Penguburan merupakan salah satu dari sekian banyak aktivitas kehidupan manusia pada masa prasejarah yang dipandang mempunyai nilai lain yang sangat penting. Pada masa awal hunian manusia dalam gua tentu mengalami peningkatan jumlah dan waktu ke waktu menyebabkan perpindahan dari satu tempat ke tempat lain. Hal ini juga yang menyebabkan kebutuhan untuk menempatkan orang meninggal pada tempat yang layak sangat tinggi pada masa itu.
Pemanfaatan gua dan ceruk seperti ini juga dapat dijumpai di beberapa gua/ceruk yang tersebar di Kabupaten Biak Numfor. Gua dan ceruk di sini dulunya dijadikan sebagai tempat berlindung, juga tempat pemakaman bahkan beberapa ceruk dijadikan media untuk mengekspresikan karya seninya. Salah satunya yang terletak di Distrik Yendidori, Biak Kota, Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua yakni kuburan tua Padwa yang merupakan salah satu tempat pemakaman dengan memanfaatkan ceruk yang ada sekitar pantai Padwa.
Padwa yang dalam bahasa Biak disebut sebagai kurungan, karena Desa Padwa ini terletak diantara dua tanjung yang jika air laut pasang, kampung ini terkurung. Sama seperti distrik-distrik yang lain, kondisi wilayah Padwa berbatu kapur. Ini memberikan keuntungan dengan terdapatnya 3 tebing batu kapur di daerah pantai Padwa, dimana dua diantaranya digunakan sebagai makam pada masa prasejarah yang masih ada hingga sekarang.
Jalan menuju ke kuburan tua Padwa agak berat, medannya menurun dengan kemiringan sekitar 250 – 350 hingga ke pantai. Di pinggiran pantai menuju ceruk 1 melewati hamparan batu karang yang tajam. Terletak pada koordinat UTM X 0603649 dan Y 9872379. Tempat pemakaman masa prasejarah ini hanya memanfaatkan dua tebing karang yang ada di daerah pantai ini. Kedua tebing ini memiliki ceruk yang layak untuk dijadikan sebagai tempat pemakaman pada masa itu.
Sistem pemakaman pada kuburan tua Padwa agak berbeda dengan di tempat lain, pemakaman di daerah ini merupakan pemakanan “second burial” yakni sebelum ditempatkan pada tebing harus melewati dua tahapan, pertama adalah jasad orang meninggal direndamkan dalam air laut hingga kulit dan daging terlepas hingga tinggal tulang saja, kemudian tulang-tulang itu diangkat dan diletakan pada Abai (bahasa Biak) atau peti dengan ukuran 80 x 20 cm yang telah disediakan kemudian dinaikan ke ceruk yang terdapat di sekitar pantai ini.
Terdapat beberapa ceruk yang dijadikan sebagai tempat diletakkan tulang-tulang yakni pada ceruk 1 yang menghadap ke bagian timur dan pada ceruk 2 yang terdapat di sebelah utara dari ceruk 1 ini. Sisa-sisa peninggalan prasejarah ini masih ada hingga sekarang, namun kondisinya sangat memprihatinkan. Peti-peti yang ada di ceruk tersebut sudah tidak utuh lagi akibat faktor alamiah, sehingga tulang-tulang yang ada ini berserakan dan sebagian sudah jatuh ke bagian bawah ceruk.
Pada ceruk 1 ini terdapat beberapa peti, namun sudah rusak termakan usia, sehingga tulang-tulang yang ada ini dukumpulkan dan diletakan di atas batu dan dibiarkan begitu saja. Beberapa tulang tengkorak, kaki dan paha jatuh ke bagian bawah ceruk tersebut.
Kondisi yang sama juga terlihat pada ceruk 2 yang terletak pada sisi utara ceruk 1. Pada ceruk 2 ini, terdapat peti yang diletakan pada ceruk di ketinggian 5 meter, juga sama kondisinya dan tidak terawat. Diperkirakan sebagian tulang-tulangnya sudah jatuh ke bawah ceruk tersebut. Kuburan tua Padwa tersebut kurang mendapat perhatian sehingga kondisinya sangat memprihatinkan. Jika kondisi sisa-sisa peninggalan prasejarah ini hanya dibiarkan seperti ini, maka dikhawatirkan suatu saat bisa hilang. Dibutuhkan kepedulian dan perhatian baik oleh pemerintah maupun masyarakat agar situs ini tetap ada dan bisa dikembangkan sebagai salah satu objek wisata sejarah yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakan dan daerah ke depannya.