“Tuanku Lareh atau Tuanku Lareh” (Penyebutan Lokal) adalah jabatan adat buatan Pemerintah Kolonial Belanda untuk mengontrol masyarakat Minagkabau. Gelar Tuanku Lareh, atau “Larashoofd” (Kepala Laras dalam Bahasa Belanda), merupakan jabatan yang cukup bergengsi di Minangkabau pada zaman Kolonial. Jabatan Tuanku Lareh ini Secara umum berasal dari kalangan penghulu yang berpengaruh disuatu nagari.

Makam Ini terletak di kompleks pemakaman Keluarga Tunaku Lareh Canduang dari Suku Sikumbang. Dalam Kompleks ini terdapat 3 makam Lareh Canduang yaitu :

  • Oenus Rj. Lenggang yang menjabat pada tahun 1842-1848 M.
  • Makam Thaib yang Bergelar Khatib Sampono dan menabat pada tahun 1848 – 1857 M.
  • Makam Abdul Karim gelar Datuak Panduko Sianso, Mulai menjabat pada tahun 1857.[1]

Kompleks makam ini mempunyai denah berbentuk empat  persegi  membujur arah barat – timur dengan ukuran  panjang 51  m, lebar sisi timur 21 m dan lebar sisi barat 13 meter. Kompleks makam telah dipagar dengan pagar kawat berduri. Keadaan lahannya bergelombang. Pintu masuk ke arah kompleks  berada di sisi utara berhadapan dengan jalan di depannya. Pada kompleks makam ini dijumpai beberapa buah makam dengan nisan dari menhir. Orientasi makam Utara-Selatan. Makam dan nisan paling besar jiratnya berundak dari bahan batu kali yang direkat dengan semen. Kekhasan dari  nisan-nisan disini adalah bentuk menhir yang sangat sederhana, pipih lebar, dan berukuran besar.

[1] Buku Cagar Budaya Kabupaten Agam, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Halaman 12.