Survei Penyelamatan Situs Neolitik Mallawa Kab. Maros Sul-Sel 2013

plotting dan penentuan area survei dalam peta topografi_1
Tim survei penyelamatan situs Neolitik Mallawa sedang merencanakan jalur survei di peta topografi

Survei penyelamatan sebagai salah satu upaya pelindungan di dalam Undang Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya ditujukan sebagai bentuk penyelamatan terhadap situs cagar budaya atau yang diduga sebagai situs cagar budaya yang dianggap terancam atau memiliki peluang terancam kelestariannya di masa mendatang. Penyelamatan yang dimaksud bisa berupa penyelamatan fisik seperti pemindahan, maupun penyelamatan data dan kondisi terkini. Penyelamatan non fisik berupa perekaman data arkeologis dan lingkungan pendukungnya dengan mengidentifikasi segala bentuk ancaman, potensi ancaman, kondisi temuan serta perlakuan pelestarian yang telah dilakukan pada situs.

Situs Neolitik Mallawa telah diregistrasi oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar dalam Database BPCB Makassar (update 2013) dengan nomor inventarisasi 989, dan pada tahun 2012 telah dilakukan survei penyelamatan. Survei pada tahun 2012 tersebut menghasilkan rekaman data berupa artefak batu sebanyak 1818 buah, lumpang batu/ batu berlubang sebanyak 3 buah serta fragmen tembikar sebanyak 471 buah dengan konsentrasi temuan terpadat pada berada pada 2 lokasi di sekitar lereng dan punggungan bukit Bulu Bakung. Mengacu pada laporan tersebut pula, diindikasi area persebaran temuan masih lebih luas lagi—terutama bagian selatan hingga timur Bulu Bakung, yang merupakan wilayah perbatasan Kecamatan Mallawa Kabupaten Maros dan wilayah Kecamatan Libureng Kabupaten Bone. Atas pertimbangan tersebut pada tahun 2013, kembali dilakukan survei untuk menjangkau area yang belum tercover pada tahun 2012 tersebut.

Situs neolitik Mallawa telah dikenal secara luas di kalangan peneliti arkeologi dan akademisi secara nasional sebagai salah satu situs neolitik terpenting di Indonesia. Situs ini telah dieksplorasi sejak tahun 1994 oleh mahasiswa Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin, dan sejak saat itu menjadi salah satu objek studi neolitik yang penting hingga sekarang. Selain itu, bila mengacu pada Database Alumni Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin (update 2013), tercatat 6 skripsi yang menjadikan Situs Neolitik Mallawa sebagai lokasi penelitian. Sehingga dalam konteks penelitian—terutama yang berasal dari pembabakan prasejarah masa neolitik—situs Mallawa menjadi sangat penting.

Sebagai salah satu situs yang cukup penting untuk konteks sejarah budaya nasional sebagai sebuah identitas budaya bangsa, Situs Neolitik Mallawa kondisinya saat ini berpeluang terancam kelestariannya oleh aktifitas pertanian masyarakat disekitarnya. Kegiatan pertanian masyarakat dalam bentuk perkebunan dalam beberapa kondisi bisa menyebabkan disturbansi terhadap konteks data—terlebih data yang ada dipermukaan.

Maksud dan Tujuan

Kegiatan ini dimaksudkan untuk melakukan survei secara sistematis berdasarkan metode-metode arkeologi, dalam wilayah tersebut dengan tujuan menyelamatkan atau mengumpulkan data fisik dan nilai sejarah, bahkan konteks Benda Cagar Budaya dalam situs.

Lokasi dan Waktu Kegiatan

Situs Neolitik Mallawa di Desa Sabila Kecamatan Mallawa Kabupaten Maros, dan Desa Poleonro Kecamatan Libureng Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan tanggal 19-30 Agustus 2013.

Hasil Kegiatan

Dari hasil survei yang dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan yang terkait dengan kondisi dari peninggalan-peninggalan cagar budaya di kawasan ini antara lain :

  • Sebagai survei lanjutan yang telah dilakukan pada tahun 2012, survei kali ini berupaya menjangkau semaksimal mungkin area sebaran temuan permukaan. Dari hasil survei yang telah dilakukan, diperoleh sebaran temuan yang berlokasi pada 4 sektor, yaitu Sektor Bulu Bakung, Bulu Coing, Tana Ugi dan Bulu Uttangnge yang memanjang dari barat, selatan hingga utara wilayah situs inti Mallawa, yaitu Sektor Bulu Bakung. Dimana wilayah persebaran artefaknya berada di perbatasan antara Kabupaten Maros Kecamatan Mallawa di sisi utara dan Kabupaten Bone Kecamatan Libureng di sisi selatan.
  • Tinggalan arkeologis yang ditemukan pada situs ini berupa artefak batu yang terdiri dari alat serpih, kapak, kapak genggam, beliung, pahat, batu inti, tatap pelandas, dan batu asah dengan jumlah keseluruhan mencapai 1044 artefak. Selain itu juga ditemukan batu berlubang/lumpang batu, dan susunan batu menyerupai altar (?) di Sektor Bulu Coing.
  • Bahan baku pembuatan artefak batu jenis serpih didominasi oleh gamping, sedangkan artefak kapak, beliung, dan pahat berasal dari jenis batusabak. Kapak genggam dan batu pelandas menggunakan batu jenis andesit, sementara batu asah menggunakan batuan jenis batupasir.
  • Temuan lainnya berupa fragmen tembikar dalam kondisi tersebar sebanyak 72 fragmen, serta keramik sebanyak 8 buah fragmen yang juga dalam kondisi tersebar. Temuan fragmen tembikar dan keramik yang berhasil terekam pada kegiatan kali ini, hanya temuan yang tersingkap di permukaan.
  • Sebagian besar artefak batu yang ditemukan berupa pecahan/patahan, sementara tembikar dan keramik hanya berupa fragmen yang sebagian diantaranya masih bisa diidentifikasi atributnya.
  • Dari hasil pengamatan sementara dengan melihat intensitas temuan yang cukup padat dan variabilitas temuan yang cukup banyak, maka situs ini dianggap memiliki nilai yang cukup penting bagi kepentingan mengungkap aspek sejarah budaya manusia dari masa neolitik. Sementara beberapa hasil penelitian sebelumnya juga sebagian besar menganggap situs ini sebagai salah satu situs neolitik yang sangat penting untuk mengungkap alur persebaran manusia Austronesia di nusantara.
  • Situasi bentang lahannya yang pada beberapa bagian hanya berupa rumput pada dasarnya memperbesar potensi ancaman pergeseran temuan akibat longsor.

Rekomendasi
Mengacu pada kesimpulan di atas maka berikut beberapa rekomendasi terkait hal-hal yang dianggap perlu untuk dilakukan, antara lain :

  • Perlu dilakukan survei lanjutan terutama di wilayah Sektor Tana Ugi dan Bulu Uttangnge yang hingga kegiatan berakhir belum terjangkau secara maksimal. Pada survei lanjutan nantinya, perlu mempertimbangkan untuk melakukan penggalian percobaan (test pit) pada lokasi-lokasi terpilih untuk mengetahui adanya indikasi dan tingkat kepadatan temuan secara vertikal serta penting juga untuk mempertimbangkan penambahan waktu dan jumlah personil tim.
  • Mengingat pentingnya situs Mallawa dalam memberikan gambaran terkait perwajahan neolitik di Indonesia, maka perlu secepatnya ditetapkan sebagai situs cagar budaya.
  • Areal situs yang merupakan padang terbuka dan menjadi lokasi perkebunan dan hutan konservasi, perlu penempatan petugas Polsus untuk memantau lokasi secara berkala.
  • Koordinasi dengan instansi terkait dan sosialisasi ke masyarakat sekitar terkait nilai penting situs perlu lebih diintesifkan. Agar upaya pelestarian bisa lebih efektif dan mendapat sambutan yang positif dari semua kalangan yang terkait.
  • Sosialisasi terkait nilai penting situs terutama untuk kalangan pelajar penting dilakukan untuk membangun rasa kepemilikan yang pada akhirnya bermuara pada semangat untuk peningkatan keilmuan dan pelestarian situs Neolitik Mallawa beserta lingkungan dan tinggalannya sebagai warisan budaya. (MAP)