You are currently viewing Pembangunan Benteng Nassau yang Penuh Drama
Denah Benteng Nassau

Pembangunan Benteng Nassau yang Penuh Drama

Benteng Nassau mulai dibangun oleh Koloni VOC pada tahun 1607. Sekarang, benteng ini terletak di Desa Nusantara, Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah. Menurut Willard A. Hanna (Kepulauan Banda: Kolonialisme dan Akibatnya di Kepulauan Pala, 1983 hal. 26) benteng yang lokasinya terletak di pesisir pantai sisi selatan Pulau Neira ini berdiri di lokasi pondasi benteng Portugis yang tidak terselesaikan seabad sebelumnya. Benteng ini dibangun oleh tenaga 750 orang serdadu yang dikomando oleh seorang laksamana VOC, Pieterszoon Verhoeven.

Denah Benteng Nassau

Gambar Denah Benteng Nassau tahun 1640

Sumber: Arsip Belanda

Proses pembangunan benteng ini sempat terhambat karena terbunuhnya Verhoeven saat melakukan perundingan dengan para “orang kaya” Banda. “Orang kaya” yang dimaksud sebenarnya adalah orang-orang yang dihormati di masyarakat Banda. Ketika tiba di Banda, Verhoeven yang langsung menerapkan monopoli perdagangan rempah di Neira, karena tidak senang dengan keberadaan orang Inggris yang lebih dulu berdagang rempah di pulau itu. Para “orang kaya”, yang sesungguhnya lebih senang berbisnis dengan orang Inggris, juga ikut ditekan oleh Verhoeven. Membuat mereka tersingkir dari rumah mereka di Neira dan terpaksa pindah ke Lonthor. Para “orang kaya” ini kemudian menyimpan dendam kepada Verhoeven.

Singkat cerita, beberapa minggu kemudian para “orang kaya” mengajukan permintaan kepada Verhoeven untuk merundingkan persetujuan-persetujuan baru tentang perdagangan rempah antara mereka dan VOC. Verhoeven setuju, ia dan rombongannya datang ke lokasi yang ditentukan—di bawah pohon besar yang terletak di pesisir timur Pulau Neira, pada hari perundingan. Namun Laksamana Verhoeven mendapati tempat pertemuan itu kosong. Verhoeven menyuruh penerjemahnya, Adrian Ilsevier, untuk mencari dimana para “orang kaya” itu. Setelah beberapa menit mencari, akhirnya Ilsevier menemukan para “orang kaya” sedang bersembunyi di kebun tidak jauh dari lokasi pertemuan. Para “orang kaya” itu ketakutan melihat sang laksamana datang membawa puluhan prajurit bersenjata untuk mengawalnya. Para “orang kaya” meminta kepada Ilsevier untuk memberitahu Laksamana yang baik hati itu untuk, sekiranya, mau berkenan meninggalkan para prajuritnya dan hanya membawa beberapa orang pilihannya ke kebun itu, sehingga tidak ada adu kekuatan yang tidak pantas yang akan menghalangi pertukaran pendapat yang bebas. Ilsevier kembali dan memberitahukan keinginan para “orang kaya” itu kepada Verhoeven. Tanpa curiga sedikit pun, Verhoeven memenuhi permintaan itu. Ia bersama para penasihatnya bergerak masuk ke kebun itu. Orang-orang Belanda itu segera saja dihabisi oleh para “orang kaya” tanpa ampun. Verhoeven dan 34 pedagang Belanda tewas di hutan itu. Beberapa orang dijadikan sandera dan dibawa ke Lonthor. Hanya sang juru tulis yang selamat melarikan diri, Jan Pieterszoon Coen—kemudian menjadi Gubernur Jenderal VOC, dan membalaskan dendamnya kepada rakyat Banda pada 1621.

Sepeninggal Verhoeven, Simon Janszoon Hoen diangkat menjadi laksamana VOC yang baru. Ia kemudian segera merampungkan pembangunan Benteng Nassau, karena takut akan terjadi serangan besar oleh rakyat Banda. Ternyata serangan itu tak pernah datang. Hoen hanya dikunjungi oleh seorang pedagang Belanda dari Lonthor, Wouter van den Enden. Pedagang muda Belanda itu diutus untuk menyampaikan pesan damai bersyarat dari para “orang kaya” dari Orantatta dan Selamme. Pesan itu berisi bahwa para “orang kaya” itu tidak terlibat dalam insiden penjebakan Verhoeven di Neira. Mereka juga berjanji akan menjaga keselamatan para agen-agen pedagang Belanda namun, dengan satu syarat. Hoen harus bersedia membongkar Benteng Nassau yang baru saja dibangun. Hoen menolak mentah-mentah syarat yang disampaikan Enden itu. Enden panik. Ia tidak berani kembali ke Lonthor dan menyampaikan penolakan itu. Akhirnya, Enden pun berbohong untuk menyelamatkan kepalanya dari penggalan. Ia menyampaikan kepada para “orang kaya” bahwa, laksamana menyetujui syarat-syarat mereka.

Berdasarkan kebohongan Enden, dua “orang kaya” datang ke Neira bersama seorang budak. Segera saja mereka ditangkap dan ditahan di atas sebuah kapal VOC. Sedangkan budak mereka dikembalikan ke Lonthor untuk menyampaikan ultimatum Hoen kepada para “orang kaya”; untuk segera melepaskan orang-orang Belanda yang menjadi tawanan disana. Tanpa diduga, kedua “orang kaya” itu berhasil melepaskan diri dari kapal VOC dan berenang ke tempat yang aman. Berita berikutnya yang diterima Hoen ialah dua agen dagang mereka di Lonthor, Cornelis Van Eerden dan Dirk Pieterszoon, telah dipenggal.

Sebulan kemudian Hoen mengirimkan beberapa ekspedisi penghukuman untuk menyerang kampung-kampung di Lonthor. Ekspedisi itu juga menangkap dan membakar perahu-perahu orang Banda, sekaligus merampas barang-barangnya. Hoen dan perwiranya semakin percaya diri dengan keberhasilannya di Lonthor itu. Tidak berapa lama ia mengirimkan sepasukan prajurit angkatan lautnya untuk menyerang pertahanan para “orang kaya” di Selamme. Angkatan laut VOC kalah telak. Sembilan orang tewas dan tujuh puluh lainnya luka-luka. Hoen segera merubah strateginya. Ia mengatur armadanya untuk memblokade pantai di Selamme. Memotong pasokan makanan, menangkap orang Banda yang lari melalui laut, dan menghalangi datangnya bala bantuan.

ilustrasi situasi kapal eropa di banda neira

Ilustrasi situasi kapal Eropa di Banda Naira

Sumber: Arsip Belanda

Strategi itu berhasil. Sebulan kemudian, para “orang kaya” dari Selamme datang untuk berdamai. Hoen bersama penasihatnya kemudian menyusun sebuah perjanjian hukum yang mengatur tentang agama, orang pelarian, dan monopoli dagang. Dalam perjanjian itu juga memuat ketentuan bahwa seluruh kapal dan perahu yang masuk harus berlabuh di dekat Benteng Nassau untuk diperiksa. Semua lalu lintas antarpulau harus seizin Belanda. Tidak seorang pun boleh tinggal di Neira tanpa seizin Belanda, dan Neira menjadi daerah kekuasaan Belanda untuk selama-lamanya.

Hoen merasa lega dengan perjanjian hukum itu. Ia bangga telah menyelesaikan tugas yang semula diberikan kepada Verheoven. Pada akhir Agustus 1609, Hoen memutuskan berlayar ke utara bersama sebagian besar armadanya untuk misi yang hampir sama dengan yang dilakukannya di Neira, menancapkan bendera kekuasaan Belanda di Ternate dan Tidore. Hendrik van Bergel ditunjuk sebagai Gubernur Banda menggantikan Jacob de Bitter—Kapten kapal Hollandia, yang telah wafat karena luka-luka yang dideritanya dari ekspedisi menghukum Selamme. Hoen juga meninggalkan pasukan terkuatnya untuk menjaga Benteng Nassau yang juga digunakan sebagai gudang penyimpanan rempah-rempah. Hoen mengira ketertiban sipil di Banda sudah terjamin, dan keuntungan para agen dagang Belanda akan segera datang menyusul. Ia salah besar. Orang Banda yang tinggal di Pulau Ai dan Rhun melanggar perjanjian baru itu pada setiap kesempatan. Mereka juga senantiasa melakukan kekerasan terhadap pedagang-pedangan Belanda di sana.