Pendataan Cagar Budaya di Kabupaten Luwu Propinsi Sulawesi Selatan

kepala dinas menerima tim pendataan saat melakukan kordinasi
Kepala Dinas Dikbud Kab. Luwu menerima tim pendataan cagar budaya BPCB Makassar saat melakukan kordinasi

Potensi cagar budaya yang merupakan salah satu kekayaan khasanah budaya di Kabupaten Luwu cukup beragam. Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

Berdasarkan literatur dan informasi dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Luwu pada saat tim melaksanakan koordinasi sebelum turun ke lapangan mengatakan bahwa di wilayah tersebut terdapat ± 10 obyek yang diduga cagar budaya. Potensi cagar budaya tersebut sampai saat ini belum tertangani dengan baik, hal ini disebabkan potensi cagar budaya tersebut belum terdata sebagai salah satu syarat dalam pelestarian sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2010 pasal 53 ayat 4 disebutkan bahwa pelestarian Cagar Budaya harus didukung oleh kegiatan pendokumentasian sebelum dilakukan kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan keasliannya.

Kegiatan pendataan ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang persebaran tinggalan budaya beserta situsnya dengan tujuan kegiatan tersedianya data tentang potensi tinggalan budaya dalam bentuk tertulis di Kabupaten Luwu.

Adapun lingkup kegiatannya meliputi pencatatan temuan di lokasi situs, kondisi lingkungan, pengukuran dan pembuatan gambar denah lokasi, sehingga dapat diketahui bentuk, jumlah temuan, kondisi lingkungan, dan jenis situsnya.

Penelusuran di gua andulan
Penelusuran situs cagar budaya di Gua Andulan

Pendataan dilaksanakan pada 10 obyek yang diduga cagar budaya yaitu: Bubun Parani, Bubun Rajeng, Situs Buntu Libani, Liang Kabongiang, Liang Andulan, Ilan Batu 1, Liang To Bamban, Gua Massawae, Makam Tandi Pau (Assalengngeng), dan Bubun Datu. Kegiatan pendataan ini berupa pencatatan, pengukuran, penggambaran/pembuatan denah lokasi, pemotretan, serta penyusunan pelaporan.

Tersedianya data berupa deskripsi lokasi situs/yang diduga cagar budaya, gambar/denah lokasi, jenis temuan, dan data lingkungan situs/yang diduga cagar budaya.

Pelaksanaan kegiatan pendataan ini menggunakan beberapa metode untuk memperoleh data yang lebih akurat dan dapat dipertanggung-jawabkan.Kerangka kerja yang harus dilalui antara lain :

  • Pengumpulan Data Pustaka, kegiatan awal dimulai dengan pengumpulan/penelusuran data pustaka untuk memperoleh penjelasan tentang informasi objek termasuk nilai penting maupun hal lain yang terkait dengan keberadaan tinggalan budaya/situs, sehingga dapat membantu dalam pengumpulan data lapangan.
  • Pengumpulan Informasi, kegiatan ini dilaksanakan pada saat koordinasi dengan Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas atau lembaga yang menangani kebudayaan, pemerintah kecamatan/desa, tokoh masyarakat dan tokoh adat setempat yang berkaitan dengan keberadaan situs tersebut.
  • Pengumpulan Data Lapangan, kegiatan ini meliputi peninjauan langsung lokasi situs, sekaligus melakukan perekaman data temuan dalam bentuk pencatatan, pengukuran, penggambaran/ denah lokasi, dan pemotretan.
  • Pelaporan, sebagai salah satu rangkaian kegiatan dan pertanggung-jawaban pelaksanaan kegiatan pendataan, adalah pengolahan data dan penyusunan laporan tertulis dibuat meliputi kronologi pelaksanaan kegiatan beserta hasilnya dalam bentuk deskripsi/hasil rekaman tinggalan budaya yang berhasil didata.

Letak Geografis dan Kondisi Geografi

Keadaan wilayah Kabupaten Luwu berada pada 2º.34’.45’’ – 3º.30,30’’ Lintang Selatan dan 120º.21.15’’ – 121º.43,11’ Bujur Timur dari Kutub Utara dengan patokan posisi Propinsi Sulawesi Selatan, dengan demikian posisi Kabupaten Luwu berada pada bagian Utara dan Timur Propinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten Luwu terletak dibagian utara dan timur Propinsi Sulawesi Selatan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

  • Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Palopo & Kabupaten Luwu Utara
  • Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Wajo dan Sidrap
  • Sebelah Timur berbatasan dengan Teluk Bone
  • Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tana Toraja dan Enrekang.

 Kabupaten Luwu berjarak sekitar kurang lebih 400 km dari Kota Makassar dan terletak di sebelah utara dan timur Propinsi Sulawesi Selatan. Daerah Kabupaten Luwu terbagi dua wilayah sebagai akibat dari pemekaran Kota Palopo; yaitu wilayah Kabupaten Luwu bagian Barat yang terletak sebelah Barat kota Palopo dan wilayah yang terletak sebelah utara kota Palopo. Karena kondisi daerah yang demikian maka dibentuklah sebuah Badan Pengelola yang disebut Badan Pengelola Pembangunan Walmas (BPP Walmas). Luas wilayah administrasi Kabupaten Luwu kurang lebih 3000,25 km2 terdiri dari 21 kecamatan pada tahun 2007 yang dibagi habis menjadi 192 desa/kelurahan. Kecamatan Latimojong adalah kecamatan terluas di Kabupaten Luwu, luas Kecamatan Latimojong tercatat sekitar 467,75 km2 atau sekitar 15,59 persen dari luas Kabupaten Luwu, menyusul kemudian Kecamatan Bassesangtempe dan Walenrang Utara dengan luas masing-masing sekitar 301,00 km2 dan 259,77 km2 atau 10,03 persen dan 8,66 persen. Sedangkan kecamatan yang memiliki luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Belopa Utara dengan luas kurang lebih 34,73 km2 atau hanya sekitar 1,16 persen.

Topografi

Sebagian  besar  wilayah  Kabupaten  Luwu  memiliki  tingkat  kemiringan diatas  40%  dengan  luas  wilayah  sekitar  197.690,77  Ha  atau  65,89%  dari luas wilayah Kabupaten Luwu, sedangkan wilayah dengan kemiringan 0 -8%  dengan  luas  42.094,88  Ha  atau  14,03%,  kemiringan  8  –  15%  memiliki luas 29.696,28  Ha  atau 9,90%, kemiringan 15  –  25% memiliki luas 8.245,50 Ha  atau 2,75% dan 25  –  40% memiliki luas 22.297,60  Ha  atau 7,43%. Secara umum, Kabupaten Luwu berada pada ketinggian berkisar antara 0  –  2000 mdpl.

Secara umum, keadaan cuaca di Kabupaten Luwu dipengaruhi oleh dua musim  yaitu  musim  kemarau  dan  musim  penghujan.  Kabupaten  Luwu memiliki  keadaan  iklim  tipe  B1,  dengan  suhu  rata-rata  29°  –  31°C  yang merupakan  tipe  umum  di  daerah  tropis.  Sedangkan  jika  ditinjau  dari intensitas  hujan,  maka  curah  hujan  paling  tinggi  terjadi  pada  bulan  Juli  dengan nilai 756 mm di Belopa dan intensitas terendah terjadi pada bulan Oktober  di  Kecamatan  Bua  dengan  intensitas  6  mm,  sementara  itu, intensitas hujan tinggi yang merata tiap bulannya di Kecamatan Bessesang Tempe dengan rata rata 499 mm.

Menurut ketinggian daerah sebagian besar wilayah Kabupaten Luwu berada di ketinggian 100 m ke atas. Di Kabupaten Luwu tercatat 8 sungai yang cukup besar dan panjang, kedelapan sungai tersebut masing-masing adalah Sungai Lamasi yang melintasi Kecamatan Lamasi dan Kecamatan Walenrang, Sungai Pareman melintasi Kecamatan Bupon dan Ponrang, Sungai Bajo melintasi Kecamatan Bajo dan Kecamatan Belopa, Sungai Suli melintasi Kecamatan Suli, Sungai Larompong melintasi Kecamatan Larompong, Sungai Temboe melintasi Kecamatan Larompong, Sungai Riwang melintasi Kecamatan Larompong dan Sungai Siwa melintasi Kecamatan Larompong Barat. Dari kedelapan sungai tersebut yang terpanjang adalah Sungai Pareman dengan panjang tercatat sekitar 73 Km. Tujuh sungai lainnya panjangnya tercatat sekitar 16–69 Km. Untuk pembangkitan PLTM Simbuang menggunakan sungai kecil yaitu Sungai Simbuang yang merupakan anak Sungai Lamasi yang terletak di hulu. Melihat banyaknya sungai-sungai besar dan kecil yang berada di Kabupaten Luwu dan mempunyai kemiringan yang cukup besar sehingga potensi untuk dijadikan energi listrik cukup banyak.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:

  1. Pendataan yang  dilaksanakan di  Kabupaten Luwu,  berhasil mendata  10 buah  tinggalan  budaya  yang  terdiri  dari; Bujung Parani,  Bujung Rajeng,  Situs Buntu Lebani, Liang Kabongiang Liang Andulan,  Ilan Batu 1,  Liang To Bamban, Gua Massawae, Makam Tandi Pau, dan Bubun Datu
  2. Dari obyek yang berhasil didata tersebut tiga diantaranya sudah dipugar oleh pemerintah maupun masyarakat setempat, antara lain : liang Andulan telah dibuatkan jalan setapak yang dibeton akan tetapi tidak sampai ke obyeknya, Makam Tandi Pau telah mengalami perubahan bentuk, Bujung Rajeng telah diberi tembok sedangkan Bujung Parani diberi cincin
  3. Pada umumnya obyek yang didata belum mempunyai papan informasi dan papan larangan. Untuk papan petunjuk yang ada, antara lain pada obyek Gua Ilan Batu dan liang Andulan.

 dalam kegiatan pendataan ini di saran atau direkomendasi sebagai berikut:

  1. Hendaknya untuk cagar budaya Gua Andulan dibuatkan jalan setapak hingga ke obyek sehingga memudahkan pengunjung.
  2. Perlu segera mungkin dibuatkan papan larangan pada setiap obyek tersebut di atas hal ini untuk menghindari terjadinya pengembangan dan pemanfaatan yang menyimpang dari aspek-aspek pelestarian