Bandar Udara (Bandara) Frans Kaisiepo, terletak di Pulau Biak. Keberadaan sebuah landasan pacu sepanjang 3.570 meter dan lebar 40 meter memang begitu menonjol. Sejarah perkembangan kota Biak menyatu dengan sejarah pendirian Bandara Frans Kaisiepo. Bandara ini didirikan Jepang pada tahun 1943. Posisi Pulau Biak yang dekat dengan Samudra Pasifik membuat pulau karang tersebut penting bagi Jepang dalam memenuhi ambisinya saat itu untuk mengobarkan perang di Pasifik.
Menurut cerita, saat itu, Jepang membangun lapangan terbang dan sejumlah fasilitas militer lainnya. Lapangan terbang dibangun di tepi Pantai Ambroben, di wilayah adat Swapodibo. Tentara Jepang membangun bandara tanpa meminta izin kepada enam marga pemilik tanah ulayat Swapodibo, yaitu Rumaropen, Wakum, Ronsumre, Rumbiak, Simopieref, dan Yarangga.
Penyerbuan pasukan Sekutu di bawah pimpinan Letnan Jenderal L Eichelburger pada 15-27 Juni 1944 akhirnya berhasil mengusir Jepang dari Biak. Sekutu menjadikan lapangan terbang Ambroben sebagai salah satu pangkalan terbang terpenting untuk memenangkan perang di Pasifik. Selama masa perang itu, lapangan terbang tersebut menjadi pangkalan Royal Australian Air Force. Sekutu membangun lapangan terbang baru di wilayah adat Sorido dan Burokum. Tiga kampung di Sorido, yaitu Kampung Kinmom, Bariasba, dan Sasuf digusur tentara Sekutu.
Ketika perang berakhir, Belanda mengambil alih semua fasilitas militer di Ambroben. Untuk kepentingan penerbangan, awalnya Belanda hanya menggunakan lapangan terbang Burokup, yang jaraknya sekitar 1,5 kilometer dari lapangan terbang di Desa Ambroben. Baru sekitar tahun 1947 Belanda menggunakan kembali lapangan terbang di Ambroben. Sejak itu, lapangan terbang Ambroben dikenal sebagai Mokmer. Pada tahun 1952 Bureau Luchtvaart Irian Barat mulai menyiapkan fasilitas lapangan terbang Mokmer untuk keperluan penerbangan komersial. Menurut informasi menunjukkan pada tahun 1958 sebuah hotel megah telah berdiri di depan lapangan terbang Mokmer, yaitu Hotel KLM, yang sekarang berganti nama menjadi Hotel Irian. Belanda menyelesaikan pembangunan lapangan terbang Mokmer pada tahun 1959. Sejak saat itu, Mokmer memiliki landasan pacu sepanjang 3.570 meter dengan lebar 45 meter.
Pada 9 Mei 1984, nama pelabuhan udara Mokmer diganti menjadi pelabuhan udara Frans Kaisiepo. Kaisiepo adalah salah satu tokoh integrasi Papua ke Indonesia. Kaisiepo-lah yang mengusulkan nama “Irian” untuk menyebut Papua. Pada tahun 1990-an, Bandara Frans Kaisiepo terus memainkan fungsi penting sebagai bandara internasional. Pada masa itu, terdapat rute penerbangan Jakarta-Denpasar-Biak-Honolulu-Los Angeles dan rute penerbangan Jakarta-Denpasar-Biak-Seattle. Rute itu terpaksa ditutup pada 1998, saat krisis moneter menghancurkan perekonomian Indonesia. Sejak saat itu, berakhirlah peranan Bandara Frans Kaisiepo sebagai bandara internasional.