Sultan Abdullah Muaiyatsyah bernama awalnya Sayyid Abu Bakar Raja Bungsu, atau Sultan Johor ke-7 memerintah tahun  1615-1623. Marhum Tambelan ini semula makamnya terletak di suatu bukit bernama Bukit Bentayan (Mentayan). Oleh Sultan Mansur dan saudaranya bernama Sultan Yahya.  Makam tersebut di pugar dan di pindahkan ke tempat yang sekarang ini dan oleh PSK telah di lindungi oleh Undang-undang monumenten Ordonansi STB 238 1931 dengan lokasi di Desa Batu Lepuk Tambelan.

Beliau adalah putera kepada Sultan Muzaffar Shah dan diangkat oleh Sultan Iskandar Muda Aceh sebagai Sultan Johor ke7 bagi menggantikan Sultan Alauddin Riayat Shah III, Sultan Johor ke-6 yang dihukum bunuh oleh Sultan Iskandar Muda Acheh pada tahun 1615. Sultan Abdullah Ma’ayat Shah dikahwinkan dengan adinda Baginda.

Pada tahun 1618, Sultan Abdullah Ma’ayat Shah berpindah ke Lingga (Daik) dengan meminta bantuan Belanda dan Orang Laut untuk melawan Acheh. Kemudian Sultan Abdullah Ma’ayat Shah menceraikan istrinya yang juga adinda daripada Sultan Acheh Iskandar Muda.

Kejadian ini membuat murka Sultan Iskandar Muda, kerana adik baginda yang dicintainya diceraikan oleh Sultan Abdullah. Baginda memerintahkan pasukannya untuk menghancurkan Batu Sawar, ibukota daripada Kerajaan Johor Lama dan menyerang Pulau Lingga untuk memburu Raja Bujang (anak Sultan Alauddin Riayat Shah III) pada tahun 1623. Sultan Abdullah Ma’ayat Shah melarikan diri bersama-sama Raja Bujang ke Pulau Tambelan. Sultan Abdullah Ma’ayat Shah mangkat di Pulau Tambelan atau disebut “Marhum Pulau Tambelan”

Pada tahun 1623 Masehi datanglah rombongan ke pulau yang sekarang namanya Tambelan perahu layar dari Riau anggota perahu tersebut terdiri dari :

  1. Encik Tani
  2. Encik putih
  3. Abdurrahman Syah
  4. Sayyid Abu Bakar

Perahu layar dimaksud berlabuh di suatu tempat yang kemudian disebut “Tanjung Ayam” Karena paduka raja membawa ayam kesayangannya yaitu seekor ayam putih berkaki kuning. Dari perahu inilah ayam tersebut diterbangkan melalui Tanjung dan terbang hingga hinggap di suatu busut dimana nantinya tempat persemayaman baginda raja terakhir.

Tujuan rombongan yang sebenarnya ialah untuk menunju Kalimantan Utara atau Berunai. Pada tanggal 12 Desember 1637 seorang pelaut bangsa Belanda bernama Vande Veer dalam catatannya bahwa di Tambelan telah di ketemukan seorang Raja Johor bernama Sultan Abdullah Muaiyatsyah.

Makam ini dikelilingi oleh empat keping batu karang dengan ukuran panjang 345 cm dan lebar 120 cm di atas batu ini terdiri atau terbujur batu besar berbentuk segi empat panjang. Keliling pinggirnya dipahat/dikenai dengan ukuran panjang 250 cm dan lebar 45 cm serta tebalnya 45 cm.

Di atas batu itu terdiri dua batu nisan terdiri dari batu karang yang diukir indah, dengan dasar bawah 27 x 27 cm. Nisannya setinggi 100 cm di arah ke Timur dan Selatan tertulislah dengan seni huruf arab gaya Riq’at yang cantik dan rapi dengan ukiran timbul dari pahatan batu karang dengan tulisan kalimat :

“HIJRATUN NABI SALLALAHU ALAIHI WASALAMPADA SERIBU LIMA PULUH KEPADA HARI BULAN JUMADIL A WAL KEPADA HARI ISNIN KEPADA SA YYID (Seterusnya tidak dapat dibaca karena mengalami kerusakan).