Peresmian reaktivasi jalur kereta api dari Stasiun Pariaman ke Stasiun Naras sepanjang 7 kilometer pada hari Jumat tanggal 22 Maret 2019 merupakan yang kedua diselesaikan di Sumatera Barat dari total program reaktivasi perkeretaapian sepanjang 213 KM. Reaktivasi pertama telah diselesaikan dan dioperasikan sepanjang 27 KM (Lubuk Alung-Kayu Tanam dan Pariaman-Naras). Dari total panjang Rel KA di Sumatera Barat sepanjang 304 Km, Reaktivasi Jalur KA Pariaman – Naras telah dilakukan sejak 2015. Reaktivasi yang dilakukan yaitu mengganti Rel R.25 Bantalan Kayu dengan R. 54 Bantalan Beton serta peningkatan fasilitas persinyalan, pembangunan 11 unit jembatan dan modernisasi Stasiun Naras.

Foto Stasiun Tahun 2017

Reaktivasi jalur KA Hampir 30 tahun aktivitas kereta api ke Naras. Terakhir dipergunakan tahun 1998. Sebelum penghentian jalur ini ke Naras ini, stasiun ini berfungi sebagai lokasi transit pengangkutan hasil kelapa sawit dari Pasaman Barat. Stasiun Kereta Api Naras terdiri dari 3 bangunan yaitu Depo, Stasiun dan Gudang dikutip dari laporan hasil Pendataan dan pemutakhiran data cagar budaya Kota Pariaman tahun 2017.
Stasiun Kereta Api Naras dibangun sekitar tahun 1930-an. Daerah Naras merupakan salah satu nagari yang dilalui oleh jalur kereta api. Kondisi nagari Naras sebagai pemasok Garam untuk daerah pedalaman tentu suatu pertimbangan untuk pembuatan jalur kereta api. Daerah Naras merupakan daerah paling utara dari Rangkaian rel kereta api di Pariaman. Melihat dari Peta lama rel kereta api di Sumatera Barat sampai ke Sungai Limau posisi Stasiun Kereta api naras sangatlah penting sebagai stasiun transit untuk perdagangan sebagaimana dikutip dari buku menikam jejak kereta api Sumatera Barat.
Sedangkan bangunan Depo Stasiun baru dibangun tahun 1976. Penggunaan Stasiun kereta api melalui jalur ini, Pemerintah kolonial Belanda kemudian membangun jalur jalan kereta yang menghubungkan kota‐kota di darek dan di pantai, sejauh Naras di utara Pariaman sebagai kota Pelabuhan Pariaman dan Tiku menjadi titik perdagangan garam. Pariaman zaman dulu adalah kota pelabuhan. Sebagai kota pelabuhan, semua jenis komoditas yang menjadi hasil bumi ada di Pariaman. Garam merupakan salah satu komoditas yang dihasilkan dari bumi Pariaman sebagaimana dalam biografi Muhammad Saleh, Prof. Mestika Zed menuliskan: “Pariaman sejak zaman kuno sebetulnya adalah penghasil garam utama. Tidak hanya untuk dataran tinggi darek melainkan juga untuk diekspor sampai ke Aceh. Desa-desa sepanjang pantai Pariaman, terutama Naras dan Tiku di sebelah utara Pariaman, atau Ulakan dan Jambak di selatan, adalah penghasil garam utama di kawasan ini”. Garam menjadi komoditas utama yang bersanding dengan kopi, kapur barus (kamper), kemenyan, lada, beras, kayu manis, gambir, kulit hewan ternak, getah karet, minyak kelapa, dan kopra. Usaha yang dilakukan pengelola untuk meningkatkan sarana angkutan kereta api dengan mendatangkan lokomotif baru dan jalur Padang-Naras juga dioperasikan dengan menggunakan 4 lokomotif baru. Walaupun masih menggunakan kereta penumpang dan gerbong yang rata-rata telah berumur 70-90 tahun. Selain itu, pada tahun 1978 telah didatangkan 6 unit lokomotif diesel. Usaha ini merupakan terobosan utama oleh perusahan kereta api untuk tetap mengaktifkan jalur pariaman dan naras agar kerjasama dengan PTPN IV Pasaman untuk mengangkut minyak sawit mentah melalui Naras, Pariaman ke pelabuhan Teluk Bayur.
Menurut rencana pengelola untuk melayani jalur Batu Tabal-Solok dan tambahan jalur Padang-Naras. Lokomotif ini hanya dapat digunakan untuk jalur kereta api yang tidak bergerigi. Usaha ini belum memenuhi pendapatan kereta api karena hanya terbatas pada trayek yang tidak bergerigi dibgaimana yang ditulis oleh Rustian Kamaluddin, Perkembangan Dan Pembangunan Sarana Perhubungan Dalam Pembangunan Regional,
Bangunan utama stasiun Kereta Api Naras berada ditengah-tengah antara kedua bangunan pendukung lainnya. Bangunan utama stasiun memiliki ukuran 20 x 8 meter. Bangunan pendukung tersebut antara lain di sisi selatan merupakan bangunan depo dan di sisi utara berupa bangunan gudang. Bagian sisi barat dari stasiun terdapat tiga buah sepur. Bangunan stasiun terdiri dari tiga ruang, antara lain lorong yang berfungsi juga sebagai ruang tunggu dan tempat pembelian tiket, di sisi utara merupakan ruangan kantor sekaligus berfungsi sebagai tempat penjualan tiket, dan di sisi selatan merupakan ruang traksi atau ruang mekanik. Atap berupa limasan dengan bahan terbuat dari genteng dan kerangka atapnya terbuat dari kayu. Bagian dinding tersusun oleh bata berplester dengan kerangka terbuat dari kayu.

Stasiun untuk Tahun 2014

Selain dari bangunan inti stasiun, stasiun kereta api naras juga dilengkapi dengan rumah dinas sebanyak 2 bangunan, yang barada pada sisi utara dan barat. Rumah Dinas ini berfungsi sebagai rumah kepala stasiun dan rumah petugas stasiun. Luas Situs Bangunan 148,01 meter² dan luas Lahan 25 m x 300 m (6.000 m²). Menurut Laporan Hasil Daftar Pemutakhiran Data Cagar Budaya Kota Padang Pariaman Tahun 2018. Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat Wilayah Kerja Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau Stasiun Kereta Api Naras sudah terinventaris di Balai Pelestarain Cagar budaya dengan noomor 06/BCB-TB/A/07/2007