Konservasi Rumah Aadat Pallawa Kab. Toraja Utara Sulawesi Selatan

Rumah Adat Pallawa

Cagar Budaya adalah warisan budaya yang perlu dilestarikan keberadaannya, Undang Undang No. 11 tahun 2010  tentang cagar budaya menjelaskan bahwa pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Cagar budaya memiliki arti penting bagi kebudayaan bangsa dan memupuk rasa kebanggaan nasional, dapat menjadi jati diri bangsa. Oleh karena itu benda yang bernilai warisan budaya sepatutnya dilindungi dan diselamatkan dari kehancuran melalui kegiatan seperti melakukan konservasi, mengidentifikasi, registrasi dan penataan koleksi cagar budaya .

Cagar Budaya memiliki permasalahan yang kompleks terutama dalam hal mengidentifikasi, pemeliharaan dan pengelolaannya, sehingga diperlukan langkah-langkah strategis dan terencana, terpadu serta sistematis agar disamping pelestarian cagar budaya dapat terwujud, juga diharapkan dapat berdaya dan berhasil-guna bagi Bangsa dan Negara.

Berdasarkan hasil studi konservasi yang dilaksanakan pada tahun 2007, kondisi keterawatan Cagar Budaya Tongkonan dan Lumbung di desa Pallawa sudah sangat mengkhawatirkan, hal tersebut dapat kita lihat pada tingkat kerusakan yang terjadi pada Permukaan Tongkonan dan Lumbung. Selain itu kondisi lingkungan sangat berpengaruh terhadap proses kerusakan. Oleh karena itu untuk menjaga kelestariannya perlu dilakukan konservasi.

Maksud dan Tujuan

Maksud dari kegiatan ini adalah untuk melakukan perawatan terhadap bangunan kayu Tongkonan dan Lumbung Palawa’., Adapun tujuan yang ingin dicapai antara lain Untuk menghambat/mengendalikan proses kerusakan dan pelapukan  Cagar Budaya Tongkonan dan Lumbung sebagai warisan budaya, agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan untuk kepentingan ilmu pengetahuan.

Metode Pelaksanaan

Metode yang digunakan pada kegiatan konservasi ini adalah sebagai berikut :

  1. Pengumpulan data, meliputi kegiatan studi pustaka yaitu mengumpulkan berbagai literatur dari berbagai sumber seperti buku, majalah, artikel atau makalah hasil penelitian mengenai situs Tongkonan dan Lumbung Palawa’.
  2. Pelaksanaan konservasi, pekerjaan awal yang dilakukan pada komponen kayu adalah pembersihan secara mekanis dengan menggunakan sapu lidi dan kuas, kemudian dilanjutkan dengan pembersihan secara khemis meliputi kegiatan sterilisasi dengan larutan Alkohol 96 %, konsolidasi dengan larutan Paraloid B-72 2%, pengawetan dengan larutan Akonafos 2 % serta kamuflase dengan menggunakan serbuk kayu yang dicampur lem Yucalac Resin.
  3. Pengolahan data, meliputi analisa data hasil pustaka, analisa data hasil studi konservasi dan analisa hasil konservasi.

PELAKSANAAN

Sebelum Pelaksanaan

Sebelum pelaksanaan Konservasi didahului dengan pengamatan  atau observasi dan pengukuran  komponen Tongkonan dan Lumbung untuk mengetahui volume m2 yang akan diolesi bahan kimia karena ini sangat menentukan penyesuaian kebutuhan jumlah bahan kimia yang telah disediakan, kayu merupakan kategori bahan organik yang bersifat higroskopis dan peka terhadap pengaruh kondisi lingkungannya. Sebagai akibat pengaruh faktor lingkungannya, bahan bangunan kayu akan mengalami proses interaksi ini bersifat alami yang tidak dapat dihindari karena semua benda akan mengalami proses penuaan alamiah dan akan mengalami peroses degradasi yang mengakibatkan menurunnya kwalitas bahan dasar yang digunakan dari segi bentuknya proses degradasi yang terjadi pada bahan bangunan kayu dibagi menjadi dua yaitu kerusakan dan pelapukan.

1.  Kerusakan : adalah peroses perubahan yang terjadi pada bahan benda cagar  budaya yang tidak disertai dengan perubahan sifat-sifat fisik maupun kimiawinya.

2.  Pelapukan : adalah perubahan yang terjadi pada bahan benda cagar budaya yang disertai dengan perubahan sifat-sifat fisik (desintegrasi) dan perubahan sifat-sifat kimiawinya. (dekomposisi)

Berikut ini akan diuraikan beberapa faktor penyebab kerusakan dan pelapukan tongkonan dan lumbung di Palawa’.

–     Kerusakan Mekanis

Kerusakan ini terjadi dihampir beberapa bagian tongkonan dan lumbung seperti retakan, patahan, atau pecahan. bahkan ada beberapa bagian telah diganti oleh pemiliknya dengan jenis kayu yang sama.

–     Pelapukan secara fisis

Ini disebabkan faktor iklim setempat baik makro maupun mikro  dari unsur iklim yang paling berperanan adalah suhu dan  kelembapan, besarnya amplitudo suhu antara siang dan malam ini menyebabkan memacu peroses pelapukan secara fisis, perubahan suhu yang datang secara mendadak ini sangat berbahaya terhadap benda yang telah berusia karena kondisinya telah rapuh.

–     Pelapukan secara kimiawi

Agensi utama proses pelapukan secara khemis adalah air, berupa air hujan maupun air kapiler dari dalam tanah, polusi udara, unsur unsur lemak, gejala pelapukan yang secara makroskopis teramati misalnya pembusukan.

–     Pelapukan secara biotis

Jenis pelapukan ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan jasad renik pada permukaan kayu Tongkonan dan Lumbung tidak hanya mengganggu secara estetis tapi juga mampu menimbulkan proses pembusukan ataupun noda dari hasil sekresi zat-zat organik yang dihasilkannya, beberapa jenis pertumbuhan yang nampak seperti jamur bakteri, dan lumut kerak. Banyaknya tumbuhan pakis pada atap Tongkonan dan Lumbung. Disamping itu hama serangga seperti  rayap dan bubuk kayu kering dan lebah yang melubangi permukaan komponen Tongkonan dan Lumbung ini sangat membahayakan bahan bangunan kayu.

–     Kerusakan oleh faktor manusia

Adalah goresan benda tajam seperti pisau dan parang coretan coretan cat kapur tulis dan tinta spidol.

Pelaksanaan

1.  Persiapan

Langkah awal yang dilakukan sebelum pelaksanaan konservasi adalah mempersiapkan peralatan dan bahan yang akan digunakan  antara lain;

–      Bahan dan perekaman yaitu kamera digitali dan alat tulis (buku  dan pulpen).

–    Peralatan konservasi seperti; timbangan digital, gelas kimia plastik 1000 ml, gelas ukur 100 ml, lap,  kapas, pisau, spatula, masker, kaos tangan plastik, ember, gayung, sikat cuci dan sikat gigi, jerigen, baskom, ember, batang pengaduk, baju praktek, kuas 3” serta gegep besi.

2.  Perawatan (Konservasi)

Jenis perawatan (konservasi) yang dilakukan pada Tongkonan dan Lumbung meliputi pembersihan mekanis, pembersihan khemis, sterilisasi, kamuplase, pembasmian serangga seperti rayap, bubuk kayu kering, serangga berupa  lebah yang melubangi permukaan kayu, Berikut akan diuraikan secara rinci mengenai jenis-jenis kegiatan yang dilakukan.

a.    Pembersihan Mekanis

Pembersihan mekanis dilakukan dengan tujuan untuk membersihkan akumulasi debu dan sarang lebah berupa gumpalan tanah yang menempel pada permukaan Tongkonan dan Lumbung, Pembersihan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan kuwas halus, solet bambu, sapu ijuk setelah selesai dilanjutkan dengan sterilisasi.

b.    Sterilisasi dengan alkohol 96 %

Perlakuan ini dengan cara mengolesi pada seluruh bagian permukaan komponen Tongkonan dan Lumbung  dengan menggunakan kuwas halus, hal ini dilakukan untuk membersihkan berupa bakteri, lemak, pertumbuhan jamur yang nempel pada permukaan kayu, dan tulisan kapur spidol.

c.    Kamuflase

Kamuflase pada bagian lubang-lubang bekas serangan serangga pada permukaan tongkonan dan lumbung yang berlubang, pecahan dan retakan-retakan diisi dengan campuran Yukalac Resin + Hardener dan serbuk gergaji sesuai kebutuhan hingga membentuk jadi adonan kemudian diisi hingga rata pada permukaan kayu.

d.   Pembasmian serangga.

Pembasmian ini dilakukan dengan cara pengolesan dengan kuwas, penyemprotan dengan sprayer pada permukaan kayu Tongkonan dan Lumbung hingga merata hal ini bertujuan agar segala jenis hama serangga  dan bubuk  kayu kering dapat dibasmi secara tuntas, bahan yang digunakan adalah formulasi termisida Akonafos 480 EC + Minyak tanah, konsentrasi larutan 2 %.selain perlakuan diatas juga melakukan injeksi kedalam tanah hingga kedalaman 30 cm pada permukaan tanah dengan  bahan yang sama pada situs tongkonan dan lumbung dengan jarak 1(satu) m dari tiang hal ini merupakan tindakan pencegahan rayap yang menyusup dari dalam tanah.

e.    Konsolidasi

Konsolidasi adalah bentuk perlakuan yang bertujuan untuk memperkuat struktur permukaan kayu yang rapuh dengan cara pengolesan  dengan kwas halus, maupun penyemprotan dengan sprayer merata pada permukaan komponen tongkonan dan lumbung, menginjeksi pada bagian pecahan dan retakan yang sangat rapuh larutan yang digunakan adalah Toluen + paraloid B 72 konsentrasi larutan hingga 2 %.

Setelah Pelaksanaan

Untuk mengetahui besaran setiap perlakuan seperti  pembersihan akumulasi debu, sterilisasi, kamuplase, konsolidasi, Langkah terakhir yang dilakukan setelah semua rangkaian  kegiatan konservasi dilaksanakan adalah pengukuran atau perhitungan volume kegiatan. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar semua bahan-bahan konservan yang digunakan dapat dipertanggungjawabkan. Ada beberapa langkah kegiatan yang dilaksanakan dalam konsevasi Tongkonan dan Lumbung antara lain:

  1. Kegiatan pembersihan mekanis permukaan Tongkonan dan Lumbung Volume 3896 m2
  2. Kegiatan sterilisasi dengan alkohol 96 % pada permukaan tongkonan dan lumbung Volume 1280 m2
  3. Kegiatan Kamuplase pengisian lubang serangga dan pecahan yukalac resin + Hardener + serbuk gergaji  tongkonan dan lumbung volume 0,021 m3.
  4. Kegiatan pengawetan, minyak tanah + akonafos konsentrasi larutan 2 % pengolesan pada permukaan tongkonan dan lumbung volume 3682 m2
  5. Kegiatan konsolidasi Paraloid B 72 + Toluen  konsenterasi larutan 1,5 % pengolesan pada permukaan tongkonan dan lumbung yang lapuk volume  157 m2
  6. Kegiatan injeksi akonapos + air 2% kedalam tanah 30 cm dengan jarak 1 m dari tiang guna mencegah serangan rayap yang yang berasal/menyusup dari dalam tanah .Volume 1,3 m3.

Kesimpulan dari kegiatan ini karna tugas yang diemban oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar sangat besar, dengan wilayah keerja yang begitu luas, nampak bahwa kegiatan konservasi dalam rangka Pelestarian Tinggalan Cagar Budaya yang dilakukan di Kabupaten Toraja Utara masih dalam tahap pertama, mengingat jumlah Tongkonan dan Lumbung cukup banyak dan berukuran besar, sehingga membutuhkan penanganan  konservasi  secara berkala.

dari kesimpulan di atas maka rekomendasi yang dianggap perlu untuk dilakukan adalah:

  1. Perlu dilakukan monitoring pasca konservasi
  2. Perlunya sosialisasi undang undang Cagar budaya Agar masyarakat dapat memahami regulasi dan etika dalam pemeliharaan Benda Cagar Budaya.