Diskusi ini berlangsung saat tim kajian revitalisasi BPCB Maluku Utara sudah mengumpulkan berbagai data terkait Benteng Oranje, tidak hanya dari masa sekarang tapi juga data dari masa lalu. Diawali oleh pemaparan ketua tim kajian mengenai kondisi Benteng Oranje berdasarkan denah-denah lama, dibandingkan dengan kondisi bangunan-bangunan yang baru saja dibongkar. Diindikasikan bahwa beberapa bangunan yang dibongkar tersebut merupakan bangunan lama. Hal ini sangat disayangkan karena bangunan yang memiliki nilai sejarah dan arkeologis tersebut kini sudah rata dengan tanah. Apalagi proyek revitalisasi sebelumnya dirasa masih belum sesuai dengan beberapa kaidah pemugaran. Terkait dengan tenaga ahli yang dilibatkan, ketiga orang yang didaulat dalam kegiatan ini secara umum diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam hal identifikasi nilai-nilai penting yang ada pada Benteng Oranje serta memberikan hasil analisa kajian revitalisasi secara keseluruhan. Ketiga orang tersebut adalah Ibu Laila Abdul Jalil Kasi Sejarah dan Nilai-Nilai Budaya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Ternate, Bapak Maulana Ibrahim Dosen Arsitektur Universitas Khairun Ternate dan Bapak Wahyu Indrasmara Mantan Ketua IAAI Komda D.I. Yogyakarta.
Dalam diskusi Ibu Laila menyarankan agar bangunan yang ada dimanfaatkan untuk kepentingan publik. Jika membangun sesuatu yang baru, pastikan sesuai dengan bangunan lama yang sudah ada sehingga dapat berfungsi dengan baik agar tidak ada bangunan yang terbengkalai lagi. Bapak Maulana menyatakan bahwa pelaksanaan pembongkaran terkesan buru-buru dan membenarkan jika ada bangunan lama yang ikut terbongkar. Walaupun memang dari segi arsitektur masih dapat diselamatkan tapi diharapkan agar koordinasi pihak terkait lebih baik lagi sehingga tidak mengulang kesalahan yang sama. Bapak Wahyu menyatakan dari sekian bangunan lama yang sudah terbongkar, telusuri lagi yang masih bisa diselamatkan keberadaannya. Ke depannya agar keberadaan Cagar Budaya memberikan manfaat untuk masyarakat seperti yang sudah tertuang dalam UU Cagar Budaya.