GOTONG ROYONG MEMBANGUN TRANSPORTASI MASSAL

Aulia Rahman, S.Hum

Transportasi merupakan salah satu pilar globalisasi, telah membentuk paradigma berfikir manusia secara instan yang lebih praktis dan efesien. Berbagai kemudahan diharapkan dari perkembangan transportasi dewasa ini. Namun kemudian dibalik kemudahan itu tentu melahirkan kesulitan sebagai dampak dari keinginan kemajuan itu sendiri. salah satunya adalah kemacetan. Kemacetan hari ini merupakan musuh besar bagi pengguna transportasi baik massal maupun pribadi. Kiranya, tidak ada yang sanggup menunggu lama ketika kebutuhan lain mendesak.

Di republik ini, kemacetan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Kemacetan tak hanya jadi langganan tapi juga telah memberikan masalah sistemik yang perlu mendapatkan perhatian serius dari semua elemen. Penting rasanya mulai dari sekarang memikirkan solusi tepat dan konkrit tak hanya dari kalangan pelaksana kebijakan tapi juga kesadaran masyarakat secara keseluruhan sebagai pelaku utama.

Kemacetan merupakan bentuk jelas ketidakseimbangan pertumbuhan jumlah kendaraan dengan sarana jalan yang tak mengalami perkembangan signifikan, sehingga tak ayal lagi kalau semakin hari penambahan drastis jumlah kendaraan di jalan raya akan diperkirakan memperparah kemacetan di negeri ini. Tercatat pada tahun 2009 menurut survey Badan Pusat Statistik Indonesia tercatat jumlah kendaraan roda 4 lebih, termasuk mobil penumpang, truk, bus mencapai 18. 281.437 unit ( tidak temasuk sepeda motor) dengan komposisi bus 2.729.572 unit dan truk 5.187.740 unit tan pada tahun 2018 diperkirakan kelipatan angka penguna kendaraa roda 2 dan 4 meningkar 2 kali lipat. Sehingga tidak salah jika kita menumukan kemacetan dietiap perempatan jalan, tempat-tempat umum, bahkan di jalan boleh dikatan jalur alternatif juga tidak luput, diperkirakan satu dasawarsa lagi jika tak diberikan solusi serius untuk keluar rumah saja akan lansung terjebak macet. Sederhana saja, peningkatan jumlah kendaraan di jalan raya karena tidak memadainya transportasi massal. Pengelolaan, pengembangan dan peremajaan kereta api dalam bentuk transportasi massal salah satu solusi efektif mengurai kemacetan.

Pengelolaan transpotasi massal selama ini penulis pikir sudah benar diserahkan kepada swasta, namun perlu pemantau dan dukungan penuh oleh pemerintah. Selama ini pihak swasta hanya diterapkan pada kepemilikan  kendaraan bermotor saja. Bagaimana dengan kereta api?

Berfikir tentang kereta api sebagai angkutan massal sebelumnya telah dilakukan sejak masa penjajahan dan memang kala itu alternatif kendaraan hanya pedati, andong, kuda beban tetapi zaman sekarang sudah banyak altenatif kendaraan. Walaupun banyak alternatif tentu tidak dapat begitu saja mengabaikan kereta api sebagai bagian dari angkutan massal. Mungkin cara pengelolaannya yang ditingkatkan. Seperti di masa pemerintahan Hindia Belanda menyerahkan pengelolaan kereta api kepada pihak swasta, setidaknya pada saat itu tercatat ada 12 perusahaan kereta api milik swasta yang beroperasi di Indonesia. Tidak salah mencontoh hal semacam ini, pemerintah Indonesia juga dapat menerapkan kebijakan ini dengan menyerahkan pengelolahan kereta api sebagai angkutan massal kepada pihak swasta dan pemerintah sebagai fasilitator penyedia sarana. Berbicara regulasi pemerintah sudah membuka kran pengelolaan kereta api yang tidak hanya di monopoli oleh perusahaan milik pemerintah saja.

UU No. 13 tahun 1992 yang monopolistik kepemilikan dan pengelolaan kereta api hanya dimiliki oleh perusahaan pemerintah. Tidak seperti UU pendahulunya UU No. 23. Tahun 2007 memberi kesempatan kepada swasta dan pemerintah daerah ikut andil berperan serta mengembangkan perkeretaapian. Sesuai Instruksi Direksi No. 16/OT.203/KA 2010 tentang kepemilikan bersama kereta api, dari perusahaan terbatas (PT) dimiliki oleh kementerian keuangan, penanaman modal dan dan BUMN. Penerapan regulasi ini merupakan era baru pada pengelolaan kereta api selanjutnya. Melihat perkembangan kereta api beberapa dekade terakhir, perkeretaapian di Indonesia secara umum menunjukkan kemajuan yang signifikan. Kemajuan itu terlihat dari modernisasi peralatan, fasilitas stasiun, fasilitas lokomotif dan gerbong, penggunaan kereta api sebagai transportasi massal, sampai yang terbaru saat ini adalah diperkenalkannya penggunaan tiket elektronik dan pembangunan jalur kereta api ganda (double track) serta rencana pembangunan mono rel untuk mengatasi kemacetan di ibukota.

Dalam perkembangan ini belum ada upaya yang jelas dan tegas tentang pengelolaan, pemberian pengoperasian kepada pihak swasta. Selama ini menyangkut hajat hidup orang banyak tentu tidak bertentangan dengan regulasi yang ada. Menjanjikan dan perlu untuk disimak dalam pengembangan pengelolah kereta api, selanjutnya terlebih untuk menyediakan transpotasi massal. Dan upaya-upaya lainnya perlu adanya studi-studi tentang pengoperasian kereta api dalam kota baik menggunakan arsip milik Belanda maupun melihat ke negara-negara maju seperti Jepang yang telah terlebih dahulu sukses mengolah trasportasi mereka. Solusi semacam ini tentu akan sedikit lebih mudah diterapkan pada kota yang mulai berkembang. Untuk kota yang sudah menjadi kota megapolitan seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan perlu upaya yang lebih maksimal lagi dan dikerjakan secara “gotong royong” antara pemerintah dan swasta tentu akan sedikit lebih mudah dibandingkan beban ini diserahkan pada pemerintah saja.  Akhirnya, sedikit demi sedikit negara ini dapat mengurai kemacetan di kota-kota besar  setali tiga uang, impian mendapatkan transportasi massal sejalan dengan pengurangan masalah kemacetan.