Monitoring dan Evaluasai Keterawatan Cagar Budaya Rumah Panca Puntu Mang Pihit Oleh Balai Pelestaraian Cagar Budaya Kalimantan Timur

0
2792

Monitoring dan Evaluasai Keterawatan Cagar Budaya Rumah Panca Puntu Mang Pihit Oleh Balai Pelestaraian Cagar Budaya Kalimantan Timur

Kegiatan Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh staf Balai Pelestarian Cagar Budaya Kalimantan Timur, Oleh: Stevanus Reawaru, S.S, Etha Sriputri, S.S, dan Rubianta. Rumah Panca Puntu Mang Pihit terletak di Desa Pengadang yang merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat. Penduduk Desa Pengadang mayoritas dihuni oleh Suku Dayak Paus. Menurut cerita Pak Tapa (Juru Pelihara), pemukiman awal Suku Paus dulunya berada di Desa Paus (hulu Sungai Sekayam) kemudian mereka berpindah-pindah hingga tiba di Desa Pengadang saat ini. Jejak keberadaan Suku Paus di Desa Pengadang masih terlihat hingga saat ini yang tersimpan dalam salah satu Rumah Panca Puntu Mang Pihit.

Sejarah Puntu Mang Pihit adalah nama nenek moyang Suku Dayak Paus, beliau memperistri Tap Ya Dinekng dan memperoleh delapan anak antara lain: 1. Kangket 5. Entinga Ma Dagak 2. Ranongk 6. Gire‟u Ma Limpik 3. Salep 7. Kae Ma Lile 4. Dawuk Ma Lapak 8. Suir Ma Bangau Puntu Mang Pihit. Keluarga besar dari Puntu Mang Pihit pada awalnya bermukim di Perebu, setelah pindah dari But Tembawang. Menurut sejarah Puntu Mang Pihit adalah orang yang sangat sakti, karena kesaktiannyalah Puntu Mang Pihit bisa bertahan hidup. Ia kemudian mewariskan ilmunya kepada delapan anak-anaknya sehingga mereka memiliki kesaktian seperti orang tuanya. Setelah dewasa anak-anak dari Puntu Mangpihit masing-masing mencari daerah tempat tinggalnya. Kangket pindah ke Nengeh Tehe (Muara Tehe) Balai Karangan III, anaknya bernama Ranongk dan Salep pindah ke Labak (sekarang Dusun Kampuh, Kecamatan Kembayan), Dawuk Ma Lapak dan Entinga Ma Dagak menetap di Buh Panant (Dusun Paus), Gire‟u Ma Limpik menetap di Buh Merinas, Kae Ma Lile pindah ke Munyau, Suir Ma Bangau pindah ke tanah Kerambai (Desa Engkahan). Dawuk Ma Lapak mempunyai anak bernama Ngada sedangkan Entinga Ma Dagak mempunyai anak bernama Muneh, mereka menetap di Pengadang. Ngada dan Muneh mengambil inisiatif untuk memindahkan Panca tersebut dari
Perebu ke Pengadang.

Pada zaman dahulu orang Dayak terkenal dengan adat ngayau (memotong kepala) siapa yang kalah dalam perang kepalanya akan dipenggal dan disimpan, namun kepala yang disimpan adalah kepala orang-orang sakti, jadi tidak sembarangan kepala bisa disimpan. Tempat menyimpan kepala menurut bahasa orang Pengadang disebut Balai (artinya Tempat) atau sekarang lebih dikenal dengan nama Rumah Panca Puntu Mang Pihit, dahulu dianggap tempat yang sangat sakral bagi masyarakat, karena dapat melindungi kampung dari ancaman-ancaman kejahatan dan untuk menunaikan niat dan cita-cita agar niat yang diinginkan dapat diterima oleh leluhur. Rumah ini telah mengalami 5 kali pemugaran dan pemugaran terakhir dilakukan tahun 2004.

Nilai Penting

Menurut Undang-Undang No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya dalam Pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa yang dimaksud Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Pengertian tersebut menyatakan bahwa warisan budaya yang diatur dalam Undang-Undang tersebut adalah bersifat kebendaan dan memiliki nilai penting. Nilai penting yang dimaksud adalah bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan.

  1. Nilai Penting Sejarah

Memiliki nilai penting sejarah adalah apabila sumber daya budaya tersebut dapat menjadi bukti yang berbobot dari sebuah peristiwa yang berasal dari masa prasejarah dan sejarah, yang berkaitan erat dengan tokoh sejarah (Tanudirdjo; 2004). Pengertian lainnya yaitu penilaian terhadap benda/bangunan/struktur/situs/kawasan cagar budaya sebagai bukti peristiwa masa lalu manusia dan mempunyai arti khusus pada masa sekarang sebagai bagian dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia (Laporan Zonasi Gunung Selendang; 2014).

Desa Pengadang, merupakan salah satu toponim Suku Dayak Paus yang beberapa kali melakukan perpindahan, keberadaan tiang utama atau disebut bujang swandang di Rumah Panca Puntu Mang Pihit yang mengindikasikan pemukiman awal ditempat ini. Salah satu peristiwa bersejarah yang pernah terjadi yakni peristiwa ngayau yang dilakukan oleh Suku Dayak Paus pada masa silam, hal ini masih dapat disaksikan dari benda-benda yang tersimpan pada Rumah Panca Puntu Mang Pihit.

  1. Nilai Penting Ilmu Pengetahuan

Nilai penting ilmu pengetahuan adalah apabila potensi sumber daya budaya tersebut memiliki potensi untuk diteliti dalam menjawab permasalahan bidang keilmuan tertentu dan memiliki bobot sebagai sumber pengetahuan dalam rangka pengembangan keilmuan tertentu atau ilmu lainnya, misalnya arkeologi, antropologi, arsitektur, sipil, hayati, dan sebagainya (Tanudirdjo; 2004).

Pengetahuan yang diperoleh dari Rumah Panca Puntu Mang Pihit antara lain tentang: benda-benda yang ada di dalamnya seperti batu temerat, batu yang gunakan untuk membuat baju dari kulit kayu. Tradisi seperti ini dikenal dibeberapa daerah di Indonesia bahkan di tempat lain. Di Sulawesi menyebutkan batu yang demikian dengan nama batu ike seperti di Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan di beberapa tempat lainnya. Hal ini mengindikasikan ada adanya kesinambungan budaya yang ada di Kalimantan dengan daerah lainnya di Indonesia. Penggambaran kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Suku Dayak Paus terlihat dari peralatan hidup yang digunakan, seperti karay2, jungkok3, sepat4, kelimat5 yang dipakai untuk membawa hasil berladang, serta beberapa benda lainnya. Bentuk arsitektur tiang utama/bujang swadang yang dibuat dengan cara yang sederhana tetapi memiliki ketahanan hingga saat ini.

  1. Nilai Penting Pendidikan

Nilai pendidikan apabila cagar budaya dapat dan mampu menjadi sumber inspirasi dalam pengembangan ilmu tertentu yang dapat bermanfaat untuk menggugah apresiasi masyarakat terhadap cagar budaya dan mampu menumbuhkan cinta tanah air dan kebanggaan nasional. Rumah ini memiliki nilai penting pendidikan, karena setiap tahunnya di tempat ini selalu dilaksanakan upacara adat/pesta panen, beragam budaya ditampilkan salah satunya tarian-tarian Suku Dayak Paus, yang merupakan simbol rasa syukur masyarakat atas hasil panen. Hal ini memberikan kesempatan kepada bangsa kita khususnya generasi muda untuk belajar tentang budaya Suku Dayak Paus.

Deskripsi Bangunan

  1. Rumah Panca Puntu Mang Pihit

Rumah Panca Puntu Mang Pihit, berada di Desa Pengadang, Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat dan secara astronomis berada pada 49 N 0438650 UTM 0089633. Lokasi ini dapat dijangkau dengan kendaraan roda dua maupun roda empat dengan jarak tempuh 6 jam dari Kota Pontianak. Rumah ini berdiri diatas lahan berukuran panjang 20 m dan lebar 15 m. Rumah ini memiliki tipe rumah panggung yang terdiri dari dua lantai. Adapun batas-batas rumah ini sebagai berikut:

– Sebelah utara berbatasan rumah penduduk;

– Sebelah timur berbatasan dengan kebun warga;

– Sebelah selatan berbatasan dengan rumah penduduk;

– Sebelah barat berbatasan dengan jalan kampung.

Tahun pendirian bangunan tidak diketahui secara pasti. Tetapi menurut keterangan dari Pak Tapa, rumah ini dulunya tinggi, berbentuk rumah panggung dan hanya terdiri dari satu lantai dan menggunakan tangga bambu untuk naik ke atas. Pda tahun 2004, terjadi perubahan secara menyeluruh, termasuk penambahan pagar sekeliling bangunan dan lantai dasar yang dibeton dan ditegel. Peruntukan rumah ini dari awal tidak berubah yakni sebagai tempat menyimpan benda-benda yang dikeramatkan oleh warga dan juga sebagai bukti dari peristiwa ngayau yang dilakukan oleh Suku Dayak Paus. Rumah ini dapat dibagi dalam tiga bagian yakni bagian bawah/tiang bangunan, bagian tengah/ruang bangunan dan bagian atas/atap bangunan, berikut penjabaran masing-masing bagian dari rumah tersebut;

  1. Bagian Bawah/Tiang Bangunan

Rumah Panca Puntu Mang Pihit merupakan rumah panggung berdiri dengan ditopang oleh tiang

3
Foto Tiang utama, tiang penyangga dan tiang pengunci pada Rumah Panca Puntu Mang Pihit (Dok.BPCB Kalimantan Timur, 2016)

utama, tiang penyangga dan tiang pengunci. Tiang utama atau disebut bujang swandang terletak di tengah-tengah bangunan yang memanjang dari bagian bawah hingga ke lantai dua bangunan. Tiang ini terbuat dari satu bantang kayu ulin yang utuh, dengan tinggi 7, 22 m dan berdiameter 53 cm, tiang ini sudah dicat menggunakan warna hitam, tetapi pada bagian atas tiang pada lantai dua tidak dilakukan pengecatan dan masih mempertahankan warna asli kayu. Tiang penyangga berjumlah 8 buah, terletak pada setiap sisi dan sudut bangunan, ukuran tinggi tiang dari lantai dasar hingga ke lantai 1 yakni 5, 86 sedangkan lebar dan tebal masing-masing 15 cm, tiang ini juga sudah dicat dengan warna hitam, dan Tiang pengunci berjumlah 16 buah ditempatkan pada masing-masing sisi tiang penyangga dengan bentuk silang (cross). Ukuran panjang tiang 3,94 m, lebar 10 cm dan tebal 5 cm, tiang ini juga dicat menggunakan warna hitam. Pada bagian pondasi/dasar bangunan saat ini sudah dibeton berukuran panjang 8,70 m dan lebar 5,25 – 2,50 m dan dipasang lantai keramik.

3
Foto Tangga pertama yang berada dibagian bawah, menghubungkan lantai dasar ke lantai 1 dan tangga dua yang menghubungkan lantai 1 ke lantai 2 (Dok.BPCB Kalimantan Timur, 2016).

Tangga pada bangunan terdiri atas dua, tangga pertama dan tangga kedua. Tangga pertama adalah tangga dari lantai dasar menuju lantai 1 dan tangga yang kedua berada di lantai 1 menuju lantai 2. Tangga pertama yang terbuat dari satu batang kayu besar kemudian dibentuk berundak menyerupai anak tangga, berukuran tinggi 5,06 m, lebar 28, tebal 29 cm, dan tinggi antara anak tangga 20 cm dengan sudut kemiringan 55°. Tangga kedua berada di ruang 1 yang menghubungkan ruang 1 ke ruang 2 bangunan, bentuk tangga berbeda dengan bentuk tangga 1, bentuk tangga ini sama seperti tangga modern pada umumnya, yang berbentuk persegi empat dan terdiri atas susunan balok-balok kayu persegi empat panjang yang dijadikan sebagai anak tangga. Ukuran tinggi tangga ini 2,53 m dan lebar 71 cm, sedangkan ukuran anak tangga masing-masing mempunyai panjang 71 cm, lebar 19 cm, tebal 2,5 cm, dan jarak antara anak tangga dengan lainya 22 cm. Sudut kemiringan tangga. 53°.

2. Bagian Tengah/Ruang Bangunan

Pembagian ruang pada bangunan hanya terdiri atas dua lantai atau dua tingkat. Ruang pertama atau lantai 1 merupakan ruang terbuka tanpa dinding dan hanya dibatasi oleh pagar kayu pada setiap sisinya, berukuran tinggi 56 cm. Ukuran panjang ruang lantai 1 yakni 6, 37 m, lebar 2,17 m, dan tinggi 1,95 m. Ruang ini dimanfaatkan sebagai tempat penyimpanan peralatan yang biasa digunakan dalam upacara adat, salah satunya gendang yang cukup panjang, terbuat dari kayu utuh dan pada bagian dalam berongga/berlubang.

4
Foto Ruang pertama atau lantai 1 merupakan ruang terbuka sedangkan ruang dua atau lantai 2 merupakan ruang tertutup (Dok.BPCB Kalimantan Timur, 2016).

Ruang kedua atau lantai 2 berupa ruang berdinding pada setiap sisinya, tetapi tidak terdapat sekat dalam ruang tersebut, dilengkapi dua jendela di sisi barat rumah, berukuran tinggi 70,7 cm dan lebar 54,5 cm. Pada bagian atas jendela terdapat ventilasi udara. Ukuran ruang ini hampir sama dengan ukuran ruang pertama hanya saja memiliki tinggi yang berbeda yakni berukuran tinggi 3,52 m. Ruang ini difungsikan sebagai tempat penyimpanan benda-benda dari kebudayaan Suku Dayak Paus, antara lain, tengkorak, tanduk rusa, gong, patung, tombak, guci, dan beberapa benda lainnya.

3. Bagian Atas/Atap

Bangunan Bentuk atap bangunan menyerupai pelana kuda, dan pada ujung atap                 terdapat ukiran burung enggang. Pada awalnya atap bangunan merupakan atap sirap ulin, tetapi kini sudah diganti menjadi atap multiroop.

4
Foto Guna Betangkap tidak memiliki bentuk yang jelas (Dok.BPCB Kalimantan Timur, 2016)

Koleksi Benda Rumah Panca Puntu Mang Pihit

Benda-benda cagar budaya yang terdapat di dalam Rumah Panca Puntu Mang Pihit terdiri atas beberapa jenis dari berbagai masa yang tidak diketahui dengan pasti angka tahun pembuatannya. Berikut penjabaran masing-masing benda cagar budaya yang ada;

  1. Bujang Swandang
4
Foto Atap berbentuk pelana kuda dan pada pinggiran atap terdapat hiasan (Dok.BPCB Kalimantan Timur, 2016).

Bujang swandang merupakan tiang asli dari bangunan awal pendirian rumah tersebut, dan tidak mengalami perubahan bentuk hingga sekarang, tiang ini memanjang dari lantai dasar hingga ke lantai 2 bangunan dengan ukuran tinggi 7.22 m dan berdiameter 53 cm. Tiang pada lantai 2 masih dalam kondisi asli, teknik pembuatan masih dilakukan dengan cara sederhana dan tidak terdapat motif hias pada tiang tersebut. Kondisi tiang sudah mengalami kerusakan pada beberapa bagian. Benda ini selalu ditutupi dengan kain berwarna kuning dan merah. Menurut cerita tiang ini biasanya dijadikan sebagai tempat berniat dan terdapat lubang di tengah tiang tersebut, yang biasa digunakan untuk memasukkan uang koin ke dalamnya.

  1. Guna Betangkap
4
Foto Bujang swandang yang memanjang dari lantai dasar hingga ke lantai 2 bangunan (Dok.BPCB Kalimantan Timur, 2016)

Guna betangkap terbuat dari kayu ulin, yang difungsikan sebagai tempat berniat/mencari rejeki bagi orang. Terdapat lubang pada bagian dalam kayu sebagai tempat menyimpan uang/tempat sumbangan secara sukarela bagi masyarakat yang ingin berniat. Menurut keterangan Pak Tapa, masih banyak masyarakat sekitar maupun dari luar daerah yang datang berkunjung ke tempat ini untuk melakukan ritual tersebut.

  1. Tempayan/Tempayat

Tempayan atau masyarakat menyeb

4
Foto Tempayat ini masih dalam kondisi utuh, pada bagian dalamnya masih terdapat sisa tulang manusia (Dok.BPCB Kalimantan Timur, 2016).

utnya tempayat adalah sebuah stoneware yang terbuat dari tanah liat, berukuran tinggi 60 cm dan diameter 45 cm. Terdapat motif pada tepian/bibir berupa spiral, dan motif naga pada badan stoneware, warna pada stoneware lebih didominasi warna coklat. Tempayan hanya ada satu dan dalam kondisi yang baik. Tempayan ini dulunya difungsikan sebagai wadah kubur untuk bayi yang meninggal.

  1. Patung/Panta
4
Foto Panta merupakan patung yang dibuat dengan cara diukir menyerupai sosok manusia (Dok.BPCB Kalimantan Timur, 2016).

Patung atau panta terbuat dari kayu ulin, berjumlah 12 buah, ukuran tinggi panta bervariasi antara 20 cm sampai dengan 100 cm dan
lebar sampai dengan 10 cm. Panta dulunya difungsikan sebagai penjaga kampung yang ditanamdi dalam tanah dan ditempatkan di ujung kampung.

  1. Tanduk Rusa/Tenuk Penyu

Tanduk rusa atau tenuk penyu didapatkan oleh masyarakat yang sedang membuka lahan dan ada juga yang didapatkan dari hutan. Tanduk itu kemudian dikumpulkan di dalam Rumah Panca Puntu Mang Pihit. Tidak diketahui secara pasti tentang kegunaan dari tanduk tersebut.

4
Foto Jejeran tanduk rusa yang tersusun rapi dalam Rumah Panca Puntu Mang Pihit (Dok.BPCB Kalimantan Timur, 2016).
  1. Tengkorak
4
Foto Jejeran tengkorak hasil dari me-ngayau pada masa lalu yang dilakukan Suku Dayak Paus dan tengkorak gergasi (Dok.BPCB Kalimantan Timur, 2016).

Tengkorak yang ada berjumlah 23 buah dan terdapat satu tengkorak yang disebut gergasi (kepala manusia tapi berbadan anjing). Menurut cerita, tengkorak yang ada didapatkan dari hasil men-ngayau yang dilakukan Suku Dayak Paus pada masa peperangan melawan suku lainnya. Tengkorak yang ada tidak sembarangan karena tengkorak tersebut merupakan tengkorak dari para panglima-panglima musuh. Ukuran tiap tengkorak rata mempunyai panjang 16 cm, lebar 17,5 dan tinggi 14 cm.

  1. Tombak/Tat
4
Foto Tombak atau tat (Dok.BPCB Kalimantan Timur, 2016).

Jumlah tombak sebanyak 5 buah, yang terbuat dari kayu dan pada ujung tombak dilengkapi dengan besi yang tajam dengan berbagai bentuk ujung tombaknya. Ukuran panjang tombak berkisar antara 150 cm sampai dengan 180 cm, dengan diameter 4 cm. Ukuran panjang mata tombak pun bervariasi antara 10 cm sampai dengan 18 cm, lebar 6 cm dan tebal 0,50 cm.

  1. Gong/Goug
4
Foto Goug ada tiga jenis, yakni goug, momong, dan ketawa (Dok.BPCB Kalimantan Timur, 2016)

Gong atau goug bentuknya sama dengan bentuk gong pada umumnya, terdapat 10 buah gong dengan ukuran yang bervariasi. Gong besar biasa disebut goug berdiameter 70 cm, dan tebal 13 cm, gong sedang/momong berdiameter 47 cm dan tebal 13,5 cm dan gong kecil disebut ketawa berdiameter 22 cm dan tebal 6,5 cm. Gong tersebut digunakan dalam upacara adat yang biasa dilakukan di tempat ini.

9. Batu Temerat

4
Foto Batu temerat batu yang digunakan untuk membuat baju dari kulit kayu kapua (Dok.BPCB Kalimantan Timur, 2016)

Batu temerat atau di beberapa tempat disebut batu ike, berbentuk lonjong dan pada bagian bawah dibentuk kotak – kotak persegi empat. Terdapat 4 buah batu temerat dengan ukuran panjang bervariasi antara 8 cm dan berdiameter 5 cm. Batu ini terbuat dari fosil kayu dan masih dalam kondisi yang baik. Batu ini dulunya difungsikan sebagai pemukul kulit kayu untuk membuat baju dari kulit kayu kapua, tapi kini sudah tidak digunakan lagi.

  1. Tas Anyaman
4
Foto Tas anyaman yang terbuat dari bambu, yakni karay, jungkok, sepat dan kelimat (Dok.BPCB Kalimantan Timur,2016)

Ada empat jenis peralatan yang biasa digunakan dalam kehidupan berladang masyarakat Dayak Paus, yakni karay, jungko, sepat dan kelimat. Karay, tas anyaman berbentuk persegi empat yang biasa digunakan untuk mengangkut hasil dari berladang. Jungkok, tas anyaman yang hampir sama dengan karay hanya saja ukurannya lebih panjang. Sepat, berbentuk segitiga, difungsikan untuk menapis beras. Dan yang terakhir kelimat, bentuknya hampir sama dengan sepat hanya saja ukurannya lebih panjang, kelimat juga difungsikan untuk mengambil padi yang sudah ditapis.

  1. Topi/Serau
4
Foto Serau ini dulu digunakan saat pergi ke hutan atau ke ladang, tetapi ini juga dipakai oleh para penari (Dok.BPCB Kalimantan Timur, 2016).

Topi atau masyarakat Dayak Paus menyebutnya serau, terbuat dari bambu dan bentuknya seperti topi yang biasa dipakai para petani saat ke sawah. Pada topi ini terdapat motif hias pada bagian luar dan dalam. Dulu ketika masyarakat dayak hendak ke hutan atau ke ladang dengan membawa anak mereka, maka mereka berangkat pada waktu dini hari, mereka kemudian membuat obor dari serabut kelapa dan kemudian serau dipakaikan kepada anak mereka, hal ini tujuan agar anak mereka tidak terlihat oleh makhluk gaib yang ada di hutan dan obor ditujukan agar menyamarkan keberadaan anak mereka. Tapi kini serau tidak hanya digunakan untuk ke ladang tapi juga dipakai oleh para penari pada saat dilaksanakan upacara adat ditempat ini.

  1. Jala Ikan/Jungk

Jungk adalah salah satu peralatan yang biasa digunakan untuk menangkap ikan di sungai, terbuat dari anyaman bambu. Bentuknya hampir sama dengan jala ikan/bubuh yang banyak digunakan masyarakat lainnya.

4
Foto Jungk atau masyarakat menyebutnya bubuh biasa digunakan untuk menangkap ikan (Dok.BPCB Kalimantan Timur, 2016).
  1. Beduk/Totok

Beduk atau totok bentuknya menyerupai bentuk beduk pada umumnya, hanya saja totok yang ada disini terbuat dari sebatang kayu yang panjang, dengan ukuran panjang 289 cm dan berdiameter 30 cm.

4
Foto Galang Sampan yang tersimpan pada Rumah Panca Puntu Mang Pihit (Dok. BPCB Kalimantan Timur, 2016).
  1. Galang Sampan/Sangkar

Galang sampan (Panggar Rut) adalah bagian dari sampan untuk memasang/ menempelkan lantai dalam sampan. Menurut sejarahnya, sampan ini digunakan oleh Pangeran Mas, untuk berangkat ke Sanggau (Sebagai alat transportasi lewat sungai sekayam pada zaman dahulu). Beliau memerintahkan Entinga Ma Dagak untukmerakit sampan tersebut, setelah siap sampan tersebut tidak bisa diturunkan ke sungai dan sampan tersebut langsung tenggelam dan tidak pernah ditemukan, penduduk/masyarakat hanya bisa menemukan sangkar saja yang timbul dan kemudian disimpan di rumah ini. Ukuran panjang galang sampan 200 cm dan lebar 30 cm.

4
Foto Beduk atau totok yang masih digunakan hingga saat ini (Dok.BPCB Kalimantan Timur, 2016)

Kegiatan monitoring yang dilakukan terhadap cagar budaya dengan hasil identifikasi:

Kerusakan dan Pelapukan. Kerusakan adalah proses perubahan bentuk yang terjadi pada suatu benda dimana sifat fisik dan maupun kimiawinya masih tetap. Gejala yang kerusakan yang terlihat pada kayu yakni retak, pecah, patah. Kerusakan yang biasa terjadi pada kayu ialah kerusakan mekanis, kerusakan ini diakibatkan oleh gaya-gaya mekanis yang membebani kayu. Beban yang menimpa kayu terbagi dalam tiga yakni:

  1. Beban statis, membebani kayu secara terus menerus (konstruksi bangunan)
  2. Beban dinamis, merupakan beban sesaat (gempa, getaran, tanah longsor, banjir)
  3. Beban riil, beban statis ditambah beban dinamis.

Pelapukan adalah suatu proses perubahan atau penguraian dari material asli ke material lain dimana sifat fisik dan kimiawinya berubah. Pelapukan dibagi dalam tiga jenis, yakni pelapukan fisis, pelapukan kimiawi, dan pelapukan biologis. Berikut penjabarannya;

  1. Pelapukan Fisis ialah pelapukan yang disebabkan oleh faktor lingkungan mikro tempat cagar budaya tersebut berada (suhu udara, sinar matahari, kelembapan udara, penguapan).
  2. Pelapukan Kimia, ialah degradasi yang terjadi pada material kayu sebagai akibat dari proses atau reaksi kimia dengan material tertentu (asam, basa, garam).
  3. Pelapukan Biologis, ialah degradasi pada material kayu yang disebabkan oleh aktifitas mahluk hidup (bakteri, jamur, lichen, serangga, manusia).

Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Keterawatan pada Rumah Panca Puntu Mang Pihit ini memfokuskan pengamatan pada tangga. Kerusakan pada tangga yang menjadi fokus kegiatan ini terdiri dari lapuk dan retak pada sebagian besar bagian. Kerusakan disebabkan bahan kayu yang digunakan memiliki kualitas yang tidak terlalu bagus. Tangga tersebut dibuat tahun 2004 bersamaan dengan perbaikan terakhir yang dilakukan. Kerapuhan tangga pada beberapa bagian menyebabkan hilangnya bagian tangga tersebut. Bagian terbesar yang mengalami kerapuhan adalah pada bagian bawah tangga. Bagian tersebut merupakan bagian yang paling banyak terkena hujan dan sinar matahari.

Selain rapuh juga terdapat retak pada sebagian besar bagian tangga. Retak terdapat pada bagian permukaan anak tangga, memanjang dari bagian atas sampai bawah. Selain retak retak tersebut juga terdapat retak pada bagian samping anak tangga sehingga dapat menyebabkan terlepasnya anak tangga. Penyebab retak kemungkinan adalah bahan kayu yang kurang bagus dan perawatan pasca pengerjaan yang tidak sesuai.

Rencana Penanganan

Berdasarkan hasil identifikasi kerusakan dan penyebab yang telah dilaksanakan, diperoleh data yang dapat digunakan dalam kegiatan pelestarian selanjutnya. Untuk itu akan direncanakan kegiatan perbaikan sesuai data kerusakan yang diperoleh dan meminimalkan penyebab agar dapat menghindarkan kembalinya kerusakan. Selain menghindari kerusakan lebih lanjut, tindakan perbaikan juga mempertimbangkan untuk dapat dikembalikan pada keadaan aslinya dikemudian hari. Dalam mencegah terjadinya kerusakan yang lebih besar, kegiatan perbaikan yang dilakukan berupa penggantian tangga 1 dengan menggunakan kayu sejenis yaitu kayu Ulin dengan mempertahankan bentuk. Selain penggantian tangga 1 juga dilakukan perubahan tangga 2 dengan merubah bentuk sama dengan tangga 1. Perubahan yang dilakukan untuk mengembalikan bentuk tangga 2 pada bentuk aslinya. Adapun langkah-langkah perbaikan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

  1. Persiapan administrasi, tenaga kerja, alat, dan bahan;
  2. Administrasi: Persiapan berkas yang dperlukan selama pelaksanaan dan pertanggung jawaban kegiatan.
  3. Tenaga kerja, alat dan bahan: Persiapan kebutuhan selama pekerjaan termasuk daftar kebutuhan tenaga dan bahan.
  4. Dokumentasi kondisi eksisting, saat dilakukan perbaikan, dan kondisi setelah perbaikan selesai;
  5. Dokumentasi yang dilakukan berupa catatan pekerjaan, foto dan gambar sebelum kegiatan, selama kegiatan dan setelah kegiatan.
  6. Melakukan pekerjaan pembongkaran:
  7. Pekerjaan pembongkaran dilakukan untuk mengetahui kondisi keseluruhan tangga.
  8. Selain pembongkaran juga dilakukan pembersihan lokasi kegiatan.
  9. Persiapan lokasi pemasangan tangga.
  10. Kegiatan dilaksanakan 4 orang selama 2 hari.
  11. Melakukan pekerjaan kayu untuk membentuk tangga;
  12. Pekerjaan kayu dilakukan dengan membuat 2 buah tangga sesuai gambar kerja.
  13. Kegiatan dilaksanakan 5 orang selama 2 hari.
  14. Melakukan pekerjaan pemasangan tangga;
  15. Mobilisasi tangga dari lokasi pekerjaan kayu ke lokasi.
  16. Persiapan lokasi pemasangan.
  17. Pemasangan tangga.
  18. Kegiatan dilaksanakan 13 orang selama 4 hari.
  19. Pembersihan lokasi berikut lingkungannya sesudah perbaikan

Informasi Ketersediaan Bahan dan Tenaga Kerja

Dalam rangka merealisasikan rencana pekerjaan perbaikan pada Situs Rumah Panca Puntu Mang Pihit di atas, diperlukan bahan dan tenaga kerja. Di Desa Pengadang dan Balai Karangan terdapat beberapa toko bahan bangunan yang menyediakan bahan-bahan pekerjaan tersebut. Hasil survey memperoleh informasi ketersedian bahan untuk kayu dengan panjang sekitar 10 m dan diameter sekitar 30 cm. Tenaga kerja berpengalaman cukup mudah diperoleh di sekitar Desa Pengadang. Kegiatan perbaikan akan dilaksanakan secara swakelola bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Kabupaten Sanggau dan Juru Pelihara BPCB.