Latar sejarah dari makam Dara Sembilan ini bermula ketika orangtua (bapak) si puteri waktu itu pergi perang melawan Portugis, dan mengunci pintu bungker tersebut dari luar. Sayangnya orangtuanya gugur di medan laga, dan tak pernah kembali. Anak gadisnya yang tinggal di dalam bungker bersama 8 wanita lainnya tidak dapat keluar, dan diduga sudah meninggal karena sudah berbulan-bulan ditinggal pergi. Penduduk mengkeramatkan tempat itu dan menyebutnya sebagai makam Dara Sembilan karena jumlah wanita yang meninggal di dalamnya berjumlah sembilan orang. Bila dilihat dari tinggalan munggu yang ada, sepintas bentuknya mengingatkan pada benteng perlindungan (lubang jepang) yang ada di Sumatera Barat, namun hal itu perlu pembuktian dengan mengadakan ekskavasi di tempat itu serta test pit di sekitar lokasi.

Makam ini terletak di Kelurahan Senggoroh Kecamatan Bengkalis, di jalan Panglima Minal Untuk menuju makam ini harus berjalan kaki melewati jalan setapak di kebun penduduk dan semak belukar. Dari jalan raya makam tersebut berjarak sekitar 200 m, dan letaknya di tengah perkebunan dan ladang penduduk.

Lingkungan makam belum diberi pagar, sebagai pembeda hanyalah bagian makam sudah lebih bersih daripada lingkungan di sekitarnya. Kenampakan makam tidak begitu terlihat karena di situ hanyalah terdapat gundukan tanah (munggu) ukuran 7 x 12 m, orientasi bagian panjangnya membujur Timur-Barat. Di atas munggu setinggi 0,6 m tersebut terdapat serakan bata di sana sini, tidak berpola (acak). Ukuran bata yang bisa dikenali hanyalah tebal 5 cm, lebar 12 cm, panjangnya tidak diketahui karena sudah patah dan tidak ditemukan yang utuh.

Bahan bata dari tanah lempung warna merah dan abu-abu. Sebaran bata diduga terdapat di seluruh bagian munggu, namun yang terlihat sekarang baru separuhnya. Di atas munggu ini juga tumbuh pohon tanaman keras seperti rambutan dan jengkol, serta semak-semak. Di Makam Puteri Sembilan tidak ada nisan maupun tanda-tanda lain yang dapat dipakai sebagai acuan untuk menentukan periodisasinya. Sebaran bata yang ditemukan bentuknya polos tanpa motif dan ukurannya sama dengan bata-bata sekarang. Menurut informasi penduduk (Dedi dan Ajai), tinggalan di situ sebenarnya bukan makam, tetapi semacam bungker perlindungan bawah tanah.