You are currently viewing Kampung Tua Gurabunga
Kampung Tua Gurabunga

Kampung Tua Gurabunga

Secara administratif, Kelurahan Gurabunga terletak di Kecamatan Tidore Kota Tidore Kepulauan. Kelurahan Gurabunga berada di ketinggian 860 mdpl, dan berada di kaki Gunung Kie Matubu. Kata Gurabunga berasal dari kata Gurua Banga; Gurua yang berarti danau dan Banga berarti hutan. Sehingga Gura Banga berarti danau di hutan.

Sebelum menjadi kampung Gurua Banga, masyarakat di sekitarnya hidup terpisah-pisah antara satu marga dan marga lainnya. Setiap marga masing-masing hidup di atas tanah milik marganya, disebut dengan bahasa Tidore Hale Eto Se Daera yang berarti tanah dan wilayah milik marga terdiri, dengan dipimpin oleh ketua marganya yang disebut Sowohi :

  • Marga Mahifa mendiami wilayah Buku Fululu (Bukit Bulat)
  • Marga Toduho mendiami wilayah Lego Mabuku (Tepi Bukit)
  • Marga Folasohi mendiami wilayah Fola Gosora (Rumah Pala)
  • Marga Tosofu Malamo (besar) mendiami wilayah Gurua (Danau)
  • Marga Tosofu Makene (kecil) mendiami wilayah Gurua (Danau)

Pada 1950 kelima marga tersebut berkumpul dan bersepakat untuk menjadi satu dalam sebuah kampung. Kampung tersebut diberi nama Gamsung atau Kampung Baru, dan masih merupakan anak dusun dari Desa Gamtofkange. Pada 1965, atas kesepakatan kelima marga, Kampung Gamsung diganti namanya menjadi Gurua Banga yang berarti “danau di dalam hutan” sesuai dengan letaknya yang berdekatan dengan sebuah danau di tengah-tengah hutan. Selanjutnya pada 1967 Kampung Gurua Banga dimekarkan menjadi desa otonom. Pada 1981 nama Gurua Banga diganti menjadi Gurabunga oleh Bupati Ahmad Malawat.

Lima marga yang menghuni Gura Bunga adalah 5 dari 9 marga inti Kesultanan Tidore. Empat marga lainnya bertempat tinggal di bawah yaitu di Soa Sio adalah Togobu, Fahiloku, Kalaodi, dan Tunjala. Marga-marga  yang berjumlah 9 tersebut memiliki tugas masing-masing. Kelima marga yang tinggal di Gura Bunga merupakan kelompok Bobato Hakekat, yaitu pemuka kesultanan yang menangani hal-hal spritual (alam gaib). Empat marga lainnya yang tinggal di bawah (pesisir) merupakan Bobato Syariat, yaitu pemuka kesultanan yang menangani tugas-tugas pemerintahan (eksekutif). Setiap marga di Gurabunga memiliki ketua adat dan rumah adat. Ketua adat berhak untuk tinggal di rumah adat selama menjabat, serta mendapat kebun cengkeh untuk dikelola.

Salah satu rumah tua di Gurabunga