Pabrik Gula Kedawoeng, Pasuruan

0
5357

Pabrik Gula Kedawoeng merupakan salah satu pabrik gula tua yang hingga kini masih bertahan di Indonesia. Pada salah satu dinding bangunannya, masih terdapat sebuah plakatperesmian yang menandai peletakan batu pertama pembangunan yang dilakukan oleh Ny. de Wed Lebret pada 6 November 1898.

Plakat itu sebenarnya hanya menunjukkan tahun peresmian salah satu bangunan dalam komplek pabrik ini saja. Bukan menunjukkan tahun berdirinya pabrik. Karena ada beberapa sumber yang bisa membuktikan bahwa, pabrik gula itu sebenarnya telah berdiri jauh sebelum tahun yang tercantum dalam plakat itu

H.Th. Hesselaar, seorang seniman Hindia Belanda yang lahir di Pasuruan pada 1920, pernah membuat lukisan yang berjudul De Suikerfabriek Kedawong bij Pasoeroean op Java yang dibuat pada 1849. Lukisan yang kini disimpan di Rijkmueum, Amsterdam, Belanda itu tentu bisa menjadi bukti bahwa pada 1849, PG. Kedawoeng telah berdiri Kemudian, dalam Tijdschrift voor Nederlandsch Indie, Volume 5 Issue 1, yang terbit pada tahun 1871, nama Kedawung juga sudah disebutkan. Terbitan itu menyatakan bahwa Pasuruan merupakan salah satu karesidenan yang penting bagi industri gula swasta Hindia Belanda. Terutama karena di situ terdapat pabrik gula Kedawoeng yang dimiliki oleh Gerrit Lebret, yang ketika itu sudah menggunakan teknologi mesin uap dan mesin vakum untuk operasional pabrik.

Lahan yang dimiliki pabrik ini luasnya mencapai 214 ½ bouw (bouw atau bau, ukuran lahan yang dipakai di Jawa masa kolonial, 1 bau luasnya antara 0,7 sampai 0,8 ha). Dari lahan tersebut, pada 1866, produksi gula yang diperoleh sebanyak 15.833 pikul (1 pikul = 60-62 kg). Rata-rata produksinya per bau adalah 74 pikul. Angka itu sebenarnya turun dari sebelumnya, karena pada 1864 produksinya mencapai 19,278 pikul atau 95 pikul per bau.

Pekerja pabrik tersebut berasal dari penduduk yang tinggal di Kedawung. Populasinya terdiri dari 2979 jiwa, termasuk 1447 laki-laki dan remaja. Serta memiliki hewan ternak sejumlah 804 sapi dan 46 kuda.

Ada beberapa hal yang dicatat dalam terbitan itu mengenai keuntungan yang dihasilkan pabrik. Tetapi mungkin kita bisa melihat, bahwa dalam beberapa poin yang dicatat itu, ada yang memperlihatkan watak kolonialisme dalam memandang rakyat dan wilayah jajahan. Poin-poin itu adalah sebagai berikut:

  1. Tanah yang dikuasai pabrik itu berstatus eigendom. Artinya dimiliki oleh pemilik pabrik sepenuhnya. Dengan penguasaan seperti itu, penduduk benar-benar menghormati pemilik tanah.
  2. Tanah dan iklimnya cocok untuk produksi gula
  3. Pemilik pabrik adalah orang yang bertanggungjawab atas pekerjaannya selama 20 tahun. Ia tahu dengan baik seluk beluk sifat populasi dan sifat tanah dari waktu ke waktu.
  4. Pemilik mengawasi sendiri budidaya tebu, mulai dari pemupukan lahan hingga proses tanam.
  5. Ia membayar pekerjanya dengan baik dan tidak menindas.

Pabrik ini berlokasi di Desa Kedawoeng Kulon, Grati, Kabupaten Pasuruan. Di daerah tersebut, pada awal abad XX, terdapat dua pabrik yang lokasinya berdekatan yaitu Pabrik Gula Kawisrejo dan PG. Kedawoeng. Pada saat itu PG Kedawoeng sedang melakukan perluasan kebunnya kearah barat yang ternyata melewati daerah PG Kawisrejo yang pada saat itu mengalami pailit. Dengan beberapa pertimbangan maka PG Kawisrejo dibeli oleh PG Kedawoeng sekalian dengan areal kebunnya, sehingga pada tahun 1934 resmilah penggabungan kedua pabrik tersebut dengan statusnya menjadi NV. Culture Hatchappu dengan nama PG Kedawoeng.

Pada tahun 1942-1945 PG Kedawoeng diambil alih / dikuasai oleh jepang, pada bulan Juni 1947 setelah Clash I sampai dengan bulan Agustus kembali dikuasai oleh Belanda. Pada tahun 1948 di Indonesia terjadi gejolak yang terkenaldengan nama Tri Kora dan sesuai dengan Surat Perintah Militer No. 061/12/57 dan Undang-Undang Nasionalisme Perusahaan untuk Perusahaan Bekas Belanda No.86/58 yang disahkan pada tanggal 10 Desember 1957, maka PG Kedawoeng ikut pula di Nasionalisme.

Tahun 1961-1964 namanya dirubah menjadi Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan Jawa Timur III PG Kedawoeng. Pada bulan juli 1964 sampai dengan Juni 1968 statusnya diubah menjadi Perusahaan Perkebunan Gula Negara / PN Karung Goni Inspeksi Daerah VII. Pada bulan Juli 1968-1975 statusnya menjadi PTP XXIV-XXV PG Kedawoeng. Tahun 1975 berubah lagi menjadi PTP XXIV-XXV (PERSERO) PG Kedawoeng. Tanggal 14 Februari 1996 sesuai dengan Peraturan Pemerintah PTP XXIV-XXV PG Kedawoeng diubah lagi menjadi PT Perkebunan Nusantara XI (Persero) PG Kedawoeng dengan Kantor Direksi di Jalan Merak No. 1 Surabaya.(Lap.Pendataan Bangunan Kolonial Kab.Pasuruan-2019)