You are currently viewing Lingga di Museum BPKRI Magelang

Lingga di Museum BPKRI Magelang

Pengertian Lingga adalah menyerupai alat kelamin laki-laki karena bentuknya seperti Phallus lambang kesuburan pada masa Tradisi Megalithik, dan dalam perkembangan Hindu merupakan simbol dari Dewa Siwa. Lingga berfungsi sebagi penyalur air pembasuh arca. Menurut Ahli Arkeologi Nurhadi Rangkuti bentuk Lingga terdapat 3 bagian yaitu :

  1. Bagian Bawah, berbentuk segi empat disebut Brahma-Bhaga.
  2. Bagian Tengah, berbentuk segi delapan disebut Wisnu-Bhaga.
  3. Bagian Atas, berbentuk bulat silinder disebut Rudra-Bhaga atau Siwa-Bhaga

Lingga di depan Museum BPK RI digambarkan polos dengan tiga bagian, segi empat di bagian paling bawah, segi enam di tengah, dan bulat silinder di bagian atas.

Pengertian Yoni adalah menyerupai alat kelamin wanita, yang merupakan lambang kesuburan pada masa prasejarah. Pada masa perkembangan Hindu Yoni merupakan simbol dari Dewi Parvati istri dari Dewa Siwa. Yoni adalah tumpuan bagi lingga atau arca.

Bersatunya Lingga dan Yoni adalah pertemuan antara laki-laki (Purusa) dan wanita (Pradhana) yang merupakan lambang kesuburan, sehingga muncul kehidupan baru (kelahiran). Oleh sebab itu pemujaan akan lingga dan yoni yang merupakan bersatunya Dewa Siwa dan Dewi Parvati adalah suatu berkah bagi masyarakat masa lampau, sehingga biasanya lingga-yoni ini diletakkan di wilayah pertanian atau pemujaan para petani kala itu.

Yoni di depan Museum BPK RI digambarkan memiliki hiasan jajaran padma di tubuhnya. Sementara bagian bawah dihias menyerupai jajaran sisik ular. Di bawah cerat, yoni dihias ular bermahkota  yang menyangga kura-kura. Sebagian leher ular sudah putus. Hiasan ular digambarkan sangat detail dengan sisik di tubuhnya.

Konsep hiasan Naga atau Ular mengandung banyak makna dan tafsiran, antara lain Naga adalah lambang kekuasaan, kesaktian, pelindung dan kesejahteraan bumi, penjaga air suci Amerta serta simbol kesuburan. Berdasarkan Mitologi Pola hias Naga yang bermahkota dihubungkan dengan kekuasaan kerajaan (pemerintahan).

Sejarah kepemilikan kedua benda tidak diketahui dengan pasti. Namun menilik posisi keberadaannya yang berada di lingkungan rumah bekas Residen Magelang, dimungkinkan benda-benda tersebut dahulu dikumpulkan oleh unsur pemerintah Kolonial Belanda, dalam hal ini atas perintah Residen Magelang. Selain kedua benda tersebut, di halaman belakang rumah bekas Residen juga terdapat beberapa benda cagar budaya yang semuanya merupakan tinggalan masa Klasik Hindu Budha.

Yoni dan lingga berasal dari lingkungan Museum BPK RI. Sebelumnya, kedua benda tersebut merupakan benda milik Pemerintah Propinsi Jawa Tengah pada bekas kantor Bakorwil II Kedu Surakarta di Kota Magelang. Posisi kedua benda sebelumnya berada di belakang Rumah Dinas Kepala Bakorwil yang juga merupakan bekas rumah Residen Magelang tempat penangkapan Pangeran Diponegoro pada tahun 1830.

Pada saat dilakukan peninjauan, kedua benda telah disatukan. Sebenarnya, sesuai ukuran, kedua benda bukan merupakan satu pasangan. Namun karena adanya permintaan dari Ketua BPK RI, dengan tujuan untuk menjadi penanda keberadaan Museum, maka lingga dan yoni disatukan.

Lingga diletakkan di dalam lobang yoni, dengan perkuatan bagian bawah dan samping diurug pasir. Hal tersebut karena ukuran lingga yang lebih kecil dari ukuran lebar lobang yoni. Untuk itu pelapor memberikan saran agar kondisi seperti ini dapat dipertahankan, tidak pernah direkatkan dengan bahan kimia, dan selanjutnya dilakukan konservasi terhadap permukaan batu. (Laporan Hasil Peninjauan oleh Bagus Ujianto, SS)