You are currently viewing KOMPLEK MAKAM TEMBAYAT

KOMPLEK MAKAM TEMBAYAT

Komplek Makam Tembayat berada di sebuah bukit Jabalkat yang terletak di Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah dan berada pada ketinggian ±860 m di atas permukaan laut.

Berdasarkan babad dan cerita rakyat, tokoh utama yang dimakamkan di Komplek Makam Tembayat adalah Sunan Tembayat, penyebar agama Islam di daerah Bayat dan sekitarnya. Nama asli beliau adalah Ki Ageng Pandan Arang, seorang Adipati Semarang yang atas petunjuk Sunan Kalijaga meninggalkan kota Semarang untuk menuju ke daerah pegunungan bagian selatan dengan tujuan menyiarkan agama Islam.

Dalam perjalanan ke daerah selatan (Bayat dan sekitarnya) rombongan Ki Ageng Pandanarang dicegat oleh tiga orang penyamun. Salah seorang penyamun dikutuk menjadi manusia berkepala domba, setelah bertobat ia dibebaskan dari kutukan dan menjadi pengikut setia Ki Ageng Pandanarang. Peristiwa ini terjadi di daerah yang kemudian dinamakan Salatiga berdasar pada kata salah tiga yang artinya tiga orang bersalah. Setelah sampai dan menetap di Bayat, Ki Ageng Pandanarang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Bayat atau Sunan Tembayat.

Sunan Tembayat hidup semasa dengan Sunan Kalijaga, yaitu salah seorang Wali Sanga yang menurut Babad Tanah Jawi termasuk pendiri Masjid Agung Demak. Berdasar sengkalan berupa seekor kura-kura yang dipahatkan pada dinding barat mihrab, Masjid Agung Demak didirikan pada tahun 1479. Sedangkan Sunan Kalijaga hidup semasa dengan Sunan Kudus yang dikenal sebagai pendiri Masjid Menara Kudus pada tahun 1549. Oleh karena itu Kompleks Makam Tembayat dibangun tidak jauh selisihnya dari masa pendirian Masjid Agung Demak dan Masjid Menara Kudus.

Beberapa prasasti berhuruf dan berbahasa Jawa Kuna yang ada di Kompleks Makam Tembayat memperkuat penafsiran tersebut. Prasasti yang dipahatkan di Gapura Segara Muncar yaitu gapura pertama yang ada di kaki bukit, berbunyi murti sarira jleging ratu yang bernilai tahun 1448 Saka atau 1526 Masehi. Sedangkan prasasti yang ada di Gapura Panemut bertuliskan wisaya hanata wisiking ratu yang bernilai tahun 1555 Saka. Pada sisi lain gapura tersebut terdapat tulisan Ita 1555 masa 4. Angka tahun ini bertepatan dengan tahun 1633 M yaitu masa Mataram Islam di bawah pemerintahan Sultan Agung. Babad Nitik Sultan Agung menerangkan bahwa Sultan Agung memiliki peran yang cukup besar dalam perbaikan kompleks makam, salah satunya pernah memerintahkan untuk memperbaiki makam Sunan Tembayat yang dimulai pada tahun 1620 Masehi.

Kompleks Makam Tembayat merupakan living monument, artinya sampai sekarang masih digunakan sebagai tempat ziarah dan pemakaman terutama trah Sunan Bayat. Dalam kompleks terdapat pula masjid makam yang relatif masih utuh dan digunakan hingga saat ini oleh para peziarah untuk beribadah. Selain bangunan kuna terapat pula bangunan baru baik berupa makam, bangsal maupun pintu masuk.

Kompleks Makam Tembayat terbagi atas enam halaman, masing-masing dipisahkan oleh tembok keliling dan pintu masuk. Cungkup makam Sunan Bayat terletak pada halaman terakhir yang merupakan  halaman tertinggi dan tersuci. Bagian-bagian yang dianggap kuna dari kompleks makam ini berturut-turut dari kaki sampai puncak bukit adalah:

  1. Gapura Segara Muncar yang berbentuk candi bentar.
  2. Gapura Dhudha berbentuk candi bentar. Disebut demikian karena pada saat ditemukan tinggal bagian kiri. Gapura ini dipugar pada tahun 1978.
  3. Gapura Pangrantunan berbentuk paduraksa tanpa pintu.
  4. Gapura Panemut berbentuk candi bentar.
  5. Gapura Pamuncar berbentuk candi bentar seperti Gapura Panemut.
  6. Gapura Bale Kencur berbentuk paduraksa berdaun pintu.
  7. Bangunan-bangunan makam keluarga dan pengikut Sunan Tembayat.
  8. Dua padasan bernama Kyai Naga.
  9. Bangunan cungkup dan makam Sunan Tembayat.