You are currently viewing Pemugaran Candi Induk Sewu, Studi Kelayakan (bagian 3), Candi Sewu dan Sejarah Pemugarannya

Pemugaran Candi Induk Sewu, Studi Kelayakan (bagian 3), Candi Sewu dan Sejarah Pemugarannya

Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah sampai saat terus menerbitkan buku bertema Cagar Budaya. Beberapa buku yang telah diterbitkan merupakan buku yang cukup sering digunakan untuk referensi guna melakukan tindakan pelestarian suatu cagar budaya. Buku-buku ini sering disebut sebagai buku “Babon” karena sangat memegang peranan penting. Salah satu buku “Babon” ini adalah Buku Candi Sewu dan Sejarah Pemugarannya. Adapun tim penulis buku ini adalah Penasehat/editor : IGN Anom, Penanggung Jawab : Tri Hatmaji, Tim Penyusun terdiri dari Ketua : Kusen, Anggota : I Made Kusumajaya, Gutomo, Rusmulia Ciptadi H, Murdjijono, Sudarno, dan Suhardi. Buku ini diterbitkan sebagai bagian Proyek Pelestarian / Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah 1991- 1992. Untuk lebih memudahkan akses masyarakat untuk dapat membaca buku ini, laman ini akan menampilkan bagian per bagian dari buku Candi Sewu dan Sejarah Pemugarannya.

Kondisi batu- batu penyusun bangunan Candi Sewu mengalami kerusakan karena faktor- faktor mekanis, khemis, dan biologis. Kerusakan karena proses mekanis ditandai oleh retak dan patahnya batu yang tidak mampu menahan beban diatasnya atau karena guncangan gempa bumi. Kerusakan khemis ditandai dengan warna putih pada permukaan dinding penampil luar dan dalam. Warna putih itu adalah endapan unsur- unsur mineral batuan yang larut karena air hujan yang kadang – kadang mengandung asam – asam tertentu, yang menutup permukaan batu, bahkan menembus pori- porinya. Lapisan batu yang mengalami pengendapan tersebut, lama
kelamaan akan mempunyai sifat fisik tersendiri yang berbeda dari batu asli dan kemudian akan menjadi lapuk dan mengelupas. Selain itu batu- batu candi induk ternyata juga mengalami kerusakan karena faktor – faktor biologis dengan adanya tumbuhan perusak batu yang berwujud lichen ( jamur kerak), algae ( gelanggang), dan mosses ( lumut). Tumbuhan tersebut mempunyai akar- akar yang tidak saja merusak batu secara mekanis, melainkan unsur- unsur kimia yang ditinggalkan juga membuat batu menjadi lapuk dan mengelupas.
Berdasarkan penyelidikan dari segi sejarah dan kelengkapan komponen bangunan, dapat disimpulkan bahwa candi induk sewu layak untuk di pugar.

Kemudian hasil penyelidikan terhadap kerusakan yang ada, mengisyaratkan bahwa perbaikan dan pencegahan kerusakan dalam bentuk pemugaran harus segera dilaksanakan. Dengan dipugarnya candi induk sewu, disertai dengan perbaikan kerusakan, maka pelestarian salah satu monumen sejarah dan arkeologi seperti yang diharapkan akan berhasil diwujudkan.