You are currently viewing Pemugaran Candi Induk Sewu, Pemugaran (bagian 6), Candi Sewu dan Sejarah Pemugarannya

Pemugaran Candi Induk Sewu, Pemugaran (bagian 6), Candi Sewu dan Sejarah Pemugarannya

Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah sampai saat terus menerbitkan buku bertema Cagar Budaya. Beberapa buku yang telah diterbitkan merupakan buku yang cukup sering digunakan untuk referensi guna melakukan tindakan pelestarian suatu cagar budaya. Buku-buku ini sering disebut sebagai buku “Babon” karena sangat memegang peranan penting. Salah satu buku “Babon” ini adalah Buku Candi Sewu dan Sejarah Pemugarannya. Adapun tim penulis buku ini adalah Penasehat/editor : IGN Anom, Penanggung Jawab : Tri Hatmaji, Tim Penyusun terdiri dari Ketua : Kusen, Anggota : I Made Kusumajaya, Gutomo, Rusmulia Ciptadi H, Murdjijono, Sudarno, dan Suhardi. Buku ini diterbitkan sebagai bagian Proyek Pelestarian / Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah 1991- 1992. Untuk lebih memudahkan akses masyarakat untuk dapat membaca buku ini, laman ini akan menampilkan bagian per bagian dari buku Candi Sewu dan Sejarah Pemugarannya.

Untuk menyusun rencana pemugaran yang dapat dipertanggungJawabkan diperlukan data ukuran unsur- unsur bangunan baik secara denah maupun ketinggiannya. Data inilah yang kemudian akan dianalisis dan dipakai sebagai dasar perencanaan pemugaran. Dalam pengumpulan data telah dipilih bagian bagunan tertentu yang nantinya dapat digunakan sebagai acuan rekonstruksi (reference line). Bagian yang diukur posisinya terutama titik- titik yang terletak pada garis tepian batur/ kaki bangunan serta pelipit- pelipit mendatar dengan asumsi bahwa masing- masing garis tepian tersebut semula merupakan garis lurus yang posisinya relatif datar atau rata air.

Dengan melihat perbedaan angka- angka ketinggian titik- titik yang terdapat pada sebuah garis tepian (sebagai reference line )akan dapat diketahui, apakah bagian bangunan tersebut telah melesak atau belum. Selanjutnya jika titik- titik yang diukur tersebut tidak lagi berada dalam satu garis lurus (dilihat secara denah) maka kemungkinan ada batu candi yang telah bergeser dari kedudukan semula. Dikatakan kemungkinan, karena dalam kenyataan tidak ada garis tepian yang benar- benar merupakan sebuah garis lurus yang horizontal. Jadi garis lurus yang dimaksud adalah dalam pengertian yang relatif.