You are currently viewing Menara Syahbandar Sleko, Bentuk Kejayaan Pelabuhan Semarang Masa Kolonial

Menara Syahbandar Sleko, Bentuk Kejayaan Pelabuhan Semarang Masa Kolonial

Oleh: Isbania Afina Syahadati

Pada zaman dahulu Semarang telah menjadi pelabuhan penting berdasarkan catatan yang dibuat oleh orang berkebangsaan Portugis, Tome Pires pada tahun 1531. Pada tahun tersebut ia berlayar menyusuri pantai utara Pulau Jawa, dan terdapat tiga tempat yang ramai dikunjungi oleh kapal-kapal pedagang antara lain mereka berlabuh di Losari, Tegal, dan Semarang. Namun, jika melihat wilayah yang berada di luar Semarang diantaranya ialah Amabarawa dan Salatiga di sebelah selatan, Grobogan di sebelah timur dan Kendal di sebelah barat. Apabila dibuat garis imajiner, wilayah-wilayah diluar Semarang menyerupai garis melingkar yang mengelilingi Kota Semarang. Oleh karenanya, tidak heran bahwasanya Kota Semarang pada masa Kolonial Belanda ini dilakukan berbagai pembangunan dan pendirian sarana dan prasarana. Seperti Pelabuhan, jaringan jalan kereta api, hingga tumbuh menjadi pusat perniagaan.

Sekitar tahun 1678 Cornelis Speelman mencatat ramainya pelabuhan Semarang yang melebihi pelabuhan Jepara. Meskipun,  pada saat tersebut Jepara juga menjadi pelabuhan yang termahsyur namun, beralih ke pelabuhan Semarang. Hal ini dikarenakan letak geografisnya yang ideal dan alami serta memilki dataran subur dan indah. Sejarah pelabuhan Semarang berawal dari kali Semarang yang membelah kota Semarang dan bermuara di laut Jawa. Pada tempo dulu, kali Semarang memiliki peranan yang sangat penting. Banyaknya pedagang milik Cina, Arab, India dan Portugis dan VOC melakukan kegiatan bongkar di Pelabuhan yang terletak ditepi kali Semarang. Pada masa tersebut, yang berkuasa saat itu ialah Kerajaan Demak. Setelah runtuhnya kekuasaan Majapahit, Raden Patah kemudian mengambil alih kekuasaannya. Pada masa kekuasaan Raden Patah, Kerajaan Demak telah telah mengadakan hubungan dagang dengan India dan Arab. Ketika itu, daerah kekuasaan Keraaan Demak sangat luas dan sampai ke Palembang dan Jambi. Berdasarkan catatan sejarah, pelabuhan laut Semarang mulai berfungsi pada tanggal 2 Mei 1547 bertepatan dengan dinobatkannya Pandan Arang II sebagai Bupati Semarang pertama.

Perseroan dagang Belanda atau yang kerap disebut dengan VOC pada tahun 1677 menerima penyerahan wilayah pantai utara dan wilayah pedalaman Mataram sebagai balas jasa atas pemadaman pemberontakan Trunojoyo di Kaligawe Semarang. Pada masa kolonial, perdagangan Kota Semarang berada di kali Semarang yang berdampingan dengan kawasan Kota Lama. Kapal barang yang berlayar bisa memasuki kota melalui Kali Semarang. Hal ini terlihat dari salah satu bangunan yang tersisa pada masa tersebut ialah Menara Syahbandar Sleko. Menara yang dibangun pada pertengahan abad ke 18 ini tepat berada di tepi kali Semarang. Bangunan ini diberi nama Kleine Boom en Uitkijk, sedangkan orang-orang menyebutnya Menara Sleko. Kata Sleko diadopsi dari Bahasa Belanda yang berarti gerbang kota yang menghubungkan dengan pelayaran ke luar Semarang. Dari sinilah ditetapkannya 0 (nol) kilometer Kota Semarang. Meskipun keberadaan titik penandanya jarang diperhatikan orang.

Bangunan  Menara Sleko yang terdiri atas susunan masa empat kubus ini, berfungsi sebagai pelabuhan kecil yang dilengkapi sebagai menara pandang untuk mengatur bongkar muat pedagang kecil. Selain itu, bangunan yang dilengkapi gardu pandang ini mempunyai halaman untuk istirahat para pedagang. Dahulu kapal-kapal yang hendak masuk ke Kota Semarang harus mendapat izin dari Menara Sleko. Di menara inilah, retribusi ditarik dari para pedagang yang masuk ke Kota Semarang. Dimana pada saat itu transportasi sungai masih sangat berperan untuk membawa kebutuhan sehari-hari dan barang perdagangan dari pedalaman. Para pedagang ini pun berjualan kebutuhan sehari-hari untuk masyarakat Kota Semarang, terutama perdagangan makanan untuk memasok kebutuhan Pasar Johar.

Seperti yang termuat dalam Ports Cities of The World 1925, Kalibaroe di kawasan Boom Lama pada abad ke-18 dipenuhi dengan kapal-kapal tongkang pengangkut barang dagangan dari pedalaman, untuk diangkut ke kapal-kapal besar di lepas pantai. Di Kalibaroe ke pelabuhan telah dilengkapi jembatan gantung yang dapat diangkat, bila perahu besar akan lewat. Di bawah kekuasaan kolonial, Semarang dulu menjadi pusat perdagangan dan perindustrian lengkap dengan pelabuhan terbesar di Jawa, perkantoran dan perkembangan kota yang modern kala itu.

Sumber:

Djadmiko Waloejono, Transformasi Kawasan Pelabuhan dalam Aspek Industri di Coastal City Semarang, Seminar Nasional “Menuju Arsitekter dan Ruang Perkotaan yang Ber-kearifan Lokal”PDTAP 2015,

Koran Sindo, Kleine Boom en Uitkijk itu Kini Nyaris Roboh, SindoNews.com, 5 Maret 2015.

Libra Hari Inagurasi, Distribusi Hasil Bumi di Semarang dengan Wilayah Sekitarnya, Purbawidya, Vol. 4 No.1, Juni 2015.

­­­­___________, Menara Syahbandar Sleko, Tanda Keemasan Pelabuhan Semarang, Landmark dan Haritage, 3 Agustus 2018.