saja berkaitan dengan persoalan hukum antar daerah tetapi juga persoalan sosial.[1] Jambi dan Riau masing-masing mengklaim, namun klaim Pemerintah Jambi atas kepemilikan Pulau Berhala tidak didukung oleh validitas legalitas historis sejarah. Sebab bukti kepemilikan yang disampaikan Jambi hanya berupa mitos (legenda) dan tulisan artikel disebuah majalah geografi dan eksiklopedia di Belanda yang legalitasnya lemah karena bukan arsip. Menurut Harto Yuwono sejarahwan Universitas Indonesia (2011), data klaim kepemilikan Jambi antara lain mengacu tulisan di majalah TNAG (Tijdschiift Vork  ardrijkskundigt Gennortschap), sebuah majalah geografi di Belanda terbit 1870-1942. Pada 1914 mengangkat tulisan tentang Pulau Tujuh, dikatakan Berhala “eiland bij Jambi” yang diterjemahkan Berhala milik Jambi padahal artinya Berhala dekat dengan Jambi.[2] Dari polemik yang berkembang dan pada sengketa diakhiri dengan hasil persidangan dan Keputusan Mahkamah Konstitusi tahun 2012 Nomor 62/PUU-IX/2012 MK.[3] Putusan tersebut  mengakhiri kisruh tidak jelas status kepemilikkan dan sengketa kepemilikan Pulau Berhala antara Provinsi Jambi dan Provinsi Kepulauan Riau.

Keberadaan Pulau Berhala awalnya dapat kita temukan dalam catatan sejarah keberadaan pulau ini dijuluki dengan beberapa nama antara lain:  Pulau Dakjal (dari orang Arab), Pulau Afgod (Belanda), Pulau Bertayil (Jerman), Pulau Varella atau Verrella (Portugis). Dalam catatan perjalanan Tome Pires bersama Francisco Rodrigues tahun 1513 dalam buku Suma Oriental (1944) juga sebelumnya pernah menyinggahi pulau Berhala memberikan julukan dengan nama Pullo Berella. Kemudian sebagian pelaut atau nelayan menamakannya Pulau Hantu. Keberadaan Pulau Berhala, berawal dari catatan Portugis. Pulau Berhala menjadi salah satu pulau yang dianggap penting sebagai pulau yang berada di jalur perdagangan di Pantai Timur Sumatera dan dan terhubung dengan Selat Malaka. Bagi orang Portugis Pulau Berhala dijuluki dengan nama Varella atau Varelles.

Peta 1:Peta Selat Sunda dan bagian selatan Sumatra tahun 1665 – 1668
(sumber: http://www.atlasofmutualheritage.nl/)

Dalam catatan sejarah, pada awal  abad ke-16 Masehi Portugis  mulai melakukan ekspansi ke Malaka dan kerajaan-kerajaan   kecil   seperti   Melayu-Riouw  dan  Rokan. Kemudian, ditambahkan pula, menurut   berbagai  sumber,  di antaranya laporan Tome Pires.[4] Tome Pires seorang musafir Portugis ketika mengikuti pelayaran Francisco Rodrigues tahun 1513, melewati pulau Singkep dari Pulau Berhala dalam perjalananya dari Malaka menuju Jawa (Sunda Kelapa), mengunjungi Pulau Berhala dan telah menyaksikan Pulau ini memiliki hubungan dengan Singkep, dengan menemukan banyak orang-orang (nelayan) dari Singkep datang mengambil air dan tinggal disana. Ketika pelayaran armada ini kembali ke Malaka dari Jawa 3 (tiga) tahun kemudian, tokoh Portugis lainnya Rodrigues menyampaikan, bahwa Pulau Berhala yang sebelumnya kosong menjadi ramai disinggahi kapal-kapal untuk mengambil air bersih dan pulau ini banyak dihuni oleh para nelayan-nelayan dari Singkep.[5]

Aktivitas ekskavasi dalam Mengungkap Nilai Penting Situs Pulau Berhala Dalam Rangka Pelestarian Cagar Budaya”

Pulau Berhala Pulau Berhala merupakan salah satu pulau indah di perairan Kepulauan Lingga,  Kepulauan Riau dengan keindahan alam dan pantai-pantai sangat eksotis cantik serta menawan adalah salah satu destinasi wisata terkenal di Kepulauan Riau. Selain pesona keindahan alamnya, nama Pulau Berhala lebih identik dengan tinggalan sejarah Makam Datuk Paduko Berhalo. Datuk Paduko Berhalo yang ada di Pulau Berhala nenek moyang orang Jambi. Masyarakat meyakini bahwa Datuk Paduko Berhalo merupakan salah satu raja di Kerajaan Jambi dahulunya. Selain itu, masyarakat Jambi juga banyak meyakini Datuk Paduko Berhalo sebagai leluhur orang Jambi. Namun, bagi masyarakat Lingga keberadaan makam Datuk Paduko Berhalo tidak ada kaitannya dengan sejarah masyarakat Lingga. (Tim Ekskavasi, Pulau Berhala)

[1] Persoal hukum dan sosial di Pulau Berhala berawal dari sengketa kepemilikan pulau antara Jambi dan Riau. Setelah Kepri berdiri pada September 2002, sengketa berubah menjadi antara Jambi dan Kepulauan Riau. Pada Februari 2013, Mahkamah Konstitusi menetapkan Kepri sebagai pemilik pulau Berhala.

[2]Lihat selengkapnya:https://www.jpnn.com/news/sejarahwan-klaim-jambi-miliki-pulau-berhala-tak-didukung-validitas-historis

[3] Lihat selengkapnya Keputusan Mahkamah Agung (MA) nomor 49 P/HUM/2011 tanggal 9 Februari 2012 mengenai pengujian Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 tahun 2012 tentang Wilayah Administrasi Pulau Berhala yang sebelumnya menyebutkan masuk wilayah Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi.

[4] Lihat The Suma Oriental of Tome Pires  An Account Of The East , From The Sea To Japan, Written to Mallaca  And India in 1512-1515 And The Book  of Francisco Rodrigues, Rutter  Of A  Voyage  in The Red Sea , Nautical Rules, Almanack and Maps. Written And Drawn  in The East Before 1515, Translated From Portuguese MS in Bibliotheque de la Chambre de Deputes, Paris and Edited by Armando Cortesao, Volume  I Tahun 1944. The Hayluyt Society: London.

[5] Ibid, hlm 157