You are currently viewing Tinggalan Tertulis, Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya

Tinggalan Tertulis, Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya

Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah telah menerbitkan beberapa buku. salah satu buku yang telah diterbitkan adalah buku berjudul Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya. Buku ini diterbitkan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (Prof. Sumijati Atmosudira dkk /editor). Mempertimbangkan permintaan dari masyarakat maka buku ini ditampilkan di laman ini.

Pengertian dan Batasan

Diantara warisan budaya yang ditemukan di Indonesia terdapat tulisan di atas media batu, logam, daun lontar, dan kertas. Pada umumnya, tulisan yang ditulis di atas media batu dan logam disebut prasasti, sedangkan yang ditulis di atas daun lontar dan kertas disebut manuskrip.

Prasasti adalah piagam kerajaan yang dikeluarkan oleh raja atau pejabat yang berwewnang. Prasasti dapat berisi mantra, ketetapan hukum, atau penetapan sebidang tanah menjadi sima atau daerah perdikan agar tidak dikenai berbagia pungutan kerajaan, dalam hal ini pajak. Alasan ditetapkannya satu daerah menjadi sima adalah karena masyarakat setempat pernah berjasa terhadap kerajaan atau berkewajiban mengelola bengunan suci. Ada kalanya prasasti hanya berupa penggalan kata atau angka tahun saya, jenis prasasti ini disebut inskripsi.

Sebagai piagam kerajaan, prasasti mempunyai keuatan hukum dan kekuatan yang bersifat magis religius. Kekuatan hukum pada prasasti ditunjukan oleh pernyataan tertentu yang berhubungan degan kedudukan perintah raja yang berlaku sebagai hukum. Ada kalanya kekuatan hukum tersebut ditegaskan dengan simbol kerajaan. Hal ini membawa konsekuensi yuridis bahwa setiap pelanggaran terhadap ketentuan yang dimuat dalam prasasti akan dikenai denda material, misalnya berupa sejumlah emas dan perak. Adapun sifat magis religius prasasti ditujukan oleh proses penetapannya yang dilakukan dengan upacara keagamaan, keberadaan pujian terhadap dewa, serta keberadaan sapata (kutukan) yang merupakan sanksi magis religius bagi setiap pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam prasasti.

Tinggalan tertulis yang berupa manuskrip, baik yang ditulis di atas daun lontar maupun kertas tidak berisi penetapan sima, tetapi merupakan narasi cerita, rekaman suatu pristiwa, atau instruksi penguasa kepada bawahannya. Termasuk di dalam manuskrip adalah naskah kesusastraan yang sebenarnya merupakan narasi cerita atau rekaman peristiwa tetapi disajikan secara spesifik karena memiliki kaidah-kaidah tertentu, misalnya adalah kakawin dan kidung. Bukti-bukti yang diperoleh menunjukan bahwa budaya tulis dalam bentuk masnuskrip secara koronologis muncul lebih kemudian dibandingkan dengan prasasti.

Kekuatan hukum maupun kekuatan magis religius yang dimiliki prasasti menjadi jaminan bagi keotentikan dan keabsahan prasasti, terutama dari segi isisnya. Apalagi prasasti dibuat bersamaan dengan saat terjadinya peristiwa yang dimuat di dalamnya, sehingga kemungkinan terjadinya distorsi informasi sangat kecil. Kondisi semacam ini telah menempatkan prasasti pada posisi yang paling tinggi dalam kedudukan sebagai sumber sejarah. Oleh karena itu, pada kesempatan penulisan buku Jawa Tengah: Sebuah Potret Warisan Budaya, uraian mengenai tulisan akan difokuskan pada tinggalan yang berupa prasasti. Pertimbangan ini dipilih sesuai dengan tujuan ditampilkannya tulisan dalam kaitannya sebagai sumber utama untuk mengungkapkan sejarah Jwa Tengah dari berbegai aspek.