Di antara sungai-sungai besar yang mengalir di Sumatera, Batanghari merupakan sungai yang mempunyai perjalanan sejarah yang cukup panjang. Sungai ini merupakan sungai terpanjang yang masuk sampai ke daerah pedalaman Sumatera Barat sampai wilayah Jambi sebagai hilirnya. Di sepanjang sungai Batanghari ini, di wilayah Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat banyak ditemukan situs-situs purbakala hasil peninggalan Kerajaan Melayu Dharmasraya yang pernah berdiri pada abad 13. Situs-situs tersebut adalah Situs Pulau Sawah, Situs Padangroco, Situs Awang Maombiak, dan Situs Padang Lawas, yang memanjang dari hulu ke hilir pada sekitar radius 8 km.

Dimanapun itu, baik Rambahan, Pulausawah, dan Padangroco adalah sebuah kesatuan wilayah kerajaan, yakni Kerajaan Dharmasraya. Nama Dharmasraya muncul di dalam prasasti Dharmasraya tahun 1286 M yang ditulis pada sebuah lapik arca yang dikirmkan oleh Raja Singasari untuk Raja Melayu pada peristiwa Ekspedisi Pamalayu. Isi yang terkandung di dalam prasasti ini menyebutkan bahwa pada tahun 1208 S (1286 M), bulan badrawada tanggal 1 paro terang, Arca Amoghapasa dibawa dari Bhumijawa dan ditempatkan di Dharmmasraya. Arca ini merupakan persembahan dari Sri Maharajadiraja Sri Krtanegara untuk Sri Maharaja Srimat Tribhuwanaraja Mauliwarmmadewa dari Melayu Dharmmasraya.

Dari berita prasasti tersebut dapat diperkirakan bahwa Dharmasraya merupakan daerah yang cukup ramai dan penting pada masa itu, sehingga arca Amoghapasa yang dikirim Krtanegara sebagai tanda persahabatan dengan Tribhuwana Mauliwarmadewa (Raja Melayu pada tahun itu) perlu didirikan di Dharmasraya. Pendirian arca Amoghapasa di Dharmasraya tentunya dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut cukup ramai dan dapat dikunjungi atau diperhatikan oleh sebagian besar penduduk kerajaan Melayu, dan tentunya dekat dengan tempat tinggal raja.

Isi prasasti tersebut jelas memberikan informasi kepada kita bahwa penguasa Melayu pada waktu itu adalah Srimat Tribhuwanaraja Mauliwarmmadewa, dan berke­dudukan di Dharmaśraya. Lokasi Dharmaśraya  ini sekarang masuk ke wilayah administrasi Nagari Siguntur, Kec. Sitiung, Kab. Dharmasraya. Sementara dari arca Amoghapasa yang ditemukan di Rambahan pada sekitar tahun 1800-an, yang sebenarnya merupakan satu kesatuan dengan lapik arcanya yang ditemukan di Padangroco, memberikan petunjuk, bahwa pada tahun 1347 yang berkuasa di daerah Melayu adalah Sri Maharaja Adityawarmman.

Candi Padangroco merupakan salah satu situs yang berada di daerah aliran Sungai Batanghari. Letaknya agak ke dalam pada sebuah jorong (kampung) Seilangsek. Lingkungannya masih cukup alami dengan vegetasi tumbuhan yang bervariasi serta  kondisi geografis yang sedemikian rupa dengan dikelilingi oleh Sungai Batanghari dan bukit-bukit dengan jenis satwanya yang masih liar, memberi pesona tersendiri yang semkain membuai siapapun yang mengunjunginya. Perjalanan untuk menuju ke lokasi dapat ditempuh dalam waktu ± 4 jam dari ibukota Propinsi, kemudian menyeberangi Sungai Batanghari dengan menggunakan perahu, dilanjutkan dengan jalan kaki sekitar ¼ jam. Malam di kampung Sungailangsat suasananya cukup hening, hanya terdengar suara-suara binatang malam hingga menjelang subuh.

Secara administratif, situs Candi Padangroco terletak di Jorong Sei Langsek, Kenagarian Siguntur, Kecamatan Sitiung, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat. Candi Padangroco pernah tercatat dalam laporan Westenenkc, seorang controleur berkebangsaan Belanda tahun 1938. Kemudian Candi ini telah ditemukan kembali oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Batusangkar (sekarang BPCB) ini pada tahun 1992 atas informasi dari salah seorang penduduk Seilangsek, oleh masyarakat disebut dengan Candi Padangroco.

Kala itu sejak tahun 1993 sampai tahun 1996 Situs Padangroco terus dilakukan ekskavasi oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Batusangkar bekerjasama dengan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Dari hasil ekskavasi tersebut telah terbuka 4 buah struktur candi yang semuanya terbuat dari bata, yang kemudian diberi nama Candi I, II, III, dan IV.

Candi Padangroco I  merupakan Candi Induk dengan ukuran 21 m x 21 m dengan ketinggian struktur bata sekitar 90 cm dan pada   bagian tengah (bagian isian candi) sekitar 3 m. Bangunan induk ini mempunyai tangga masuk/naik pada keempat sisinya dengan orientasi Baratdaya – Timurlaut.

Candi II merupakan candi yang terbuat dari konstruksi susunan bata, berdenah bujur sangkar, berukuran 4, 40 x 4,40 m. Tinggi bangunan yang masih tersisa sekarang 1,28 m. Pintu masuk dan tangga yang menjadi arah hadap terletak di sisi barat sehingga bangunan tersebut berorientasi ke baratdaya – timurlaut.

Candi III merupakan bangunan dengan struktur bata, berdenah bujur sangkar terdiri dari 3 undakan. Undakan pertama terletak paling atas berukuran 2 x 2 m, dengan tinggi bangunan yang masih tersisa terletak di bagian selatan , terdiri dari 7 lapis bata. Sedangkan Candi Padangroco masih berupa reruntuhan di sudut belakang  Candi Padangroco II.

Di situs ini juga ditemukan parit kuna yang mengelilingi candi, dari arah barat menyambung ke utara dan berakhir di sisi timur. Kedua ujungnya bermuara ke Sungai Batanghari, tetapi bagian ujung-ujung ini sudah hampir rata dengan permukaan tanah sekarang, sehingga sulit dikenali lagi. Sementara parit sisi utara relatif masih dapat ditemukenali, sekalipun sebagian sudah menjadi jalan kerbau, tetapi baik parit maupun tanggulnya relatif masih baik. Jarak  antara kedua ujung parit yang membujur utara-selatan kurang lebih 1000 m, sedangkan panjang ke arah utara berkisar 2000 m.

Di sebelah utara parit bertemu membentuk sudut membujur timur-barat. Parit sebelah timur menembus kolam, yang sekarang menjadi sawah penduduk membujur baratlaut-tenggara, disebut ‘sawah tabek’. Pada awalnya sawah ini adalah rawa (payau) yang kemudian dimanfaatkan untuk persawahan dengan lebar sawah sekitar  20 – 40 m. Di ujung tenggara, kolam bercabang ke arah utara dan selatan membentuk huruf T. Di lokasi ini terdapat parit yang mengarah ke timur, menuju bukit Giring, yang tingginya  kurang lebih 176 cm di timur Jorong Koto Lamo di tepi kelokan Sungai Batanghari. Secara umum lebar parit antara 4–8 m dan kedalaman 1–5 m.

Candi Padangroco telah menjadi saksi peradaban masa lalu. Sungguh menarik memang untuk menelusuri secara mendalam tentang detail yang ada dari bukti-bukti ini, tidak hanya Candi Padang Roco, namun juga ada Candi Pulau Sawah yang keduanya ini dapat dianggap sebagai pondasi dalam mengungkap riwayat masa lalu di daerah tersebut.