You are currently viewing Menilisik Pasar Gede Hardjonegoro

Menilisik Pasar Gede Hardjonegoro

Pasar tradisional sering kali menunjukan kekhasannya sebagai wadah masyarakat dalam menjalani aktifitas jual beli dalam kehidupan sehari – hari. Namun jika menengok kebelakang lebih jauh, pasar tradisional juga menggambarkan cerita tentang masa lalu yang berisi tentang perjalanan sejarah yang ditandai dari segi arsitekstur bangunan pasar tersebut. DiSemarang terdapat Pasar Johar yang tersohor di pulau jawa bahkan luar jawa, bergeser ke selatan di Provinsi D.I.Y terdapat pasar Bringharjo yang tidak pernah surut akan pengunjung baik pengunjung lokal maupun international. Tetapi bukan Semarang atau Jogja yang akan ditelisik sedikit lebih jauh, namun Surakarta atau lebih akrab dengan sapaan Solo.

Kota Surakarta bukan satu-satunya kota yang dijajah oleh Bangsa Belanda, sehingga sama dengan kota lain di Indonesia seperti Semarang , Solo mempunyai peninggalan bersejarah yang cukup banyak salah satunya Pasar Gede. Pasar Gede Hardjonegoro atau biasa dikenal Pasar Gede Solo  merupakan pasar tertua yang ada di kota Solo. Pasar ini diperkirakan sejaman dengan berdirinya Keraton Kasunanan Surakarta.

Pada jaman kolonial Belanda,  pasar ini berukuran kecil dan berlokasi di persimpangan jalan kantor gubernur yang kini digunakan sebagai balaikota Surakarta. Seiring dengan perkembangan jaman, Pasar Gede mengalami beberapa pemugaran. Tahun 1927 renovasi Pasar Gede dilakukan oleh seorang arsitek belanda bernama Ir Herman Thomas Kartsen yang kala itu sebagai simbol padu kerja keharmonisan antar penggagas (PB X dan Ir Herman Thomas Kartsen) dengan mempertahankan segi arsitektur lokal. Renovasi tersebut menjadikan pasar ini sebagai pasar bertingkat dua lantai pertama di Nusantara kala itu. Kemudian nama Pasar Gede diganti dengan nama Pasar Gede Hardjonegoro dan diresmikan oleh Paku Buwana X pada tahun 1930.

Nama Hardjonegoro sendiri diambil dari nama seorang keturunan Tionghoa yang mendapat gelar KRT Hardjonegoro dari keraton Surakarta. Pasar Gede juga terletak dikawasan Pecinan bahkan tidak jauh dari pasar tersebut masih terdapat klenteng yang masih berdiri utuh hingga sekarang. Sedangkan nama Gede merujuk pada bangunan yang berbentuk besar menyerupai benteng dengan pintu masuk utama berbentuk singgasana berukuran besar dan atap yang lebar.

Jika melihat dari sisi historis, Pasar Gede mengalami tiga masa yaitu, masa kerajaan, masa post kolonial dan masa kemerdekaan. Secara struktural, bangunan Pasar Gede berada pada kesatuan ekologi kultural (situs sakral pasar candi) sebagai bagian dari bangunan njobo keraton, yaitu pasar Gede, tugu permandengan ndalem, gapura gladhag, gapura pamukaran, alun-alun, masjid agung, pagelaran dan siti (h)inggil.

Pasar Gedeyang terletak dijalan Urip Sumohardjo memang berada di kawasan Pecinan Solo (Kawasan Bakong ) yang selalu menampakan aktifitasnya. Pasar ini setiap hari beroperasi dari pagi hingga sore hari. Pasar yang dapat dikatakan besar ini tidak pernah sepi pengunjung. Deretan los yang banyak mununjukan kemegahan Pasar Gede Hadjonegoro. Sejak berdiri puluhan tahun yang lalu Pasar Gede menjadi pusaran perdagangan antara masyarakat pribumi, Tionghoa dan Belanda. Dalam perjalanan sejarahnya pasar Gede sempat mengalami beberapa kali pemugaran dan perbaikan. Namun dalam pemugaran dan perbaikan tersebut tetap mempertahankan Arsitektur asli untuk menjaga nilai historis pasar itu sendiri, hingga kini menjadi pasar tradisional termegah di Solo dengan menyediakan berbagai kebutuhan sehari-hari. (Disarikan oleh Anwar Hidayat)