SMAN 1 Kota Blitar

0
1422

SMAN I Blitar berdiri pada tanggal 22 Agustus 1955. Penetapan tanggal ulang tahun sekolah tersebut berdasarkan pada hari pertama kegiatan belajar mengajar berhasil dilaksanakan. Sebenarnya, menurut rencana Mr. M. Hoetaoeroek (Inspektur SMA di Djawatan Pengajaran, Kementerian Pendidikan, Pengadjaran dan Keboedajaan) sekolah akan dibuka pada tanggal 1 Agustus 1955. Tetapi karena ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan sebelumnya, maka sekolah ini baru bisa dibuka pada tanggal 22 Agustus, melebihi surat keputusan pendiriannya pada 9 Agustus 1955. Ketika baru dibuka, sekolah ini belum mempunyai gedung sendiri. Aktivitas pendidikannya ketika itu masih menumpang di SMPN 1 Blitar.

Kepala sekolah pertamanya adalah Mrr. Soekartini. Dia adalah seorang ahli hukum dan seorang guru yang semula mengajar di SMA Negeri Madiun. Pada April 1955, Mr. M. Hoetaoeroek memberikannya pilihan tugas untuk memimpin salah satu SMA yang dibuka tahun itu, SMAN Blitar atau SMAN Purworedjo. Soekartini kemudian memilih menjadi kepala sekolah di SMAN Blitar.

Untuk kelancaran proses belajar mengajar, Soekartini kemudian memikirkan tempat permanen yang lebih layak digunakan sebagai kelas. Karena ijin pemakaian gedung SMPN I juga hanya selama satu tahun.

Pilihan kemudian jatuh pada bekas gedung SGB (Sekolah Guru Bawah) di Sanan Wetan. Lokasi pilihan tersebut merupakan tempat yang bersejarah. Ketika masa kolonial, di tempat tersebut berdiri Jongen Noormal School. Di sekolah itu pula Soekeni Sosrodihardjo, ayah Bung Karno dan Kartowibowo pernah mengajar.

Noormalschool merupakan salah satu tingkat dalam sistem pendidikan guru di Hindia Belanda. Pendidikan Keguruan ini mulai diatur pada tahun 1871 setelah keluarnya Peraturan Pemerintah yang menyatakan, bahwa pengadaan sekolah dasar bumiputera harus didahului oleh pengadaaan tenaga gurunya. Atas dasar peraturan itulah kweekschool diperbanyak.

Lama belajar di noormalschool adalah empat tahun. Yang bisa memasuki sekolah ini adalah pelajar-pelajar lulusan vervolk atau Sekolah Kelas II. Selain noormalschool, di Hindia Belanda ketika itu juga berdiri beberapa sekolah pendidikan guru lainnya seperti Hogere Kweekschool (HKS) yaitu sekolah guru dengan lama belajar 3 tahun,  Hollands Inlandsche Kweekschool (HIK) untuk menggantikan HKS dengan lama pendidikan 6 tahun, Hollands Chinese Kweekschool (HCK) yaitu sekolah guru Cina yang sederajat dengan HIK, dan Kursus Hoofdakte.

Dalam praktiknya lulusan noormalschool mengalami perlakuan yang tidak sama, terutama dalam soal penggajian, dengan lulusan kweekschool. Bagi guru-guru bantu Sekolah Kelas Dua yang merupakan lulusan Kursus Guru Bantu selama dua tahun, mendapat gaji sekitar f. 20,- sampai f.30,- per bulan. Normaalschool yang melahirkan guru sekolah kelas dua mendapat gaji sekitar f. 30,- sampai f. 45,- per bulan. Sementara itu guru-guru lulusan Kweekschool yang biasanya ditempatkan sebagai Kepala Sekolah Kelas Dua, Sekolah Kelas Satu atau guru Sekolah Kelas Satu, menerima gaji sekitar f. 75,- sampai f. 150,- per bulan. Dibandingkan dengan guru-guru Sekolah Desa, Guru Bantu Kelas Dua dan Normaalschool, lulusan Kweekschool lebih dihargai oleh pemerintah karena pendidikannya lebih tinggi ditambah dengan kemampuan dalam bahasa Belanda.

Pada masa revolusi fisik, gedung sekolah tersebut sempat dibumihanguskan. Ketika terjadi Agresi Militer Belanda II tahun 1948 Blitar merupakan salah satu sasaran serangan. TNI, TRIP dan laskar-laskar perjuangan yang berada di Blitar kemudian melakukan aksi bumi hangus sebelum Belanda datang agar fasilitas-fasilitas publik di kota tidak dapat dimanfaatkan Belanda. Adapun sasaran yang dibumihangus antara lain adalah Pabrik Gula Kenongo di Wlingi, pabrik Gula Garum, Balai Kota, Gedung Kesenian, dan SR. Mardisiswa. Bangunan lain yang juga turut dibumihanguskan ketika itu adalah bekas gedung noormalschool. Pada bekas lokasi itulah yang kemudian dibangun ulang sebagai SMAN I Blitar dengan memanfaatkan sisa-sisa pondasi lama bangunan. (Lap. Inventarisasi ODCB Kota Blitar 2017)