Drs. Nurmatias

Minggu pagi di beberapa daerah Sumatera barat lokasi perburuan babi sudah terdengar anjing menyalak. Berburu sudah menjadi tradisi rutin di Minangkabau sejak zaman purba. Pada dasarnya penjinakan hewar liar untuk dimanfaatkan untuk mendukung kelancaran hidup manusia sudah ada sejak zaman purba. Interaksi manusia dengan fauna pada masa lalu salah satu bagian untuk merekontruksi relung kehidupan manusia. Pertama kali interaksi manusia dengan hewan dapat dibagi dalam dua bentuk yaitu Domestikasi dan Pemanfaatan Langsung. Domestikasi atau penjinakan hewan buas untuk dimanfaatkan adalah jenis Anjing. Domestikasi ini telah terjadi sekitar tahun 15.000 tahun yang lalu. Sedangkan pemanfaatan secara langsung hewan sebagai bahan sandang dan pangan  seperti Kambing, Domba, Kucing, babi, Sapi dan Domba telah terjadi sekitar 9.000 hingga 10.000 tahun yang lalu.

Domestikasi atau penjinakan hewan-hewan hari ini adalah peninggalan purba. Dalam domistikasi Hewan secara umum dibagi menjadi dua yaitu sebagai hewan peliharaan dan Hewan ternak. Hewan peliharaan umumnya untuk membantu manusia dalam melancarkan urusan. Sedangkan hewan ternak dikembangbiakkan untuk dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Namun, Pada umumnya ada hewan berfungsi sebagai hewan peliharaan dan hewan ternak.

Mengacu pada Domestikasi hewan di masa lalu dalam kajian Arkeologi, sisa ekofak dan artefak hewan dimanfaatkan sebagai instrumen identifikasi manusia di masa lalu. Keberadaan hewan dalam kajian arkeologi sangat penting dan membantu peneliti. Kajian Hewan dalam dunia Arkeologi dirintis pertama kali oleh duo pakar kebangsaan Swiss dengan meneliti fosil mamalia di Tepi danau Swiss. Dua pakar tersebut yaitu . Rutimeyer dan J. Ulrich Duerst. Perintis kajian fauna dalam arkeo logi adalah dua pakar berkebangsaan Swiss yakni L. Rütimeyer dan J. Ulrich Duerst. Rütimeyer memerikan tulang-tulang mamalia masa Neolitik dari permukiman tepi danau di Swiss. Dialah yang pertama kali memilah ragam tulang mamalia seperti domba, babi, dan sapi hasil domestikasi tulang sejenis yang masih liar. Hasil pengamatannya terhadap bekas-bekas potongan pada tulang rubah dipandangnya bahwa binatang ini konsumsi manusia. Kajian lebih lanjut terhadap domestikasi fauna dilakukan oleh Duerst, yang meneliti selama tiga tahun (1904-1907) setengah ton tulang binatang hasil ekskavasi Pumpelly dan Schmidt di situs Anau, Turkistan. Dia menunjukkan bahwa reduksi ukuran dan perubahan tekstur pada tulang binatang merupakan petunjuk terjadinya perubahan (transisi) dari binatang liar menjadi binatang hasil domestikasi. Kontribusi lain dari hasil kajian sisa fauna adalah rekonstruksi lingkungan relung hidup manusia di masa lalu. Salah satu contoh kajian ini adalah yang dilakukan oleh Dorothea Bate terhadap tulang-tulang binatang dari Situs Gua Gunung Carmel.

Pada kajian Arkelogis khusus pada megalitik, keberadaan sisa hewan diidentifikaskan sebgai penanda lingkungan, dalam kajian lanjut hewan sisi fosil hewan dijadikan sebagai bagian untuk menentukan pola dan hunian masyarakat megalitik pada masa lalu. Sisa ekofak dan artefak pada situs arkeologi dapat didentifikasi sebagai sisa konsumsi masnusia di masa lalu.  Selain itu, hewan dalam kajian arkelogi dapat menjadi indikator penentuan pendukung kehidupan sosial sperti pada masa berburu, Peralatan berburu bahkan untuk mengindentifikasi organisasi sosial dapat ditentukan dari sisa pemanfaataan hewan.

Arca Bhairawa Koleksi Museum Nasional Padang Roco

Arca Bhairawa Koleksi Museum Nasional Padang Roco

Arca Bhairawa Koleksi Museum Nasional Padang Roco

Perubahan interaksi manusia dengan hewan dari Domestikasi, Pemanfaatan sebagai bahan pangan, kelengkapan ritual untuk melengkapi benda-benda atau alat-alat upacara tersebut. Penggunaan beberapa unsur makhluk hidup terutama jenis binatang dalam kegiatan upacara religi, tentu memiliki alasan khusus. Beberapa jenis binatang digunakan untuk upacara religi oleh masyarakat tradisional karena binatang tersebut dalam kehidupan manusia dianggap memiliki peran yang besar, baik dari segi ekonomi, status sosial, maupun religi. Dalam kaitannya dengan religi, beberapa jenis binatang dianggap dapat mewakili sebagai kurban yang dipersembahkan kepada dewa, nenek moyang atau roh gaib dalam ritual mereka

Hasil interaksi yang lama antara manusia dengan lingkungan hidupnya memunculkan respek terhadap mahluk lain penghuni relung hayati mereka, salah satunya adalah fauna. Respek terhadap kekuatan, keuletan, kelincahan, dan ragam kelebihan lain beberapa jenis binatang yang dipandang oleh manusia sebagai sifat-sifat unggul yang layak mereka hormati. Ujud dari kekaguman itu terefleksikan lewat penggambaran jenis fauna tertentu yang melambangkan sifat-sifat utama tertentu, seperti kekuatan pada seekor gajah rubah atau kancil, kelincahan seekor rusa atau kelinci, ketajaman mata burung pemangsa seperti elang, dan sebagainya. Lebih jauh bentuk penghormatan itu bahkan menjadi bentuk pemujaan jenis hewan tertentu, seperti lembu atau sapi dalam pandangan penganut Hindu. Penghormatan yang sakral sebagai pelambangan penguasa. Interaksi ini melahirkan relief, ukiran Hewan-hewan tertentu sebagai bagian dalam perwujudan arca, Candi. Figur manusia yang dijadikan sebagai landasan arca tersebut juga tampak pada beberapa arca dewa-dewa aliran vajrayana.