You are currently viewing Embrio Budaya Bahari Makassar

Embrio Budaya Bahari Makassar

Bukti jejak dari perdagangan rempah Kerajaan Gowa di masa lalu, kini diinventarisasi untuk membuktikan kemegahan dari Kota Pelabuhan Dunia. Kegiatan ini dilakukan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Sulawesi Selatan dalam rangka pendukungan Jalur Rempah Indonesia sebagai Warisan Dunia.

Embrio budaya bahari Makassar, sekitar abad XIV, terkait kehadiran dua orang laut (turijene) di Bantaeng, yakni Karaeng Bayo dan Lakipadada. Tokoh yang disebut pertama menikah dengan ratu pertama Gowa tomanurung1 dan bertahta di bukit Tamalate.

Emporium di Makassar tumbuh dikarenakan perdagangan Cengkeh dan Pala. Makassar berfungsi menjadi titik simpul jaringan perdagangan Indonesia Timur. Cengkeh dari Maluku Utara, Pala dari Banda, dan komoditi lainnya dari berbagai wilayah Timur Indonesia. Para penguasa Makassar, yaitu Kerajaan Gowa, menyadari bahwa wilayahnya bukanlah penghasil komoditi seperti Aceh dan Banten, dengan demikian mereka mengembangkan kebijakan kerjasama dengan para penguasa yang memiliki wilayah penghasil komoditi unggulan, seperti Kesultanan Ternate, Tidore, Banda dan Ambon.

Pelabuhan Makassar berperan penting dalam menghidupkan perdagangan di jalur rempah yang didukung oleh pelabuhan-pelabuhan sekitarnya. Letaknya yang startegis dan kemampuan penguasa lokal (local genius) merespon peluang perdagangan maritim, setelah Malaka dikuasai Portugis 1511, membuat Makassar tumbuh dan berkembang menjadi kota pelabuhan dunia. Jalur dan perdagangan rempah dimanfaatkan oleh penguasa Makassar untuk membangun negerinya menjadi pusat perdagangan terkemuka dan kekuatan poltik di kawasan timur Nusantara pada abad XVI-XVII.