Terletak di Jalan Lintas (By Pass) Km 1 Nomor 107 Desa Kampai Tabu Karambia, Kecamatan Lubuk Sikarah, Kota Solok. Sumatera Barat. Bangunan merupakan rumah tradisional Minangkabau atau Rumah Gadang. Penamaan Rumah Tradisional Gajah Maharam karena bentuknya yang menyerupai gajah mengeram. Berdasarkan keterangan ahli waris dan beberapa sumber, rumah ini merupakan rumah bagi kaum suku Chaniago, yang kepala kaumnya adalah Husien Dt. Bandaro.[1] Selain itu rumah ini juga digunakan sebagai rumah kediaman Engku Lareh di Solok.[2] Selain difungsikan sebagai rumah hunian dan tempat pelaksanaan acara-acara adat, rumah ini dahulunya juga digunakan sebagai tempat untuk belajar pidato bagi para pemuda di daerah Solok dan sekitarnya.

Rumah ini mulai dibangun pada tahun 1901 dan selesai pengerjaannya pada tahun 1904.[3] Berdasarkan hasil tinjauan lapangan, sekarang rumah ini tidak dihuni lagi karena bangunannya sudah miring dan hanya dipakai pada saat-saat tertentu, seperti kalau ada keluaraga atau ahli waris dari rumah ini yang meninggal maka akan disemayamkan dulu di tempat ini baru di bawa ke pemakaman. Secara umum Rumah Tradisional Gajah Maharam ini merupakan milik Kaum Dt. Bandaharo, Suku Chaniago.

Secara keseluruhan rumah ini terbuat dari bahan kayu dan atap yang berbahan seng. Arah hadap bangunan adalah arah utara. Rumah Gadang Gajah Maharam memiliki gonjong sebanyak lima buah, empat buah di bagian atap dan sebuah di bagian depan sebagai pelindung tangga masuk rumah.[4] Berdasarkan hasil wawancara dengan ahli waris, jenis kayu sebagai bahan utama komponen bangunan adalah kayu Juar, Surian dan ruyung (pohon kelapa). Sedangkan untuk dinding pada timur, barat dan selatan rumah di gunakan Sasak.[5]

Secara umum bangunan ini dipenuhi oleh ukiran-ukiran dengan motif flora (tumbuhan). Ukiran-ukiran ini pada umumnya terletak pada bagian depan rumah (sisi utara) dan pada bagian dalam bangunan.

Bangunan rumah gadang ini memiliki denah empat persegi panjang dengan jumlah tiang penopang bangunan yang berjumlah 30 buah. Pada bagian dalam bangunan terdapat 4 buah kamar yang terletak pada sisi selatan bangunan yang berjejer arah timur-barat. Pada masing-masing pintu kamar ini terdapat ukiran-ukiran bermotif flora berupa les pintu. Sedangkan pada bagian atas pintu kamar terdapat ukiran berbentuk setengah lingkaran dengan motif flora dan mahkota. Diperkirakan motif mahkota ini dipengaruhi oleh masa kolonial.


Pintu pada bangunan berjumlah 2 buah, dengan rincian 1 terdapat pada sisi utara dan 1 pada sisi selatan. pintu pada sisi utara merupakan pintu masuk dan pintu pada sisi selatan merupakan pintu keluar pada bangunan. Keletakan pintu ini terletak pada tengah-tengah bangunan. Sedangkan jendela pada bangunan secara keseluruhan berjumlah 4 buah yang secara keseluruhan berada pada sisi utara (bagian depan bangunan), dengan rincianmasing-masing 2 buah di sisi timur dan barat.

Pada bagian selatan terdapat lorong yang menghubungkan bangunan utama dengan bangunan dapur. Secara umum kondisi komponen bangunan (kayu) sudah mengalami pelapukan dan kemiringan. Kerusakan juga diperparah oleh gempa yang terjadi pada tahun 2009 yang melanda Provinsi Sumatera Barat.

 Rumah Gadang Gajah Maaram saat ini tengah dilakukan Pemugaran oleh BPCB Sumatera Barat.

Sumber foto: Dokumentasi BPCB Sumatera Barat 2016

[1] Berdasarkan keterangan Nasril. Juru pelihara Surau dan Makam Syekh Sihalahan. Husien Dt. Bandaro ini lebih dikenal dengan nama Syekh Sihalahan seorang tokoh penyebar agama Islam di Solok dan sekitarnya.

[2] Berdasarkan keterangan dari Nasril dan Eliza (ahli waris), Engku Lareh ini merupakan adik kandung dari Syekh Sihalahan yang makam dan suraunya berlokasi tidak jauh dari bangunan (lebih kurang 150 m). Sebagai catatan Surau dan Makam Syekh Sihalahan ini sudah masuk dalam daftar inventaris BPCB Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau.

[3] Wawancara dengan eliza, umur 53 tahun, pekerjaan PNS, alamat Kelurahan KTK, Kec. Lubuk Sikarah, Kota Solok pada tanggal 15 Februari 2014 di Kota Solok.

[4] Penamaan lokal dari gonjong pada bagian depan (tangga masuk), adalah “anjungan”.

[5]Sasak” adalah belahan bambu yang dikayam untuk dinding.