Candi-Candi di Sumatera Barat

Oleh: Nurmatias

Banyak orang tidak tahu bahwa di Sumatera Barat yang dikenal sebagai daerah Adat Basandi Syarak dan Syarak Basandi Al-Quran banyak dipengaruhi budaya dengan Pengaruh Hindu Budha. Sebelum agama Islam masuk atau bersama pengaruh Islam masuk ke  wilayah Sumatera Barat (Minangkabau) sudah berkembang Pengaruh Hindu-Budha. Pengaruh Hindu Budha ini bisa kita lihat dari peninggalannya, seperti prasasti dan Candi. Kita menemukan candi dan prasasti ini dibeberapa kabupaten seperti Dharmasraya, Pasaman, Tanah Datar serta Agam. Bukti tulis tentang keberadaan zaman Hindu-Budha bisa kita lihat prasasti dan berita asing Prasasti Amoghapasa dan Rambahan  menyebutkan keberadaan  Kerajaan Dharmasraya pada kisaran tahun 1286 M sampai dengan 1347 M. Bambang Budi Utomo menyebutkan bahwa pusat kerajaan Melayu pada mulanya berlokasi di sekitar Jambi, di daerah hilir Batanghari. Kemudian pada sekitar abad ke-13 M di sekitar Rambahan. Nama Melayu pertama kali disebutkan di dalam kitab Sejarah Dinasti T’ang (VII – X M) yang memberitakan tentang datangnya utusan dari negeri Mo-lo-yeu pada tahun 644-645 M.

Untuk kasus Melayu Dharmasraya, J.G de Casparis menyebutkan bahwa pusat pemerintahan kerajaan Melayu Dharmasraya adalah di Sei Langsek (Padangroco). Dimanapun itu, baik Rambahan, Pulausawah, dan Padangroco adalah sebuah kesatuan wilayah kerajaan, yakni Kerajaan Dharmasraya. Nama Dharmasraya muncul di dalam prasasti Dharmasraya tahun 1286 M yang ditulis pada sebuah lapik arca yang dikirmkan oleh Raja Singasari untuk Raja Melayu pada peristiwa Ekspedisi Pamalayu. Manifestasi ekspedi Pamalayu adalah perjanjian damai antara kerajaan Singsari dengan kerajaan Melayu Dharmasrya untuk menghambat serangan Kubilah Khan. Bentuk perdamaian tersebut 2 gadis Sumatera Barat (Minangkabau) yaitu Dara Petak dan Darah Jiga di bawa ke kerajaan Singasari. Darah jingga kawan dengan Petinggi kerajjan Singasari dan melahirkan Adityawarman. Isi yang terkandung di dalam prasasti ini menyebutkan bahwa pada tahun 1208 S (1286 M), bulan badrawada tanggal 1 paro terang, Arca Amoghapasa dibawa dari Bhumijawa dan ditempatkan di Dharmmasraya. Arca ini merupakan persembahan dari Sri Maharajadiraja Sri Krtanegara untuk Sri Maharaja Srimat Tribhuwanaraja Mauli-warmmadewa dari Melayu Dharmmasraya.

Kemudian Raja Adityawarman Memindahkan pusat pemerintahannya ke perdalaman Sumatera, Di sekitar Kota Batusangkar ditemukan banyak Prasasti, baik di Pagaruyung, Kubu rajo Saruaso, Ombilin, Pariangan dan Rambatan. Berdasarkan inventarisasi Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat ditemukan 22 prasasti semua isi prasastinya menyebutkan keberadaaan Raja Adityawarman dan silsilah keluarganya. Di Kabupaten Pasaman ditemukan candi dan prasasti zaman Hindu-Budha seperti di Prasasti Ganggo Hilia, Percandian Tanjung Medan Panti, Prasasti Kubu Sutan Lansek  Kodok, Percandian Koto Rao, dan Candi Pancahan, semua bercerita tentang keluarga Aditywarman dan silsilah keluarganya. Jadi beberapa abad lamanya daerah Sumatera Barat (Minangkabau) pernah ada pengaruh budaya Hindu Budha.

Bentuk peninggalan Hindu-Budha adalah Prasasti dan Candi. Prasasti yang lebih dikenal di Sumatera Barat dengan nama batu basurek dengan huruf Pallawa dengan bahasa Sangsekerta. Prasasti ini tidak kita bahas secara detail. Kemudian peninggalan zaman Hindu-Budha lainnya adalah Candi. Candi yang kita kenal saat ini adalah tempat suci agama Hindu dan Budha. Menurut Prof. Dr. Soekmono, candi mempunyai dua fungsi yaitu sebagai tempat peribadatan dan tempat ditanam abu jenazah yang dimakamkan (makam). Bukti candi sebagai peribadatan adalah ketika reliaf dipahatkan dicandi kita melihatkan berdasarkan pemahatan mengikuti arah jarum jam (pradaksina) berarti itu candi sebagai tempat peribadatan. Ketika pahatan relief candi berlawanan arah dengan jarum jam (prashawiya) berarti candi tersebut sebagai makam atau pendarmaan orang penting yang g abunya ditanam dalam candi.  Bahan dasar pembuata candi terbuat dari batu andesit gunung dan candi terbuat dari bata. Pada umumnya candi-candi yang ditemukan di Sumatera Barat seperti Candi Padang Roco, Pulau Sawah, Awang Maobiak yang temukan di Kabupaten Dharmasraya, Candi Tanjung Medan Panti, Candi Pancahan, Candi Koto Rao, Candi Padang Nunang yang ditemukan di Kabupaten Pasaman terbuat dari bata. mMenurut analisa bahan pembuatan candi di Sumatera Barat terbuat dari bata karena teknologi pembuatan batu bata sudah tinggi dan bahannya sangat banyak ditemukan. Teknologi dan bahan pembuatan batu andesit tidak tersedia dengan baik di  daerah Sumatera Barat.

Berdasarkan analisa dan toponim daerah kita menemukan nama lain candi dengan Biaro, di kabupaten Agam dan Tanah Datar kita menemukan tempat yang disebut biaro, seperti di Tanah Datar, seperti  biaro Pariangan dan kita menemukan Prasasti Pariangan di Nagari terindah di dunia berdasarkan travel budjet. Di Agam kita menemukan kata biaro dan dari hasil temuan yang ada juga diperkirakan ada bekas percandian.  Bentuk candi-candi di Sumatera  Barat tidak semonumental di  Jawa seperti Candi Borobudur, Prambanan dan candi lain yang terbuat dari batu andesit karena teknologi pembuatan candi di Jawa sudah baik. Kemudian struktur masyarakat Jawa yang agraris lebih mudah diarahkan. Pada masyarakat agraris titah raja merupakan perintah Dewa yang harus ditaati. Berbeda dengan masyarakat yang latar belakang kehidupannya sebagai pedagang yang sering kontak dengan masyarakat luar sehingga titah raja bukan harus diikuti sebagai perintah Dewa. Jadi kebudayaan Hindu-Budha sudah hadir dalam lintasan sejarah kebudayaan di Sumatera Barat atau Minangkbau. Yang tidak bisa kita nafi dan pungkir sebagai proses sejarah kita.