You are currently viewing Ragam Tema Ornamentasi, Harimau dan Singga, Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya

Ragam Tema Ornamentasi, Harimau dan Singga, Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya

Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah telah menerbitkan beberapa buku. salah satu buku yang telah diterbitkan adalah buku berjudul Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya. Buku ini diterbitkan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (Prof. Sumijati Atmosudira dkk /editor). Mempertimbangkan permintaan dari masyarakat maka buku ini ditampilkan di laman ini.

Ragam hias harimau dapat ditemukan di kelenteng, biasanya dalam bentuk lukisan. Keberadaan ragam binatang tersebut dimaksudkan untuk menolak pengaruh jahat yang akan mengganggu kelenteng.Binatang singa tidak ditemukan di Indonesia. Singa banyak digunakan dalam perlambangan agama Hindu dan Buddha. Singa juga merupakan simbol dari sang Buddha, Sidharta Gautama. Dia dikenal sebagai “Singa Keluarga Sakya” karena singa adalag raja para binatang yang melambangkan kekuatan, keberanian, kemenangan, serta kemampuan untuk melindungi para penganut agama Buddha. Dalam agama Hindu, singa adalah pengejewantahan dari Syiwa, dewa tertinggi. Binatang ini juga amenjadi lambang matahari, keadilan dan kekuatan, serta penghancur setan.

Gambaran singa terdapat pada Candi Borobudur dan Candi Ngawen (Magelang) dalam bentuk tiga dinensi. Di Candi Ngawen, singa teradapat pada keempat sudut kaki candi dengan posisi berdiri dan kadua kaki kedepannya diangkat sehingga seakan-akan menyangga bangunan candi. Arca singa juga dapat dijumapi pada kelebteng Cina. Singa ini dibuat dari batu marmer, batu hijau, atau granit yang dipahat. Terdiri atas sepasang jantan betina, singa-singa yang disebut ciok say ini diletakakkan di depan pintu untuk menolak pengaruh roh-roh jahat yang akan mengganggu kesucian kelenteng. Singa jantan yang diletakandi kiri digambarkan sedang memegang bola, sementara itu singa betina yang berada di sebelah kanan pintu digambarkan sedang bermain dengan anaknya. Pada kelenteng-kelenteng di Indonesia, secara umum berkembang ukiran singa yang luwes namun kurang gagah, sebagaimana yang banyak berkembang wilayah di sebelah selatan Sungai Yang Tze di Cina.

Pada masa Islam seringkali dijumpai pola hias singa dalam bentuk stiliran. Hal itu dapat dilihat misalnya pada kaki mimbar Masjid Agung Demak. Pada masa Kolonial, ragam hias singa dapat ditemui misalnya pada Pura Mangkunegaran. Singa tersebut diwujudkan dalam arca perunggu, diletakkan sepadang pada kiri-kanan sebuah pintu. Singa ini digambarkan dalam posisi duduk. Singa-singa ini terlihat bergaya Belanda, bersamaan dengan kenyataan bahwa singa merupakan lambang orang Belanda.

(Foto Arca Singa di Candi Ngawen)