Masjid Tuaku Pamansiangan merupakan masjid tertua di kecamatan X Koto yang terletak di nagari Koto Laweh. Masjid ini sudah berumur ratusan tahun dan sudah ditetapkan oleh pemerintah sebagai salah satu cagar warisan budaya.Selain itu, pendiri masjid yang namanya juga diabadikan sebagai nama Masjid Tuaku Pamansiangan merupakan masjid tertua di kecamatan X Koto yang terletak di nagari Koto Laweh. Masjid ini sudah berumur ratusan tahun dan sudah ditetapkan oleh pemerintah sebagai salah satu cagar warisan budaya.Selain itu, pendiri masjid yang namanya juga diabadikan sebagai nama masjid  beratap tunggal dan disusun secara bertingkat seperti pada bentuk limas. Masjid ini juga memiliki lantai yang tingginya lebih kurang satu setengah meter dan bisa dinaiki melalui lima anak tangga.[1]

Masjid Tuaku Pamansiangan merupakan masjid tertua di kecamatan X Koto yang terletak di Nagari Koto Laweh, Fotografer Bambang Rudianto, BPCB Sumbar

Masjid Tuanku Pamansiangan merupakan masjid tertua di kecamatan X Koto yang terletak di Nagari Koto Laweh, Fotografer Bambang Rudianto, BPCB Sumbar

Masjid Tuanku Pamansiangan merupakan peninggalan dari Tuanku Pamansiangan, salah satu tokoh penting dalam kelompok Harimau nan Salapan yang dikenal dalam peristiwa Perang Paderi (1821-1837).  Harimau nan salapan adalah dewan kumpulan delapan orang tokoh-tokoh Islam yang berbaiat untuk melakukan pembersihan umat Islam rakyat Minangkabau, karena telah terjadi kemerosotan kehidupan umat Islam di Minangkabau saat itu. Harimau Nan Salapan terdiri dari : Tuanku nan Renceh dari Kamang, Tuanku Lubuk Aur dari Canduang, Tuanku Barapi dari Pasir, Tuanku Biaro, Tuanku Kapau, Tuanku Padang Luar, tuanku Ladang Lawas, dan Tuanku Galung, Tuanku Mansingan kemudian diminta menjadi pemimpinnya.

Masjid ini dibangun sekitar tahun 1870. Masjid ini terletak ditengah-tengah pemukiman.[2] Masjid ini mempunyai atap tumpang tiga dari seng dan berdenah bujur sangkar. Awalnya atap masjid terbuat dari ijuk, tahun 1903 atap diganti dengan seng.  Dindingnya terbuat dari bambu. Tiang masjid berjumlah  9 buah, dengan tiang utama berdiameter 64 cm, sedangkan tiang lainnya berdiameter 30 cm. Tiang-tiang ini sebagian sudah keropos dimakan rayap. Lantai masjid terbuat dari papan, sebagian sudah diganti dengan bahan baru. Jendela berjumlah 6 buah yang masing-masing terdapat ukiran pada bagian atas lengkungnya. Kolam yang dahulu berfungsi sebagai tempat wudhu terletak dibagian depan, sekarang tempat wudhu sudah ditempatkan disamping kiri (sisi Selatan),yang terbuat dari tembok. [3]

Ornamen masjid Tuanku Pamansiangan, sebagian besar merupakan motif yang terdapat pada ukiran Minangkabau asli. Ornamen tersebut diterapkan pada bagian tiang tiang masjid, jendela, dinding, dan mimbar masjid. Bentuk dari ornamen yang terdapat pada masjid tersebut antara lain motif ukiran geometris jajaran genjang disebut juga dengan motif tumbuh-tumbuhan yaitu ornamen masjid Tuanku Pamansiangan, bahwa ornamen yang terdapat pada masjid Tuanku Pamansiangan, sebagian besar merupakan motif-motif yang terdapat pada ukiran Minangkabau dan masih asli. Ornamen tersebut diterapkan pada bagian tiang tiang masjid, jendela, dinding, dan mimbar masjid. Bentuk dari ornamen yang terdapat pada masjid tersebut antara lain motif ukiran geometris jajaran genjang disebut juga dengan saik galamai. Bentuk tumbuhan yaitu aka cino, pucuak rabuang, sakek tagantuang, pandan tajulai, sikambang manih, dan bungo. fauna seperti tantadu, kuciang lalok rabuang, sakek tagantuang, pandan tajulai, bungo. Bentuk hewan atau kuciang lalok. Bentuk benda seperti mangkuto. Selain itu juga terdapat kaligrafi Selain itu juga terdapat kaligrafi yang menghiasi bagian dalam masjid. Adapun warna warna yang terdapat pada ornamen tersebut diantaranya merah, hijau, putih, dan coklat keemasan.

Adapun fungsi ornamentasi pada masjid Tuanku Pamansiangan yaitu sebagai penghias permukaan atau bidang-bidang pada bangunan tersebut, hal ini sesuai dengan pengertian ornamen itu sendiri yaitu sebagai hiasan yang dibuat pada arsitektur, kerajinan, perhiasan, dan sebagainya. Adanya penambahan ornamentasi pada masjid Tuanku Pamansiangan telah memberikan nilai estetika tersendiri yang memandangnya. Selain itu juga memiliki fungsi simbolis dapat ditemukan dalam bentuk ornamentasi berbentuk kaligrafi yang berisikan penjelesan tentang tahun pembuatan masjid serta tahun selesai pembangunannya bagian dalam masjid. Adapun warna-warna yang terdapat pada ornamen tersebut diantaranya merah, hijau, putih, dan coklat keemasan. Adapun fungsi ornamentasi pada masjid Tuanku Pamansiangan yaitu sebagai penghias permukaan atau tersebut, hal ini sesuai dengan pengertian ornamen itu sendiri yaitu sebagai hiasan yang dibuat pada arsitektur, kerajinan, perhiasan, dan sebagainya. Adanya penambahan ornamentasi pada masjid Tuanku Pamansiangan telah memberikan nilai estetika tersendiri bagi siapa saja yang memandangnya. Selain itu juga memiliki fungsi simbolis dapat ditemukan dalam bentuk ornamentasi berbentuk kaligrafi yang berisikan penjelesan tentang tahun pembuatan masjid serta tahun selesai pembangunannya.[4]

kuburan Tuanku Pamansingan tidak jauh dari Lokasi masjid. Tuanku Pamansiangan adalah salah satu murid dari syekh Burhanuddin ulakan. Tuanku Pamansiangan tidak hanya dikenal sebagai tokoh penyebar agama Islam, tetapi ikut aktif pula dalam perjuangan kaum Paderi yang dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol, Fotografer Bambang Rudianto BPCB Sumbar

kuburan Tuanku Pamansingan tidak jauh dari Lokasi masjid. Tuanku Pamansiangan adalah salah satu murid dari syekh Burhanuddin ulakan. Tuanku Pamansiangan tidak hanya dikenal sebagai tokoh penyebar agama Islam, tetapi ikut aktif pula dalam perjuangan kaum Paderi yang dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol, Fotografer Bambang Rudianto BPCB Sumbar

Sedangkan kuburan Tuanku Pamansingan tidak jauh dari Lokasi masjid. Tuanku Pamansiangan adalah salah satu murid dari syekh Burhanuddin ulakan.  Tuanku Pamansiangan tidak hanya dikenal sebagai tokoh penyebar agama Islam, tetapi ikut aktif pula dalam perjuangan kaum Paderi yang dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol. Tuanku Pamansiangan selain dikenal sebagai tokoh pergerakan juga sebagai seorang yang sangat disegani di Sumatera Barat. Sebagai pemimpin pergerakan, Tuanku Pamansiangan berhasil menyebarkan agama Islam ke beberapa daerah antara lain Luhak Agam, Alahan Panjang, Bonjol dan beberapa daerah lainnya.[5] Tuanku Pamansiangan gugur dalam medan pertempuran antara kaum Paderi dengan Belanda tahun 1833 bersama-sama Haji Miskin. Tuanku Pamansiangan adalah salah seorang tokoh Tarekat Syatariyah, tidaklah mengherankan, bila setelah kematiannya makam Tuanku Pamansiangan dikeramatkan oleh para pengikutnya. Pada bulan-bulan tertentu di kompleks makam Tuanku Pamansiangan banyak dikunjungi para peziarah yang datang dari berbagai daerah di Sumatera Barat.[6]  Kompleks Makam Tuanku Pamansiangan merupakan kompleks makam Islam yang terdiri dari 21 buah. Kompleks makam ini berada di area perkebunan sayuran. Makam Tuanku Pamansiangan jiratnya telah diberi keramik putih dengan ukuran jirat panjang 275 cm, lebar 76 cm. Jiratnya Di sebelah timur terdapat bangunan baru untuk para peziarah. Nisan makam ini terbuat dari batu andesit pecah-pecah berbentuk segi empat, berukuran tinggi 50 cm, lebar 16 cm dan tebal 13 cm.

[1] Fauziana Izzati, Yuniarti Munaf, Dharsono SK, “Ornamen Pada Masjid Tuanku Pamansiangan Nagari Koto Laweh Kabupaten Tanah Datarsumatera Barat” Gorga Jurnal Seni Rupa Volume 07 Nomor 02, hlm 101

[2] Sri Sugiharta. Masjid-Masjid Kuno Di Sumatera Barat, Riau, Dan Kepulauan Riau. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Batusangkar : Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala.2005. hlm. 17.

[3] Data Cagar Budaya Tanah datar, 2018

[4] Fauziana Izzati, Yuniarti Munaf, Dharsono SK, “Ornamen Pada Masjid Tuanku Pamansiangan Nagari Koto Laweh Kabupaten Tanah Datarsumatera Barat” Gorga Jurnal Seni Rupa Volume 07 Nomor 02, hlm 106-107

[5] Ajisman,dkk. Bangunan Bersejarah di Kabupaten Tanah Datar. Padang : Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional. 2004. Hlm. 54-55.

[6]. Ibid. hlm. 55-56.