Benteng Amsterdam ini awalnya merupakan sebuah loji yang dibangun oleh Portugis (Francesco Serrao, sekitar tahun 1512) dan difungsikan sebagai gudang penyimpanan rempah. Ketika Belanda mulai menguasai wilayah ini pada awal abad ke-17, loji ini kemudian diubah menjadi blokhuis dari batu yang dikelilingi pagar kayu yang tinggi pada tahun 1637 (pada masa Jan Ottens, Gubernur Jenderal VOC saat itu). Kemudian blok huis ini diperkuat dan diperbesar pada tahun 1643 (pada masa Gubernur VOC di Maluku Gerrad Demmer). Arnold de Vlaming (Gubernur VOC di Maluku pengganti Demmer) memberikan nama Benteng Amsterdam dan memerintahkan untuk memperkuat blokhuis ini dengan tembok batu keliling lengkap dengan bastion pada tahun 1648-1656, dan merubah fungsinya sebagai benteng pertahanan. Pembangunan Amsterdam ini dipicu oleh pertikaian antara VOC dengan Kerajaan Hitu yang terjadi pada tahun 1633 hingga 1654.
Secara administratif Benteng Amsterdam berada di wilayah Desa Hila, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Lokasi benteng ini berjarak kurang lebih 33 km dari pusat Kota Ambon dapat ditempuh menggunakan kendaraan umum (angkutan antar kota) maupun kendaran lainnya dengan waktu tempuh kurang lebih 1 jam. Secara geografis Benteng Belanda ini berada di koordinat UTM Zona 52S E: 398215 m Timur dan N: 9603973 m Utara.
Luas lahan batas pagar terluar (pagar situs) Benteng Amsterdam sebesar 5.860 m² dan luas area gabungan struktur bastion benteng dan bangunan blokhius di dalamnya sebesar 1.865 m². Berikut batas topografi lahan Benteng Amsterdam:
Batas utara : Teluk Piru, Pulau Seram
Batas timur : Pemukiman
Batas selatan : Gereja Tua Immanuel, Pemukiman
Batas Timur : Pemukiman, Pantai Teluk Piru
Komponen Benteng Amsterdam ini terdiri dari sebuah bangunan blokhuis berlantai tiga dan beratap limas berukuran 100 m², sebuah sumur air, serta tembok setebal 1 m yang mengelilinginya. Pada tembok keliling ini terdapat dua buah bastion di sudut timur laut dan barat daya, serta rampart (tempat berjalan) pada tembok sisi utara, timur dan barat yang menghubungkan kedua bastion. Kondisi Benteng Amsterdam sekarang ini adalah hasil pemugaran yang pernah dilakukan sebanyak tiga kali, oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu pada tahun 1991-1994, 2011, dan terakhir pada 2016
Selain itu, Desa Hila dan Benteng Amsterdam ini menjadi tempat yang penting bagi Georg Everhard Rumphius, seorang koopman VOC berkebangsaan Jerman. Pada tahun 1660 Ia ditugaskan di Hila, Rumphius menempati sebuah rumah di dekat benteng. Ia kemudian menikahi gadis lokal bernama Susana dan dikaruniai tiga orang anak. Selama kehidupannya di Hila ia kembali tertarik untuk melakukan ‘hobi’-nya mengumpulkan dan mencatat berbagai macam flora dan fauna yang sempat ia tinggalkan saat di Larike. Tekadnya semakin bulat untuk meneliti semua flora dan fauna yang ada di Ambon dan sekitarnya, sampai-sampai Ia meminta kepada Direktur VOC di Amsterdam dan dizinkan untuk melakukan penelitianya lebih intensif yang menurut Rumphius akan sangat berguna bagi warga Belanda yang hidup di Hindia Timur.
Kemalangan pertama menimpanya, pada tahun 1670 Ia menjadi buta total karena glukoma yang dideritanya. Kemudian Ia dipindahkan ke Ambon karena dianggap sudah tidak mampu menjalankan tugasnya sebagai koopman di Hila. Namun hal itu tidak menyurutkan tekadnya untuk menyelesaikan buku-bukunya tentang Ambon. Kemalangan kedua menimpannya, terjadi gempa besar pada 17 Februari 1674 yang memicu tsunami yang menghantam Kota Ambon. Anak-anak dan istri Rumphius adalah bagian dari 2.322 korban jiwa yang direnggut tsunami. Rumphius meninggal di Ambon pada tahun 1702 pada umur 75 tahun, setelah Ia menerbitkan buku-buku tentang Maluku yang tidak sedikit. Sekarang Rumphius dikenang sebagai tokoh dunia pelopor dalam bidang biologi dan kurasi.