You are currently viewing PERJALANAN EKSPEDISI MISTERI LEMBAH SUNGAI WALANAE

PERJALANAN EKSPEDISI MISTERI LEMBAH SUNGAI WALANAE

Kawasan Lembah Walennae mengandung nilai kebudayaan yang tinggi karena memiliki identitas kebudayaan Sulawesi Selatan yang cukup kaya. Kawasan ini mewakili hasil pencapaian budaya purba jaman Paleolitik di Sulawesi Selatan menjadi kawasan situs Paleolitik tertua di Pulau Sulawesi. Yuk cari tahu di sini penelitian apa saja yang pernah dilakukan para peneliti untuk mengungkap Misteri Lembah Sungai Walennae!

1905 Paul dan Fritz Sarasin

Menerbitkan bukunya Reisen in Celebes,  menginformasikan keberadaan artefak batu masif dari Situs Cabbenge Soppeng.

 

1947 Van Heekeren

Penelitian di tiga desa, yaitu Situs Desa Beru, Sompoh/Sompe, dan Celeko. Heekeren menemukan fosil-fosil vertebratadan beberapa titik konsentrasi alat batu masif dan alat batu serpih.

 

1968-1970 Van Heekeren, R.P Soejono, Barstra

Penelitian di Kawasan Cabengge menemukan situs Marale yang kayak akan fosil dan Situs Kecce yang kaya akan alat batu.

 

1972 Van Heekeren

Heekeren menerbitkan buku berjudul The Stone Age of Indonesia.Di dalamnya terdapat peta irisan geologi bagian Selatan-Barat Sulawesi, penjelasan temuan alat serpih paleolitik dari Cabbenge, temuan fosil binatang vertebrata. Heekeren berkesimpulan bahwa temuan alat batu dan fosil vertebrata memiliki umur yang sama. Hal ini dikarenakan jalur migrasi manusia kemungkinan mengikuti jalur migrasi hewan mamalia.

 

1977-1979 R.P Soejono

R.P Soejono dan timnya melakukan penelitian di Situs Parotodan Situs Kawasan Cabbenge ke arah pinggiran Sungai Walanae. Mereka menemukan temuan kapak genggam yang cukup banyak. Hasil penelitian ini kemudian diterbitkan dalam berbagai jurnal.

 

1970-1981 Sartono

Penelitian di Daerah Cabbengedan Situs Parotoyang menemukan lokasi situs baru yang mengandung alat batu dan fosil vertebrata, sepertispecimen stegodon dan sus. Selain itu, ditemukan 4 undakan sungai purba. Hasil penelitian diterbitkan dengan judul The Age Vertebrata Fossiland Artifact from Cabbenge in South Sulawesi, Indonesia

 

1985-1987 Fachroel Aziz dan Darwin Kendar

Penelitian Paleontologi di Situs Calio, Marale, Tantung, Sompe, dan Pattema. Temuan penelitian berupa tengkorakCelebhochorusheekereniyang utuh di Marale, tengkorak Elephas celebensisdan tempurung fosil kura-kura raksasa [Geochelone atlas] yang sekarang menjadi koleksi Museum Geologi Bandung, batangan taring Celebhochorusheekereni dan sejumlah fragmen fosil lainnya.

 

1987-1994 Barstra

Melakukan penelitian di Situs Jampu dan Paroto dengan temuan hand axedan alat batu lainnya. Barstra menyimpulkan teknologi alat batu prasejarah di Cabbenge yang berlanjut dari Kala Plestosen ke Kala Holosen. Beberapa unsur budaya Toala juga ditemukan dalam penelitian ini.

 

1991 Fachroel Aziz, van Den Bergh, dan P.Y. Sondar

Survei di kawasan Situs Marale, Situs Lakibong dan Situs Tanrung. Tujuan utama penelitian ini adalah rekonstruksi Celebochoerus heekereni.Saat ini hasil rekonstruksi dapat kita saksikan di berbagai publikasi nasional maupun internasional serta sejumlah museum di Indonesia dan Luar Indonesia.

 

1991 R.P Soejono

Penelitian di Situs Kawasan Cabbenge memberikan kesimpulan terkait peneluan undakan Sungai Purba Walanae. Setiap undakan memiliki karakter temuan yang berbeda.

 

1999 van Gert dan van den Berg

Hasil penelitian mengidentifikasi bahwa Fauna Walanae terdiri dari tiga lapisan fauna di Sulawesi yaitu, Fauna Walanae. Tiga lapisan ini diterbitkan dalam bukunya The Late Neogene elephantoid-bearing faunas of Indonesia.

Fachroel Aziz dan van Den Bergh

Penemuan Situs Talepu yang kaya akan alat batu dan juga dilakukan penggalian arkeologis pertama kali dilakukan di tersebut. Pengambilan sampel tanah/serbuk sari untuk penentuan umur alat batu pun dilakukan. Penelitian juga dilaksanakan di Situs Jekkae, Paroto, Marale, dan Bulu Cepo.

2012. Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) dan Balai Arkeologi (Balar) Makassar

Tim BP3 berhasil mengidentifikasi konsentrasi dan batas-batas persebaran temuan arkeologi di Situs Talepudan Tim Balar Makassar berhasil menambahtemuankoleksi fosil vertebrata dari kawasan lembah ini. Berdasarkan penelitian ini diketahui berbagai jenis alat batu dan fosil yang tersebar di 10 area Situs Talepu. Selain itu diidentifikasi berbagai kondisi keterancaman situs dan upaya pelestariannya.

 

2013 Balai Pelestarian Cagar budaya Makassar

Melakukan kajian penyelamatan pada 9 Lokasi Situs, yaitu Situs Berru, Marale, Paroto, Lakibong, Situs Kecce, Salaonro, Lenrang, Jampu, dan Lonrong. Hasil kajian ini berhasil mengidentifikasi luasan setiap situs dan batas-batasnya. Selain itu ditemukan variabilitas temuan berupa artefak batu masif, artefak batu “Toalean”, fosil vertebrata, dan lapisan konglomerat mengandung fosil dan artefak, bahkan beberapa jenis artefak dari masa setelahnya misalnya fragmen tembikar, keramik, dan juga lumpang batu.

 

2014-2015 Balai Arkeologi Makassar

Melakukan penelitian terkait alat batu masif dan toala di Situs Talepu, Lenrang, Jampu, Kecce, dan Paroto. Penelitian ini berhasil mengidentifikasi tipologi, bahan, dan teknologi pembuatan alat batu. Selain itu, diindentifikasi terdapat tempat yang dihuni secara berkesinambungan.

 

2016 Gerrit D. Van den Bergh dkk

Menerbitkan tulisan Earliest hominin occupation of sulawesi, Indonesiapada jurnal internasional Nature. Pada tulisan tersebut dipublikasikan temuan dan umur dari alat batu yang diperkirakan 200.000-100.000 tahun yang lalu. Kesimpulannya adalah Manusia Purba telah ada di Lembah Sungai Walanae sejak 200.000 tahun yang lalu.

 

2019 Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan

Melakukan kajian tata pamer di Museum Prasejarah Calio. Hasil kajian ini merekomendasikan adanya perubahan tata pamer Museum Prasejarah Calio dengan konsep open storage (tempat penyimpanan terbuka). Konsep ini memungkinkan pengujung melihat berbagai temuan hasil penelitian di Lembah Sungai Walanae. Kedepannya, Museum ini dapat dijadikan sebagai open site museum (museum situs terbuka), yang diintegrasikan dengan Situs-Situs di Kawasan Lembah Sungai Walanae.

 

*tulisan ini telah dipublikasikan pada Pameran Misteri Lembah Walennae, di Halaman Villa Yuliana, Kabupaten Soppeng, Agustus 2019