You are currently viewing Pemugaran Candi Induk Sewu, Studi Kelayakan (bagian 1), Candi Sewu dan Sejarah Pemugarannya

Pemugaran Candi Induk Sewu, Studi Kelayakan (bagian 1), Candi Sewu dan Sejarah Pemugarannya

Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah sampai saat terus menerbitkan buku bertema Cagar Budaya. Beberapa buku yang telah diterbitkan merupakan buku yang cukup sering digunakan untuk referensi guna melakukan tindakan pelestarian suatu cagar budaya. Buku-buku ini sering disebut sebagai buku “Babon” karena sangat memegang peranan penting. Salah satu buku “Babon” ini adalah Buku Candi Sewu dan Sejarah Pemugarannya. Adapun tim penulis buku ini adalah Penasehat/editor : IGN Anom, Penanggung Jawab : Tri Hatmaji, Tim Penyusun terdiri dari Ketua : Kusen, Anggota : I Made Kusumajaya, Gutomo, Rusmulia Ciptadi H, Murdjijono, Sudarno, dan Suhardi. Buku ini diterbitkan sebagai bagian Proyek Pelestarian / Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah 1991- 1992. Untuk lebih memudahkan akses masyarakat untuk dapat membaca buku ini, laman ini akan menampilkan bagian per bagian dari buku Candi Sewu dan Sejarah Pemugarannya.

Untuk mengawali pemugaran suatu bangunan kuna, terlebih dahulu perlu dilaksanakan studi kelayakan. Tujuan studi ini adalah untuk memperoleh kesimpulan tentang layak dan tidaknya bangunan tersebut di pugar. Hal yang dipelajari dalam studi kelayakan pemugaran bertitik tolak dari peran bangunan itu dalam sejarah, kelengkapan komponen bangunan, dan kerusakan-kerusakan yang ada. Dalam
persiapan pemugaran candi induk sewu, pada tahun 1982 juga telah dilaksanakan studi kelayakan yang menyangkut segi- segi yang telah disebut di atas.

Ditinjau dari segi sejarah, Candi Sewu umumnya dan candi induk khususnya, mempunyai peran yang penting dalam kerangka sejarah Indonesia. Hal ini diketahui dari keadaan bangunan serta letak Candi Sewu. Di Indonesia Candi Sewu merupakan candi Buddha terbesar kedua setelah Borobudur, yang dibangun akhir abad VIII. Oleh sebab itu dimungkinkan bahwa Candi Sewu merupakan salah satu pusat kegiatan keagamaan yang cukup penting pada zamannya. Kemudian dilihat dari letaknya yang tidak jauh dari candi Prambanan yang berlatar belakang agama Hindu, menjadikan Candi Sewu sangat menarik untuk dipelajari. Candi Prambanan adalah candi terbesar
agama Hindu yang didirikan pada awal sampai pertengahan abad IX. Kehadiran candi besar yang berbeda latar belakang agama, di lokasi yang berdekatan dalam kurun waktu yang berurutan, merupakan fenomena sejarah yang sangat menarik perhatian.

Selanjutnya dilihat dari sisa- sisa bangunan yang masih terdapat, Candi Sewu dipandang memiliki komponen yang sangat lengkap. Kaki dan tubuh candi masih berada di tempat semula dengan bentuk serta hiasan yang masih utuh. Satu satunya kekurangan pada komponen bangunan adalah atap yang telah runtuh. Meskipun candi induk sewu tidak beratap lagi, namun pencarian batu yang telah dilakukan sejak tahun 1953 hingga tahun 1982, berhasil menemukan kembali bentuk serta ukuran atap candi, yang telah dipasang dalam bentuk susunan percobaan. Kiranya perlu juga dikemukakan bahwa perhitungan dari hasil pencarian batu yang selama itu dikerjakan ditambah dengan bangunan positif yang masih ada, secara keseluruhan didapatkan batu kulit bangunan candi induk sebanyak 80 %. Berarti sebagian besar bentuk asli bangunan candi induk telah ditemukan kembali.

Adapun kerusakan- kerusakan bangunan selain atap juga terdapat pada batur dan tubuh. Selain itu telah terjadi pelapukan pada batu- batu penyusunnya. Penyelidikan terhadap batur yang ditunjukkan untuk mengetahui kedudukan candi secara horizontal, menghasilkan data tentang adanya peregangan pada celah – celah hubungan antar batu. Pengamatan menunjukkan bahwa kerenggangan terdapat pada tempat- tempat yang berdekatan dengan sudut luar candi. Sedangkan batu- batu yang berada di dekat sudut- sudut dalam batur, masih dalam kondisi rapat dan rapi. Kenyataan tersebut menimbulkan dugaan bahwa batur candi telah bergeser ke luar menjauhi usatnya.