You are currently viewing Restu Hidayat, Belajar dari Batu yang Diam

Restu Hidayat, Belajar dari Batu yang Diam

Sebagian besar candi di Jawa Tengah saat ditemukan dalam keadaan runtuh. Penyebab runtuhnya candi-candi ini antara lain bencana alama dan telah ditinggalkan lama oleh manusia. Untuk mengembalikan kembali bentuk arsitektur candi dibutuhkan kegiatan bernama pemugaran.

Pemugaran sebuah candi merupakan kegiatan yang bukan saja membutuhkan kecermatan luar biasa melainkan juga membutuhkan niat dan keiklasan. Banyak tokoh-tokoh yang terlibat dalam kegiatan pemugaran yang mencurahkan tenaga dan pikiran demi mendirikan kembali candi yang telah runtuh. Salah tokoh yang memegang pernana vital adalah pencari batu. Banyak cerita menarik yang dapat digali dari para pencari batu ini dan bahkan terdamh cerita-cerita ini menginspirasi.

Seorang pria dilahirkan di Klaten tanggal 20 Februari 1982. Pada tahun 2007 ia mulai diangkat sebagai PNS dan masuk di kantor Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah dibagian logistik. Saat itu, ia berpakaian rapi dan bersih. Namun, ia mempunyai ketertarikan untuk belajar sebagai pencari batu candi di juru pemugaran sejak 2010. Ia selalu penasaran dengan kehebatan nenek moyang saat membangun candi yang menjulang tinggi, bagaimana bisa semegah ini? Alat apa yang digunakan? Selama ia bekerja sebagai pencari batu, ia sangat menjiwai pekerjaannya. “Bukan kita yang mengajari batu, tapi batulah yang mengajari kita”. Jadi banyak sekali yang dapat ia pelajari dari sebuah batu yang diam, terutama untuk ketelitian, kecermatan dan kesabaran. Menurutnya, apabila ada masalah di rumah, itu sangat mengganggu pikiran saat mencari batu. Pikirannya jadi tidak fokus di lapangan, dan tidak mendapatkan hasil apa-apa. Agar tidak dipusingkan dengan batu, ia mempunyai cara untuk tidak fokus pada satu candi saja. Apabila saat pencarian menemukan bongkahan batu untuk candi lain, ini akan sangat membantu penyusunan candi selanjutnya.

Banyak sekali keunikan yang ditemukan saat bekerja. Misalnya saja dalam candi perwara deret II nomor 4, ditemui adanya pahatan relief candi yang berbeda dibagian sisinya. Sebelah utara relief kakinya lurus, sebelah barat relief kakinya bengkok. Selain itu, terdapat keunikan lain yang bisa ditemukan di dalam candi, misalnya saja bongkahan batu yang ia temui kadang disisinya ada yang bermotif dan disisi lainnya polos. Menurut pria yang menamatkan pendidikan di SMK Negeri 2 Jetis, Yogyakarta ini menganggap keunikan yang ia temui saat di lapangan ini sebagai suatu kelucuan dibalik bangunan yang megah ini. Ia menduga, mungkin saja saat berakhirnya pembangunan, candi ini belum dalam keadaan sempurna. Karena masih ada beberapa candi yang masih polos dan harusnya bermotif.

Sebagai seorang pencari batu candi ia harus siap untuk merasakan licinnya bebatuan saat musim hujan dan debu yang bertaburan saat musim kemarau. Namun, ada cerita-cerita dibalik bangunan candi yang telah berdiri. Ia bisa mengenang kejadian saat membangun candi bersama rekan kerjanya dan menceritakan kepada anak-anaknya bahwa “Oh, candi iki sing biyen tau nyopotne kuku ngon jempolku kae atau candi iki sing watune tau nibani sikilku”.  (Oh, candi ini yang dulu pernah melepaskan kuku di jempolku atau candi ini yang batunya pernah menjatuhi kakiku). Menurutnya, menjadi pencari batu adalah tugas yang mulia.

Ditulis oleh: Meilinia FathonahMahasiswa Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Jurusan Sejarah, Undip Semarang