Situs Cagar Budaya Ondongan nomor inventaris 151 BPCB Makassar adalah Kompleks Makam Raja-Raja dan Hadat Banggae di Kabupaten Majene Provinsi Sulawesi Barat, terdapat 480 buah Makam besar dan kecil yang terletak dibukit pesisir laut menghadap ke pelabuhan tradisional pantai Majene. Dikaki bukit tersebut terdapat dua buah gua yang dibuat pada masa pendudukan Jepang di Indonesia yang berfungsi sebagai tempat persembunyian, di bukit itulah terdapat ratusan buah Makam raja raja Banggae yang ada di Ondongan
Riwayat berdirinya Kerajaan Banggae.
Kerajaan Banggae pada jaman dahulu kala mulanya berpusat di salabose atau perkampungan salabose berada didataran tinggi di Kota Majene ± 120 m dari permukaan laut. Kerajaan ini pada mulanya adalah sebuah kelompok masyarakat yang dipinpin oleh ketua suku yang digelar Tomakaka dan tinggal di Poralle nama sebuah tempat di Salabose. Yang kemudian disebut sebagai Tomakaka Poralle. Selain itu masih ada Tomakaka yang memimpin kelompok masing masing yang berdiam disekitar Banggae seperti Tomakaka Pullajonga, Tomakaka Salongang, Tomakaka Totoli, Tomakaka Pepottoang. Pada masa kerajaan Tomakaka di Poralle datang seorang yang berasal dari kerajaan Majapahit yang namanya tidak diketahui, hanya digelar oleh masyarakat setempat Topole-pole yang mengawini Tomerropa-ropa Wulawang putri Tomakaka Poralle. Atas kecakapan Topole-pole ini istrinya Waris Tahta Kerajaan maka Topole-pole dapat membentuk suatu sistem pemerintahan baru yang belum dikenal pemerintahan Tomakaka Poralle. Dalam sistem pemerintahan inilah merupakan cikal bakal terbentuknya Kerajaan Banggae. Yang mendapat tantangan dari Tomakaka yang terdapat disekitarnya.
Pertentangan ini terjadi pada Tomakaka Poralle dan Tomakaka Totoli mengenai batas kedua Tomakaka tersebut. Pertentangan ini berakhir dengan jalan perkawinan Daenta Melanto Putra Tomakaka Poralle dengan seorang Putri Tomakaka Totoli, yang mengakibatkan kedua pemerintahan Tomakaka berjalan aman dan damai. Dari sejarah perkembangan kerajaan Banggae telah tercatat Raja Raja yang memerintah baik sebagai Maradia Toa ataupun Maradia Malolo, yang baru diketahui 25 orang mulai dari Maradia Daenta Melanto Sampai Rammang Pettalolo yang tahun pemerintahannya 1907-1949. Maradia daenta Melanto sangat giat memperluas daerah kekuasaannya baik secara peperangan maupun secara diplomasi, malah cara yang sering dilakukan adalah melakukan pertemuan dengan kerajaan di sekitarnya, untuk membicarakan keamanan bersama dengan jalan pembentukan Pitu Ulunna Salu (Tujuh Kerajaan di hulu) dan pitu ba’bana binanga (Tujuh Kerajaan di Muara) dengan menghasilkan suatu keputusan bersama bahwa ketujuh kerajaan dihulu dan tujuh kerajaan dimuara masing masing berdiri sendiri dengan tidak mencampuri urusan kerajaan lainnya dan saling membantu bila salah satu kena serangan oleh musuh yang lain. Dalam sistem pemerintahan Kerajaan Banggae dipinpin oleh Seorang Maradia Toa yang dipilih langsung oleh Banua Kaiyang. Maradia Toa dibantu oleh seorang Maradia Lolo yang bertanggung Jawab dalam pertahanan dan keamanan kerajaan di samping kedua maradia tersebut dibantu oleh sepuluh sokko yang dipilih dan diberhentikan oleh raja. Pada acara resmi kerajaan Bangggae pada seluruh anggota sokko dan anggota adat banua Kaiyang hadir untuk menyaksikan pesta tersebut.