Meski tak setua usia pertambangan batu bara Sawahlunto, Lokomotif Uap E1060 telah melekat erat dalam ruang sanubari masyarakat di Ranah Minang. Saking melekatnya, lokomotif ini bahkan memiliki panggilan khusus, yakni Mak Itam.

Dalam kehidupan sosial masyarakat Minangkabau, kata “Mak” jamak digunakan sebagai panggilan penghargaan bagi para tetua. Penyematan kata “Mak” pada lokomotif uap juga merupakan wujud penghargaan dari pentingnya peran lokomotif ini dalam pertumbuhan transportasi kereta api di Sumatera Barat.

Sebutan Mak Itam bukan hanya tertuju pada Lokomotif Uap E1060 semata. Sejak awal geliat pertambangan batu bara, lokomotif uap telah dikenal oleh masyarakat di Sumatera Barat. Warna lokomotif dan asap yang senada menghasilkan perpaduan nama yang kian eksis di ruang publik. Nama Mak Itam inilah yang juga melekat pada Lokomotif Uap E1060 hingga kini.

Lokomotif ini merupakan induk kereta api produksi terakhir dari Maschinenfabrik Esslingen di Jerman pada tahun 1965. Sejak dikirim pada 1966, kehadirannya di Sumatera Barat menambah daftar lokomotif yang berfungsi sebagai penghubung antara kota tambang batu bara di Sawahlunto dengan Pelabuhan Teluk Bayur di Kota Padang. Lokomotif ini boleh dikata memainkan peran yang lebih besar dari sekadar penarik gerbong pengangkut batu bara. Sebagai lokomotif uap yang tersisa, Mak Itam berfungsi untuk merawat memori kolektif bangsa tentang geliat kota tambang Sawahlunto di masa lampau.

Memori kolektif inilah yang melahirkan candu bagi masyarakat pecinta kereta api di Sumatera Barat. Kereta ini seakan menjadi ruh bagi geliat pariwisata berbasis sejarah transportasi. Selain kereta wisata, Mak Itam bahkan pernah dimanfaatkan sebagai lokomotif pengangkut pembalap sepeda dalam ajang Tour de Singkarak. Guna lestari di tengah pemanfaatan dalam ragam kegiatan, Mak Itam telah ditetapkan sebagai benda cagar budaya pada tahun 2017.

Kini, setelah mati suri, Mak Itam diharapkan dapat menghidupkan geliat pariwisata berbasis sejarah dan transportasi di Sumatera Barat. Seiring giat revitalisasi jalur rel kereta, Mak Itam turut dipersiapkan sebagai lokomotif pengangkut gerbong pariwisata yang menghubungkan Stasiun Sawahlunto dengan Stasiun Muaro Kalaban. Tentu menarik menantikan eksistensi Mak Itam melintasi jalur kereta di balik keelokan alam Ranah Minang.