PENGENALAN “SITUS MANUSIA PRASEJARAH KARST SANGKULIRANG MANGKALIHAT” KEPADA GURU SEJARAH DAN SAKA WIDYA BUDAYA BAKTI

0
992

PENGENALAN “SITUS MANUSIA PRASEJARAH KARST SANGKULIRANG MANGKALIHAT” KEPADA GURU SEJARAH DAN SAKA WIDYA BUDAYA BAKTI

Purnomo Rohim, Mega Elmika, Diah Purnama Sari, Muhammad Reofani

 

Abstrak

Perjalanan ini dimulai dari ide Kepala BPCB (Balai Pelestarian Cagar Budaya),   kegiatan ini merupakan salah satu agenda BPCB usai melaksanakan Kemah Garda Museum tahun 2017. Kepala BPCB menginginkan Pramuka sebagai Agent of Change dan dapat langsung melihat situs cagar budaya yang terdapat di kawasan karst  di Desa Tepian Langsat, Kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur. Agenda yang sebelumnya direncanakan pada bulan Juli baru dapat dilaksanakan pada tanggal 2-5  Agustus. Untuk menuju lokasi membutuhkan waktu yang cukup lama ± 10 jam baik melalui darat maupun sungai untuk sampai di lokasi, semua peserta di berikan ilmu mengenai Kawasan Karst Sangkulirang-Mangkalihat oleh pihak BPCB. Situs cagar budaya yang dikunjungi dan dikenalkan pada peserta ialah : Goa Tewet dan Goa Karim yang mana memiiki berbagai macam gambar peninggalan purbakala yang terdapat di dinding goa tersebut. Perjalanan untuk sampai ke- 2 goa harus melewati medan yang cukup sulit dari tanah yang licin, bebatuan yang mudah tergulir hingga tebing yang terjal dan curam, untuk sampai di ke-2 goa tersebut memakan waktu ± 4 jam perjalanan.

 

  1. Pendahuluan

Gerakan Pramuka merupakan suatu wadah pendidikan karakter bagi usia muda maupun tua dimulai dari tingkatan Siaga, Penggalang, Penegak, Pandega hingga tingkat Pembina, Instruktur dan Pelatih. Dalam Gerakan Pramuka dikenal istilah SAKA “Satuan Karya” yang merupakan wadah pembinaan minat khusus yang memberikan pengetahuan, kemampuan, hingga keahlian khusus yang disesuaikan dengan krida-krida yang dimiliki Satuan Karya tersebut.

Saka Widya Budaya salah satu Satuan Karya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan praktis di bidang Pendidikan dan Kebudayaan khususnya pendidikan anak usia dini, seni dan film, tradisi, sejarah, nilai budaya, cagar budaya dan museum yang dapat diterapkan pada diri, keluarga, dan lingkungan.

Gerakan Pramuka khususnya Saka Widya Budaya Bakti Krida Bina Cagar Budaya dan Museum mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi Situs Cagar Budaya yang berlokasi di Gunung Gergaji kawasan Karst bersama MGMP Guru Sejarah yang difasilitasi oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Kalimantan.

Indonesia memiliki berjuta ekosistem alam yang beraneka ragam salah satunya kawasan karst yang terdapat di Kalimantan Timur. Pengertian Karst menurut Permen ESDM 17/2012 adalah bentang alam yang terbentuk akibat pelarutan air pada batu gamping dan atau dolomit.

Kawasan karst  membentang dari Kabupaten Kutai Timur hingga Kabupaten berau, kawasan tersebut seluas 1,8 juta hektar dan khusus untuk karst mencapai 505.000 hektar. Kawasan ini merupakan hulu dari 5 sungai besar yaitu sungai Bengalon, Karangan, Tabalar, Lesan dan Pesab. Jejak-jejak kehidupan prasejarah  ditemukan di beberapa lokasi di kawasan ini yang ditandai dengan adanya lukisan dari manusia purba yang memiliki nilai penting dalam perlindungan kawasan.

  1. Pembahasan

       Awal dari perjalanan kami dimulai dari ide Bapak Drs. I Made Kusumajaya M.Si sebagai Kepala BPCB yang menjabat saat itu menginginkan pramuka bisa langsung melihat situs cagar budaya yang terdapat di kawasan karst Kecamatan Bengalon. Agenda yang sebelumnya direncanakan pada bulan Juli akhirnya dapat dilaksanakan pada tanggal 2-5 Agustus 2017.

Perjalanan dimulai dari Kota Samarinda, 3 orang berangkat lebih dulu yaitu Mas Anto dari BPCB, Purnomo dan Reofani dari Pramuka. Keberangkatan kami lebih dulu pada tanggal 01 Agustus dikarenakan kendaraan yang digunakan tidak dapat melaju maksimal mengingat banyaknya barang yang dibawa, pukul 17.00 WITA tepatnya kami mulai bergerak dari Gedung Pramuka Samarinda, perjalanan ditempuh selama 9 jam untuk sampai di tempat istirahat akhir sebelumnya kami istirahat di Sangatta untuk makan dan mencari kebutuhan yang kurang. Setelah mendapatkan yang dicari kami melanjutkan perjalanan kurang lebih 3 jam untuk dapat sampai di Kelurahan Hambur Batu di sini kami istirahat dan menunggu pagi untuk dapat melanjutkan perjalanan  karena perjalanan darat hanya bisa ditempuh sampai di sini selanjutnya transportasi kami melalui jalur sungai dengan menggunakan ketinting.

Gambar 1. Peserta di atas ketinting yang akan melewati sungai bengalon.

Rabu, 03 Agustus pukul 09.00 WITA bersama JUPEL “juru pelihara” situs cagar budaya Bapak Anus dan Bapak Ian kami mulai menaikkan barang bawaan ke atas ketinting dan memulai perjalan melewati sungai Bengalon dengan melawan arus kearah hulu, sepanjang perjalanan keindahan alam menyejukkan mata kami dengan keanggunannya yang menenangkan hati, oksigen yang dihiruppun sangat segar, satwa-satwa banyak terlihat selama perjalanan kami menuju basecamp situs cagar budaya yang akan kami kunjungi.

Gambar 2. Perbukitan Karst.

Burung Raja Udang yang beberapa kali menyalip ketinting kami seraya memberi ucapan selamat datang di hutan asri nan indah ini, biawak, ular, ikan, burung enggang dan berbagai jenis primata terlihat sedang beristirahat di pinggiran Sungai Bengalon, pohon yang tersusun rapat serta perbukitan karst yang terlihat menjadi pemandangan yang sangat indah selama perjalanan menuju basecamp. Sungai yang berkelok-kelok, bebatuan dasar sungai serta pohon tumbang menjadi rintangan kami yang tidak begitu mudah untuk dilewati.

Bapak Anus yang menahkodai ketinting kami sangat piawai menghindari batang pohon dan batuan yang menjadi rintangan selama perjalanan, beberapa kali Pak Anus harus mengganti baling-baling mesin agar tetap mampu melewati rintangan itu. Memasuki jalur sungai yang sempit dan memiliki rintangan yang lebih berat serta debit air sungai saat itu sedang surut membuat kami harus mampir di salah satu pondok masyarakat untuk menitipkan barang karna ketinting kami tak mampu jika harus membawa barang yang terlalu banyak.

Kurang lebih pukul 13.00 WITA kami sampai di basecamp disambut dengan tangga sederhana dan satu bangunan yang cukup indah dan unik di tengah hutan seperti ini, langsung saja kami dan Pak Anus memindahkan barang ke dalam rumah. Sementara kami membersihkan rumah dan menyapu halaman dari dedaunan kering Pak Anus masih harus kembali untuk mengambil barang yang di tinggal di pondok masyarakat tadi.

Gambar 3. Peserta yang sedang berfoto di depan plang Situs Cagar Budaya Goa Tewet.

Rekan lainnya yang berangkat pada tanggal 3 Agustus sudah memulai perjalanannya sejak pagi, sembari menunggu yang lain kami memasang instalasi listrik dan menyiapkan kebutuhan lainnya. Waktu terus berjalan senja pun tiba, langit perlahan menjadi gelap dan suara ketinting yang saling bersahutan mendekat pukul 18.30 WITA rekan-rekan yang lain sampai di basecamp, langsung saja kami saling bantu memindahkan barang-barang ke dalam rumah.

Rekan-rekan perempuan langsung menjalankan tugasnya yaitu masak dan yang laki-laki membersihkan diri dan istirahat karna perjalanan yang melelahkan selama seharian penuh, perbincangan santai sambil saling kenalanpun menjadi hal utama yang dilakukan malam itu. Makanan masak dan kamipun langsung menyantap dengan penuh rasa syukur, waktu menunjukkan pukul 21.00 WITA kami mulai agenda awal dengan pembekalan yang disampaikan oleh salah satu perwakilan BPCB yaitu Mas Edi.

Pembekalan berisi materi tentang Kawasan Karst dan Situs Cagar Budaya Goa Tewet dan Goa Karim, gambar-gambar yang terdapat di dalam goa pun dijelaskan dengan santai oleh Mas Edi serta potensi kawasan untuk menjadi warisan dunia, Diskusi kecil pun dijalankan sambil menyantap jajanan ringan dan kopi hangat yang di sediakan, Kurang lebih selama 30 menit pembekalan berlangsung kemudian dilanjutkan dengan kegiatan pribadi.

Kamis, 04 Agustus 2017 diawali dengan sarapan kemudian kami semua berkumpul bersama untuk pengarahan dan berdoa bersama sebelum menjalankan aktivitas.

Gambar 4. Pengarahan yang diberikan pihak BPCB sebelum memulai aktivitas

  1. Goa Tewet

       Tujuan pertama yang akan kami tengok adalah Situs Cagar Budaya Goa Tewet yang terletak 90 meter di atas permukaan sungai, lokasi Goa Tewet tepat berada di belakang basecamp. Diawali tim JUPEL dan BPCB yang berjalan lebih dulu untuk memasang peralatan safety termasuk tali karmantel dikarenakan medannya yang cukup curam dan terjal yang membutuhkan tali untuk memanjat ke atas.

Jalur yang licin batu gamping yang tajam menjadi rintangan yang cukup memerlukan kehati-hatian dalam melewatinya, tebing yang curam memacu adrenalin untuk bisa memanjatnya, ada saja rekan-rekan baik dari pramuka maupun guru sejarah yang kewalahan saat memanjat tebing sehingga memerlukan bantuan para JUPEL.

 

Gambar 5. Pramuka, Guru, dan BPCB sedang istirahat setelah melewati medan yang berat.

Setelah memanjat kurang lebih 50 meter sampailah kami di persimpangan begitu para JUPEL menyebutnya, persimpangan jalur yang menuju ke Goa Karim dan Goa Tewet, sampai disini medan yang kami jalani semakin berat karna tebing yang akan kami lalui hampir 900 kemiringannya, sehingga kami bergantian satu persatu untuk memanjat dan tidak lupa menggunakan peralatan safety seperti full harnes dan berpegangan pada tebing serta tali karmantel.

Gambar 6. Persimpangan Goa Tewet dan Goa Karim.

Pada pukul 10.00 WITA kami semua sampai di mulut Goa Tewet. Rekan-rekan yang lebih dulu sampai langsung saja mengambil foto baik foto objek maupun foto selfe. Saking gembiranya kami melihat sesuatu yang menakjubkan yang berada di dalam Goa yaitu lukisan purba yang bergambar telapak tangan maupun binatang-binatang membuat kami lupa akan beberapa hal yang harus di perhatikan sebelum memasuki Goa.

Gambar 7. Goa Tewet.

 

Gambar 8. Lukisan telapak tangan dan beberapa lukisan lain.

 

Gambar 9. Lukisan berbentuk rusa.

Gambar 10. Lukisan geko dan telapak tangan.

Saat baru sampai di mulut Goa tidak boleh langsung masuk baik perorangan maupun berkelompok, terlebih dahulu menormalkan suhu tubuh yang telah meningkat setelah memanjat tebing dikarenakan bila suhu masih dalam keadaan panas akan mempengaruhi suhu dalam Goa yang berakibat fatal pada lukisan-lukisan purbakala tersebut. Selain itu walau sudah dalam suhu normal tetap tidak boleh terlalu banyak yang masuk ke dalam agar suhu tetap stabil.

Kami pun bergantian ke dalam dari pihak BPCB membuat kelompok kecil sembari masuk ke dalam Goa, kami di berikan penjelasan tentang lukisan-lukisan purbakala, setelah selesai kamipun diberi kesempatan untuk kembali mendokumentasikan lukisan-lukisan tersebut.

Gambar 11. Anggota Pramuka sedang berfoto dibawah lukisan purbakala.

Hingga tengah hari kami berada di Goa Tewet, akhirnya mendapatkan instruksi untuk turun kembali ke persimpangan untuk makan siang, beberapa JUPEL sudah lebih dulu turun ke basecamp untuk mengambil makanan dan membawa ke persimpangan yang dijadikan tempat istirahat sebelum melanjutkan ke tujuan berikutnya.

Pukul 12.30 WITA kami pun satu persatu menuruni tebing untuk kembali ke persimpangan, tantangan yang dihadapi bukan hanya saat memanjat tebing tetapi saat menuruni tebing bahkan ada saja salah satu rekan enggan untuk menuruni tebing karena rasa takut ketinggian. Kelucuan yang mengundang tawa kami pun pecah saat melihat rekan kami yang sedang menuruni tebing sambil berteriak ketakutan bahkan wajahnya sampai pucat pasi.

Di persimpangan sudah menunggu beberapa JUPEL yang membawa makanan, kamipun istirahat sejenak kemudian menyantap makanan yang sudah di sediakan, tidak lama setelah makan siang kami langsung melanjutkan ke tujuan berikutnya yaitu Goa Karim.

  1. Goa Karim

       Pukul 13.30 WITA kami mulai berjalan menuju Goa Karim yang memiliki pesona lanscape yang indah karna dapat langsung melihat hamparan hutan yang luas dari ketinggiannya yaitu 150 meter di atas permukaan sungai, medan yang dilaluipun tak kalah menantang banyak sekali batu-batu kecil yang terlepas ketika diinjak membuat kami kesulitan dalam melangkah selain itu tanah yang licin akibat hujan semalam membuat beberapa kali kami terpeleset dan saling membantu dalam menghadapi medan yang cukup berbahaya bila tidak hati-hati.

Dari persimpangan kami naik terus keatas memutari bagian bukit karst tak sedikit kami temukan lubang-lubang karst tidak begitu lebar dan dalam, perjalanan ini menempuh waktu kurang lebih 1 jam dari persimpangan. Pesona keindahan bukit karst terlihat saat kami mencapai lereng yang lebih tinggi dari beberapa bukit karst didekatnya terlihat hamparan luas hutan Kutai Timur, suara-suara binatang seperti burung enggang, suara primata dan serangga mengiringi perjalanan kami.

Gambar 12. Hamparan hutan yang terlihat dari lereng bukit.

Tidak seperti medan bertebing saat ke Goa Tewet, medan yang di tempuh untuk sampai ke Goa karim hanya membutuhkan kekuatan kaki untuk terus berjalan menanjak, menyusuri lereng bukit dan melompati pohon yang tumbang. Sesampainya di Goa Karim sekali lagi terbayar kelelahan kami dengan keindahan alam yang mempesona bahkan lokasi Goa Karim sendiri sangat strategis untuk melihat sunset sayangnya kami tidak sampai senja di Goa Karim.

Gambar 13. Lukisan sarang lebah.

Gambar 14. Lukisan tapir.

Lukisan pada Goa Karim menggambarkan sarang lebah dan Tapir, memang tidak banyak lukisan yang ada di Goa ini tapi cukup menjadi bukti adanya suatu peradaban, budaya dan kehidupan yang ada di kawasan karst. Kembali kami langsung mengabadikan momen-momen di dalam Goa Karim sembari beberapa JUPEL menyiapkan tangga untuk dapat mencapai lukisan yang ada, kemudian satu persatu kamipun mendekat ke lukisan tersebut dengan menaiki tangga sederhana dari kayu yang di rakit rekan-rekan JUPEL.

Gambar 15. Tangga sederhana hasil rakitan rekan-rekan JUPEL.

Sambil mengantri untuk melihat lukisan tersebut kami sempatkan untuk berfoto-foto yang berlatar pemandangan indah hamparan hutan yang luas di salah satu sisi dari Goa Karim yang memiliki spot paling bagus untuk mengambil gambar.

Gambar 16. Peserta yang berfoto berlatar hamparan hutan yang luas.

Setelah semua selesai kamipun turun kembali ke basecamp, jalur pulang memang tak ada yang di lihat tetapi menawarkan oksigen yang segar karna tertutup rapat oleh canopy dari tumbuhan hutan, jalur menurun yang curam dan licin membuat beberapa rekan terpeleset dan cidera ringan.

Sesampainya di basecamp pada pukul 18.00 WITA kembali kami pada kegiatan pribadi hingga malam tiba pada pukul 20.00 WITA kami mulai kembali diskusi ringan dengan pihak BPCB tentang hasil selama perjalanan menuju Goa-goa yang menyimpan lukisan purbakala yang dapat menjadi nilai penting untuk mengajukannya sebagai warisan dunia.

Perjalanan panjang sudah dilakukan walaupun lelah terasa di alami, cidera ringan karna medan yang tak biasa kami hadapi terbayar lunas dengan keindahan alam dan lukisan purbakala yang membuat masing-masing dari kami takjub dan bertanya-tanya bahan apa yang digunakan untuk melukis, dengan alat apa dan berbagai pertanyaan lain yang mengendap di kepala kami. Suatu kesempatan yang sangat jarang kami dapatkan tidak kami sia-siakan begitu saja hingga kami kembali ke rumah masing-masing semua dokumentasi yang kami dapatkan tak luput dari postingan di masing-masing media sosial yang kami miliki.

  1. Potensi Sebagai Warisan Dunia

Kawasan karst merupakan suatu kawasan yang menjadi kunci penting dalam penyimpanan sumber air bagi suatu wilayah model kolaborasi bebatuan dan seresah yang ada menjadi komposisi yang pas dalam menyimpan air, kawasan karst sendiri menjadi tempat berlindungnya satwa-satwa liar dan terancam punah yang tergusur akibat eksploitasi alam besar-besaran yang terjadi di sekitar kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat.

Kutai Timur merupakan daerah cukup luas dengan menyimpan kekayaan alam yang berlimpah, maka dari itu kawasan hutan Kutai Timur tak luput dari pertambangan, perkebunan dan berbagai model eksploitasi alam yang merusak lingkungan dan keutuhan hutan terutama hutan di sekitar kawasan karst .

Dengan adanya lukisan purbakala yang menandakan suatu peradaban dan budaya kuno dan serta fungsi karst sendiri dapat menjadi salah satu cara menjaga dan melestarikan kawasan ini dengan menjadikannya warisan dunia, walaupun begitu masyarakat dan para aktivis lingkungan serta akademisi harus turut serta dalam melestarikan hutan, keanekaragaman hayati, serta situs cagar budaya yang terdapat di kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat.

Karst adalah ekosistem yang saling sambung menyambung membentuk koridor hayati, tempat hidup berbagai jenis flora, fauna penunjang keseimbangan kehidupan Kalimantan Timur. Nilai-nilai penting yang terdapat di kawasan karst  yaitu :

  1. Nilai ilmiah, berkaitan dengan ilmu kebumian, litologi, struktur geologi dan mineral, situs-situs fosil, arkeologi dan plaentologi, serta tempat berlindung flora dan fauna endemis.
  2. Nilai sosial budaya, yang mencakup aspek spiritual keagamaan, terutama menyangkut keberadaan gua kepentingan ritual bernilai estetika, rekreasi, pendidikan.
  3. Nilai ekonomi yang tinggi karena menjadi sumber air sungai bawah tanah, penghasil sarang-sarang burung walet, pariwisata dan bahan semen.

Indonesia kaya akan geodiversity, biodiversity, dan culture diversity. Sehingga memiliki nilai universal yang luar biasa dan selayaknya memiliki nilai konservasi tinggi. Kalimantan Timur, khususnya kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat yang memiliki potensi sangat besar untuk menjadi salah satu bagian dari Word Heritage maupun Geopark di UNESCO. Potensi tersebut sungguh sangat penting untuk pengembangan pendidikan, penelitian, pariwisata serta peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal, sehingga keberadaannya harus dilestarikan atau dikonservasi oleh semua pihak, situs atau kawasan geodiversity di alam terbuka dapat di lestarikan atau di konservasi sebagai museum alam terbuka (outdoor museum) atau museum situs (site museum)

  1. Kesimpulan dan Saran

       Karst Sangkulirang-Mangkalihat adalah kawasan yang sangat indah, memiliki biodiversity, geodiversity serta culture diversity yang sangat berlimpah, menyimpan berjuta rahasia yang belum terungkap. Goa-goa yang memiliki lukisan didalamnya menjadi bukti suatu peradaban purbakala yang perlu terus di gali informasinya. Langkah-langkah kongkrit untuk menjaga, melindungi serta melestarikan kawasan tersebut sangat perlu dilakukan serta kerjasama berkelanjutan dengan berbagai instansi, peneliti, akademisi dan komunitas-komunitas yang ada membuat proses pelestarian semakin kuat.

  1. Referensi

       Setiawan P. dan Setiawan W. 2011. Sangkulirang Nan Eksotis. Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata. Kabupaten Kutai Timur.

Laporan Seminar Internasional Sangkulirang Natural & Culture Heritage. 2013. First Stip to The Word Heritage.

Buku Panduan Kemah Garda Museum. 2017. BPCB Kalimantan. Samarinda.