Dalam hasil laporan pembuatan peta budaya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku tahun 2008 silam, terdapat informasi menarik mengenai sejarah dan pembuatan benteng ini. Menurut hasil wawancara dan cerita dari generasi ke generasi yang diturunkan, awalnya benteng ini adalah benteng buatan Portugis namun belum selesai dibangun justru sudah direbut oleh Belanda dan dibangun kembali pada tahun 1785.
Masih menurut penuturan masyarakat, 12 Raja Pati dengan seluruh rakyat dari 12 negeri terlibat sehingga batu-batu yang diambil dari pantai maupun Sungai Masarete tidak perlu dipikul tapi saling memberikan batu dari tangan ke tangan hingga di lokasi. Sebenarnya hal ini memungkinan sekali karena jarak benteng dengan pantai dan sungai cukup dekat. Bahkan rakyat dari negeri lain dilibatkan oleh Belanda untuk membangun Benteng Devensi ini.
Pihak Belanda memberikan keterangan pada prasasti mengenai pembangunan benteng ini : “ GEBOUWT ONDER DE REGEERING VAN DEN WELEDELEN AGTBAREN MEER BERNADUS VAN PLEUREN GOUVERNEUR EN DIRECTEUR DEESER PROVINTIEN AMBOINA ONDER MET OPZIGT VAN DEN BOCKHOUDER EN OPPER MOOFT DEESER COMTOIRE LSIN MAGA”. Artinya “Dibangun pada saat Bernadus van Pleuren menjabat sebagai Gubernur dan Direktur Daerah Provinsi Amboina dan juga mengawasi di bagian administrasi pembukuan”.
Benteng Devensi berbentuk segi empat dengan bahan bangunan dinding tembok terdiri dari pasangan batu bata pada bagian luar sedangkan isian tembok terdiri dari batu kali dengan campuran perekat dari pasir pantai dan kapur. Menurut laporan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2008 tersebut, tinggi dinding benteng diperkirakan 4,5 meter namun karena dinding benteng tertutup endapan banjir hampir setiap tahun sehingga hampir mencapai kurang lebih 2 meter.
Seperti benteng umumnya di Maluku, Devensi memiliki 4 buah bastion, 2 buah pintu masuk di bagian barat dan selatan, 2 buah menara pengintai dengan ketebalan dinding mencapai 1 meter (bagian tegak lurus) dan kemiringan bagian luar mencapai 750. Terdapat 1 buah sumur yang terletak di dekat pintu bagian selatan tapi sepenuhnya tertutup endapan tanah. Di dalam benteng, terdapat 5 buah ruangan yang sebagian besar dindingnya telah hilang. Menurut informasi dari masyarakat sekitar benteng, bangunan ini difungsikan sebagai tahanan atau penjara pada masa kolonialisme. Kondisi bangunan ini sudah rusak parah. Bangunan benteng ini sendiri telah dipugar oleh Dinas Pariwisata Provinsi Maluku di tahun 2006, namun dengan kondisi alam di musim hujan yang selalu membawa endapan lumpur ke benteng membuat kondisi benteng semakin rusak.