BPCB Sumatera Barat Dampingi SDN 04 Kuburajo Belajar Cagar Budaya; Sebuah Upaya Mengenali Tinggalan Budaya Masa Silam untuk Memperkukuh Karakter Generasi Bangsa

Sabtu (12/11) pagi, kantor Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumatera Barat sontak dihiasi keceriaan dan tawa renyah anak-anak. Pasalnya, sebanyak 40 orang pelajar berseragam pramuka didampingi guru-guru dari SDN 04 Kuburajo, Tanah Datar, mendatangi kantor yang berlokasi di Pagaruyung itu. Kunjungan tersebut dalam rangka pengembangan pembelajaran Muatan Lokal yang selama ini dilangsungkan di dalam kelas. Kegiatan ini berupa kunjungan lokasi ke berbagai situs tinggalan Cagar Budaya di sekitar Kabupaten Tanah Datar.

1

Penjelasan dari Tim Pemandu BPCB sebelum Memasuki Ruang Koleksi BPCB Sumatera Barat

 

Kunjungan diawali dengan mendatangi ruang koleksi BPCB Sumatera Barat yang menyimpan sejumlah tinggalan Benda Cagar Budaya. Para siswa tampak antusias menyaksikan secara langsung seperti apa rupa benda-benda bersejarah yang berusia puluhan bahkan ratusan tahun itu. Terlebih, penjelasan dari Tim Pemandu BPCB yang diselingi pertanyaan membuat siswa begitu bersemangat mempelajari tinggalan yang berhubungan erat dengan aktivitas manusia di masa silam tersebut.

3 2

Penjelasan tentang Bata Candi Pulau Sawah (Dharmasraya) dan Aktivitas Para Murid Mencatat

Informasi Tinggalan Keramik

Puas mengitari ruang koleksi, para siswa melanjutkan perjalanan menuju Ustano Rajo Alam Pagaruyung. Di kompleks makam keluarga raja-raja Pagaruyung ini para siswa diajak mengenal tipologi jirat tergantung pada bentuk dan ukurannya yang berbeda-beda. Bola mata kecil anak-anak itu saksama mengamati tatkala dikenalkan pada motif jirat yang beragam: geometris, garis, sulur-suluran, dll. Disampaikan pula, bahwa di sekitar kompleks pemakaman terdapat sebuah lempengan batu yang di bagian permukaannya banyak lubang-lubang. Ketika ditanya, tak banyak yang tahu bahwa di atas batu yang dikenal dengan nama Batu Uji atau Batu Kasur itulah konon para calon raja diuji sebelum dinobatkan sebagai raja di Kerajaan Pagaruyung.

4

Para Siswa mengamati Jirat pada Salah Satu Makam di Ustano Rajo Alam

Tidak jauh dari Ustano Rajo Alam, para siswa kemudian menyambangi Kompleks Prasasati Adityawarman. Tinggalan yang menjadi tempat dikumpulkannya prasasti-prasasti yang dikeluarkan Adityawarman ini menjadi perhatian tersendiri. Para siswa tekun mencatat penjelasan dari Tim Pemandu BPCB. Tak sekadar membahas perihal sejarah prasasti, para siswa pun diberi pemahaman bahwa karena adanya prasasti yang ditulislah maka apa yang terjadi pada masa silam dapat dipelajari pada saat ini. Belajar dari itu, para siswa pun diajak untuk giat menulis, sebab dengan menulis sungguh kita sedang menciptakan dan meninggalkan sejarah, setidaknya sejarah bagi kita sendiri.

5

Tim Pemandu Memaparkan tentang Tinggalan Prasasti Adityawarman

Perjalanan pun dilanjutkan dengan mengunjungi Prasasti Kuburajo dan Batu Batikam. Tatkala turun dari kendaraan, tapak kaki para generasi penerus tongkat estafet bangsa itu seketika ligat berlari menuju objek, rasa keingintahuan yang besar membuat mereka terlihat tak sedikit pun merasa lelah meski matahari kian terik. Ketika ditanya tentang latar cerita kemunculan Batu Batikam, banyak murid yang serempak mengangkat tangan. Mereka terlihat memahami pelajaran muatan lokal yang diberikan guru di sekolah. Tim Pemandu BPCB pun memberikan arahan, bahwa sikap kita melestarikan tinggalan Cagar Budaya adalah salah satu langkahnya dengan tidak merusak atau mencoret-moret.

“Supaya ketika besar nanti, tinggalan yang kita kunjungi sekarang ini akan tetap berbentuk seperti ini, sebagai wujud peninggalan sejarah,” nasihat Yusril, tim pemandu yang juga merupakan staf kelompok kerja Pemeliharaan BPCB Sumatera Barat itu.

6 7

Kunjungan ke Prasasti Kuburajo dan Batu Batikam

 Setelah mengunjungi berbagai tinggalan megalitik, para siswa diajak berkunjung ke tinggalan berupa bangunan. Nun di Nagari Tabek, Pariangan. Adalah Balairung Sari, bangunan panjang tanpa dinding beratap ijuk ini dipakai sebagai tempat untuk musyawarah adat. Menyantap makan siang di bangunan panggung ini sembari bersela dan diiringi embus angin yang sepoi membuat para siswa merasa betah di lokasi ini. Terlebih keberadaan kolam dengan ikan-ikan kecil yang terlihat berlarian membuat lokasi kian asri. Deswarman, juru pelihara Balairung Sari pun kemudian menjelaskan sejarah bangunan yang merupakan perkembangan dari Medan Nan Bapaneh itu.

8

Juru Pelihara Balairung Sari Menceritakan Latar Sejarah Bangunan

 Selanjutnya kunjungan diakhiri di Rumah Tuo Kampai Nan Panjang, Balimbing. Salah satu rumah tua yang masih kokoh ini menjadi daya tarik sendiri bagi para pelajar. Di rumah ini dijelaskan bagaimana manusia pada masa itu sudah mengaplikasikan metode-metode konstruksi dan bahan-bahan yang dekat dengan alam dalam pembangunan rumah gadang.

9 10

Tim Pemandu Memaparkan tentang Rumah Gadang dari Tinggalan Bangunan Rumah Tuo Kampai Nan Panjang

Ketika ditanyakan kesan dan pesannya, Citra Dewi, guru SDN 04 Kuburajo mengatakan, “Sangat menyenangkan memperoleh informasi tentang peninggalan sejarah Minangkabau sehingga pengetahuan kami menjadi bertambah,” ujarnya. “Jika dapat, lebih banyak lagi koleksi benda di ruang koleksi BPCB Sumatera Barat,” masukannya kemudian.

Sedangkan guru SDN 04 Kuburajo lainnya, Desnefit, menyampaikan pesan agar tetap melestarikan keberadaan tinggalan masa silam, “Lindungi Cagar Budaya untuk cucu kita di masa yang akan datang,” pungkasnya dengan semangat.

Begitu pun bagi para siswa, Qatrunnada salah satunya, ia mengaku senang mengikuti kegiatan ini. Siswi kelas lima tersebut merasa mendapat pengalaman dan ilmu dari berkunjung ke situs-situs bersejarah.

Di lain pihak, Rafki, tim pemandu yang juga koordinator Kelompok Kerja Pemeliharaan BPCB Sumatera Barat menanggapi, “Kegiatan ini telah mencerminkan bahwa sosialisasi selama ini mulai berdampak positif bagi dunia pendidikan, terutama setelah adanya kegiatan sinergitas Cagar Budaya di Tanah Datar yang belum lama ini diselenggarakan dengan bentuk pameran dan kegiatan lainnya dalam rangkaian acara Festival Minangkabau Oktober silam,” ungkap alumnus Ilmu Sejarah Universitas Andalas itu.

Untuk memupuk kecintaan akan Cagar Budaya pada generasi pelanjut bangsa, memang perlu dilakukan pendekatan-pendekatan yang bersifat persuasif. Sebab pada dasarnya, kesadaran akan serta-merta terlahir dengan terlebih dahulu melalui proses penghayatan setelah adanya pemahaman dan pemaknaan dari dalam diri seseorang. Adapun guna mengejawantahkan bentuk kesadaran tersebut, satu di antaranya dengan memberikan pengertian dan pengenalan akan bentuk fisik.

Terhadap pendekatan Cagar Budaya, upaya memperkenalkan Cagar Budaya kepada peserta didik dengan mengunjungi objek tinggalan Cagar Budaya seperti yang telah dilakukan SDN 04 Kuburajo patut diapresiasi. Mengingat, ruang lingkup sekolah sejatinya menjadi candradimuka pembentuk karakter. Tentunya, kegiatan serupa perlu digalakkan, agar generasi pelanjut pembangunan bangsa akan tumbuh dengan kekukuhan karakter: manusia Indonesia yang berbudaya.

11

Foto Bersama

Laporan: Dafriansyah Putra (Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat wilayah kerja Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau)