You are currently viewing Ragam Tema Ornamentasi, Manusia / Dewa,  Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya

Ragam Tema Ornamentasi, Manusia / Dewa, Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya

Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah telah menerbitkan beberapa buku. salah satu buku yang telah diterbitkan adalah buku berjudul Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya. Buku ini diterbitkan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (Prof. Sumijati Atmosudira dkk /editor). Mempertimbangkan permintaan dari masyarakat maka buku ini ditampilkan di laman ini.

Manusia termasuk juga dewa, sering digambarkan dalam banyak ragam bentuk dan gaya. Pada masa Prasejarah, manusia sering sekali digambarkan baik dalam dua maupun tiga dimensi. Pada masa tersebut ragam hias manusia tidak sekedar hiasan semata, melainkan merupakan gambaran nenek moyang dan juga penolak bala. Arca manusia dapat dijumpai di daerah Ragasela (Pekalongan).

Pada masa pengaruh islam, ragam manusaia jarang didapatkan. Hal ini ddiduga akibat faham agama baru ini yang tidak megijinkan penggambaran makhluk bernyawa. Akan tetapi, pengaruh ideologi sebelumnya tidak dapat begitu saja dikikis habis dan terkadang bahkan dimanfaatkan untuk tujuan dakwah. Dalam hal ini, penggambaran manusia dalam bentuk wayang, baik wayang kulit maupun wayang beber, sangat populer. Selain sebagai temuan keci/portabel, pola wayang pada masa ini juga terdapat pada peninggalan yang oleh masyarakat disebut sebagai “Pintu Majapahit” dari Pati.

Ketika pengaruh China datang, agama dan keprcayaan China memunculkan kembali penggambaran manusia, misalnya dalam bentuk sepasang dewa nenek moyang yang diletakkan pada daun pintu. Menurit cerita, kedua tokoh ini dahuku adalah panglima perang yang berjasa menolak roh jahat pada suatu peristiwa, sehingga sampai sekarang gambar mereka sering dipasang di pintu klenteng, misalnya pada klenteng Gang Lombok (Semarang). Dewa – dewa Buddha juga muncul kembali beserta dewa-dewa lolak dari daratan China, dengan gaya percampuran yang khas. Dewa- dewa ini biasanya terdapat di klenteng sebagai objek pemujaan.

Pada masa kolonial, hiasan berupa manusia juga muncul, terutama dalam fungsi profan. Misalnya adalah patung anak di atas burung, di kolam depan pendapa Pura Mangkunegaran (Surakarta), juga beberapa buah patung ‘malaikat Eropa’ di beberapa pringitan istana tersebut. Patung eropa juga terdapat di Keraton Kasunanan Surakarta. Selain merupakan arca yang berdiri sendiri, gambaran manusia juga terdapat sebagai hiasan pada topengan (pedimen) di bagian depan pendapa Pura Mangkunegaran.

(keterangan foto : Pintu Majapahit Kabupaten Pati)