You are currently viewing Perkembangan Benteng Willem I Ambarawa

Perkembangan Benteng Willem I Ambarawa

Benteng Willem I Ambarawa berada di kelurahan Lodoyong, Kecematan Ambarawa, kanbupaten Semarang. Lokasi benteng terletak di markas batalyon Kavaleri 2/Tank Ambarawa. Saat ini separuh bagian dari benteng Willem I digunakan sebagai lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Ambarawa. Lokasi benteng ini berada di lingkungan persawahan.

Berdasarkan data perjalanan pembesar VOC dari Semarang ke Keraton Mataramataupun pedalaman Jawa Tengah bagian selatan ternyata melalui Jalur Semarang-Unggaran-Bawen-Ambarawa-Bayubiru-Banyuputih-Tingkir-Boyolali-Pajang. Pada tanggal 4 Februari 1686 Kapten Tack yang ditugaskan untuk menumpas pembrontakan Untung Surapati di Pajang melaporkan bahwa daerah antara Bawen dan Ambarawa ditumbuhi tanaman bambu yang sulit ditembus.

Penderatan pasukan Inggris di Batavia pada bulan Agustus 1811 tidak dapat dibendung oleh pasukan Belanda yang dipimpin oleh Gubernur Jenderal JW. Jansen. Pasukan Belanda mundur ke markasnya di Subang dan terus mundur sampai dengan Semarang. Jansen masih mempunyai harapan bantuan dari raja-raja Mataram dan Bupati Bangkalan. Namun karena ulah Gubernur Daendels yang menyakiti hati raja-raja Jawa, sehingga bantuan yang diberikan hanya setengah-setengah. Akibatnya pasukan Jansen mengundurkan diri dan bertahan di Srondol, mundur lagi ke Unggaran dan bertahan di Benteng Willem II.

Kekuatan pasukan Inggris ternyata mampu memporakporandakan pasukan Belanda dan akhirnya Gubernur Jenderal JW. Jansen mundur lagi ke arah Salatiga dengan harapan bantuan pasukan Brigade II Altileri Salatiga yang telah mendirikan barak-barak militer di sepanjang hutan bambu sebelah barat Bawen. Selain itu Gubernur Jenderal Jansen juga berharap mendapat bantuan logistik dari pemilik-pemilik perkebunan di sekitar tuntang.

Pasukan Inggris akhirnya berhasil memaksa Gubernur Jenderal JW. Jansen menyerah dan menandatangani Kapitulasi Tuntang di Gedung Perkebunan Assinan Bawen pada tanggal 17 September 1811. Kapitulasi Tuntang yang ditandatangani oleh Gubernur Jenderal JW. Jansen dan Jenderal Sir Samuel Arehmuty (wakil Rafles) memutuskan bahwa:

  1. Pulau Jawa dan semua pangkalan milik Belanda di Madura, Palembang, Makasar dan Sunda Kecil diderahkan kepada Inggris.
  2. Semua serdadu-serdadu Belanda manjadi tawaran perang.
  3. Pegawai-pegawai sipil yang bersedia bekerjasama dengan Inggris masih diberi kesempatan bekerja.

Laporan perjalanan kolonel VOC Hoorn tahun 1822 menyebutkan bahwa sampai tahun 1822 keadaan sekitar Benteng Willem I masih beruoa hutan bambu dan baru tahun 1827-1830 dibangun bangunan dari bambu sebagai tempat penyimpanan logistik Belanda.

Selama hampir 12 tahun, Benteng Willem I berhasil dibangun di hamparan bambu untuk kepentingan logistik militer. Benteng Willem I dimanfaatkan sebagai Markas Militer KNIL sampai dengan tahun 1927.

Tahun 1865 terjadilah gempa bumi yang mengguncang seluruh markas militer,sehingga disana-sini terjadi kerusakan hebat. Sebagian gedung-gedung benteng hancur.

Tahun 1927, Benteng Willem I dialihkan dari penjara anak-anak menjadi tahanan politik dan orang-orang dewasa. Tahun 1942-1945 digunakan Jepang untuk interniran Belanda termasuk barak-barak militer.

Tahun 1945, Benteng Willem I dikuasai oleh TKR dari tanggal 14 Oktober sampai dengan 23 Nopember 1945. Pada saat Indonesia merdeka Benteng Wllem I digunakan untuk tawanan 3500 warga sipil yang dilakukan oleh pejuang-pejuang kemerdekaan dibawah komandan Santosa. Tahanan sipil ini merupakan orang-orang Belanda dipimpin oleh Tuan Zeamen.

Tahun 1950, Benteng Willem I diperuntukkan sebagai penjara orang dewasa dan sebagai penjara orang dewasa dan sebagai barak militer. Sehabis G 30 S/PKI 1965, maka sebagai tokoh-tokoh PKI dititipkan di Benteng ini sebelum diadili.

Tahun 1985, Benteng Willem I diperuntukkan sebagai penjara anak-anak dan sekaligus sebagai barak militer berdasarkan keputusan Menteri Kehakiman RI No. PR/07.031/1985. Tahun 1991, benteng ini diperuntukkan sebagai penjara Kelas II A, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman dan Ham RI No. M.16.PR-07.03.2003.

Disarikan dari laporan Studi Teknis Arkeologi Benteng Willem Ambarawa

Foto oleh Wahyu Krist